batampos – Pengadilan Agama Batam menerima sebanyak 12 permohonan dispensasi nikah dari anak di bawah umur sepanjang semester pertama tahun 2024. Dari 12 permohonan yang diajukan, tujuh diantaranya telah dikabulkan oleh hakim setelah melalui proses pemeriksaan yang ketat.
Humas Pengadilan Agama Batam Azizon mengatakan, bahwa permohonan dispensasi nikah ini diajukan oleh anak-anak yang belum memenuhi usia minimum pernikahan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yang menetapkan usia minimal 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
“Pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan dispensasi jika terdapat alasan mendesak dan kuat, misalnya kehamilan di luar nikah, yang didukung oleh keterangan dari pihak keluarga dan konseling dari dinas terkait,” kata Azizon, Jumat (6/9).
Menurutnya, sebagian besar permohonan dispensasi nikah yang diterima oleh Pengadilan Agama Batam dilatarbelakangi oleh kondisi kehamilan luar nikah yang dialami oleh anak-anak di bawah umur. Hal ini menyebabkan pihak keluarga merasa perlu segera melangsungkan pernikahan untuk menjaga kehormatan keluarga serta masa depan anak mereka.
“Dalam kasus yang diajukan, sebagian besar anak sudah dalam keadaan hamil, sehingga permohonan pernikahan dianggap mendesak demi kelangsungan masa depan sang anak dan janin yang dikandung,” jelas Azizon.
Namun, hakim tetap memeriksa setiap permohonan dengan cermat. Mereka mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kesiapan mental, ekonomi, dan dukungan dari keluarga sebelum memberikan keputusan.
Ditambahkan Azizon, dari 12 permohonan yang diajukan, tujuh kasus telah dikabulkan, sementara empat permohonan lainnya ditolak dan satu permohonan dicabut. Penolakan terjadi karena alasan yang tidak cukup kuat, seperti belum adanya kesiapan mental atau ekonomi dari pihak yang mengajukan, serta adanya rekomendasi dari konselor atau dinas terkait untuk menunda pernikahan.
“Tak semua pengajuan dispensasi nikah bisa dikabulkan. Ada alasan terlalu dekat sehingga dikhawatirkan terjadi perzinahan seperti ini, biasanya pengadilan agama akan meminta menunggu sampai usia pernikahan yakni 19 tahun,” tuturnya.
Kasus dispensasi nikah di Batam mencerminkan masalah sosial yang lebih luas, seperti pendidikan seks yang belum memadai dan kurangnya pemahaman tentang risiko pernikahan di usia muda. Anak-anak yang menikah di bawah umur rentan menghadapi berbagai masalah, termasuk kesehatan ibu dan anak, serta kesulitan ekonomi di masa depan.
Kementerian Agama Kota (Kemenag) Batam turut berperan dalam mengedukasi masyarakat agar lebih sadar akan dampak negatif dari pernikahan anak. Kemenag Batam juga mendorong peningkatan edukasi di kalangan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang.
“Kami sangat berharap angka dispensasi nikah bisa ditekan dengan adanya peningkatan kesadaran masyarakat, terutama keluarga dan lingkungan,” ujar Kepala Sesi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Batam, Muhammad Dirham.
Adapun upaya yang telah dilakukan yakni lewat bimbingan perkawinan (Binwin) pra nikah bagi remaja usia. Selain itu juga dilakukan edukasi pemahaman bahaya nikah dini di sekolah.
“Sosialisasi tersebut bertujuan sebagai media edukasi tentang arti perkawinan, serta upaya bersama untuk mencegah terjadinya perkawinan pada anak-anak usia sekolah maupun mencegah perilaku menyimpang lainnya, ” ucap Dirham.
Menurut Dirham, pendewasaan usia nikah sangat penting untuk menghindari bertambahnya jumlah anak-anak stunting. Selain itu untuk mencegah reproduksi yang tidak sehat. Lebih lanjut ia menuturkan, upaya pendewasaan ini harus dilakukan sedini mungkin, untuk itu sasarannya para remaja usia sekolah
“Kita berharap, lewat edukasi ini mereka betul-betul memahami bahaya menikah di usia dini, serta risiko dihadapi saat melakukan pernikahan dini, ” pungkas Dirham. (*)
Reporter: Rengga Yuliandra