batampos– UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, (PPA) menyebutkan angka kekerasan yang dihimpun hingga September 2024 melalui tercatat 174 kasus kekerasan. Terdiri dari 144 kasus anak dan 30 kasus perempuan.
“Untuk rata-rata usianya bervariasi. kebanyakan dari usia 13 sampai 15 tahun,” kata Kepala UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Batam, (PPA), Dedy Suryadi , Senin (23/9).
Upaya yang dilakukan oleh pihaknya meliputi melakukan dimulai dari penjangkauan seperti identifikasi dan assesment kepada korban. Kemudian dilakukan pendampingan yang bertujuan memberikan penguatan dan penyelesaian kasus nya ke penegak hukum dan melakukan visum.
“Upaya dilakukan semua secara bertahap, kami juga memberikan ruang konseling untuk memotivasi dan meringankan beban psikis korban,” ujarnya.
UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak turut berperan melakukan rujukan kepada korban dengan mengetahui latar belakang nya seperti pendidikan, faktor ekonomi, dan sebagainya.
“Dan kami juga melakukan rujukannya apabila dari sisi pendidikan kami siap membantu dari sisi tersebut untuk sekolahnya agar bisa terus berlanjut. Lalu apabila tidak memiliki identitas maka kami juga membantu ke dinas terkait, dan apabila ada keluarga tidak mampu maka kami usulkan untuk mendapatkan bantuan,” terangnya.
Ia menyebut banyak faktor menyebabkan masih ada beberapa pihak yang tidak berani melaporkan persoalan ini ke UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak.
Dedy menjelaskan bentuk kekerasan yang diterima anak mulai dari kekerasan verbal, dan fisik. Bentuk kekerasan ini akan menimbulkan dampak yang mengancam masa depan anak, sehingga perlu komitmen orangtua, dan pihak lainnya untuk mencegah agar ini tidak terjadi.
“Yang paling umum mereka dari pihak (korban) tidak berani melaporkan dalam arti kata tidak ingin menyampaikan ke kami,” ujarnya.
Ini artinya dukungan moral dari orang sekitar sangat penting. Korban membutuhkan orang lain agar bisa menjadi pelapor dan pelopor atas apa yang mereka alami.
Ia mengajak kepada masyarakat, paling dekat itu adalah tetangga, hingga perangkat RT/RW serta pihak yang memiliki wewenang di satu wilayah untuk memperhatikan kondisi sekitar.
Saksi menjadi juru kunci dalam mengungkap berbagai tindakan kekerasan.
“Jika memang melihat ada anak yang mengalami perubahan perilaku. Misalkan dulu riang mendadak murung, ini bisa ditanya dan dicari tahu ke keluarganya. Karena semakin cepat penanganan akan semakin baik bagi korban juga,” ujarnya .
Dalam upaya memerangi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak Pemerintah Kota (Pemko) Batam melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) telah menyelenggarakan Kegiatan Pencegahan dan Penanganan terhadap persoalan tersebut.
“Perkembangan kasus perempuan dan anak dari waktu ke waktu sangat mengkhawatirkan. Kasus demi kasus beragam mulai dari tindakan kekerasan, pelecehan, pencabulan, pembulian, penelantaran, pola asus yang salah, bahkan tindak pidana perdagangan orang,” kata Sekretaris Daerah Batam, Jefridin Hamid, Sabtu (21/9).
Ia meyakini masih ada pihak yang tidak terlapor. Menurutnya masyarakat berperan mencegah terjadinya kekerasan terhadap peremuan dan anak.
“Oleh karena itu lah Pemerintah Daerah mendirikan UPTD sebagai tempat untuk menangani kasus kekerasan perempuan dan anak. Semoga kita terus dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” harapnya.
Menurutnya sangat tepat guru dan kepala sekolah yang menjadi peserta kegiatan ini. Karena pendidikan adalah proses pendewasaan diri dan ada tiga aspek yang didewasakan. Yakni aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. (*)
Reporter : AZIS MAULANA