Kepala dua sekolah negeri favorit di Batam: SMAN 1 dan SMKN 1, tersandung kasus korupsi pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Dana yang besar dan pengawasan yang tak maksimal, rawan penyimpangan.
Reporter: YULITAVIA, PERI IRAWAN, EGGI IDRIANSYAH
MENGENAKAN rompi oranye, Lea Lindrawijaya Suroso menuruni anak tangga kantor Kejaksaan Negeri Batam, Senin (17/10) petang. Usai menjalani pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS), kepala SMKN 1 Batam itu ditahan jaksa.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lea dan bendahara sekolah diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 469 juta.
Pada Januari 2022, mantan Kepala SMAN 1 Batam Muhammad Chaidir juga terjerat kasus serupa. Ia disebut merugikan negara karena menyelewengkan dana BOS sebesar Rp 800 juta.
Saban tahun, Kementerian Pendidikan menggelontorkan miliaran rupiah dana BOS ke setiap sekolah. Duit tersebut ditransfer langsung ke rekening sekolah. Total yang diterima masing-masing sekolah tergantung jumlah siswa dan jenjang pendidikannya.
Lalu berapa besaran dana BOS untuk Provinsi Kepulauan Riau per siswa? Data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, untuk Kota Batam, SD Rp 1,12 juta per siswa, SMP Rp 1,36 juta, SMA 1,86 juta, SMK Rp 1,99 juta, dan SLB Rp 4,34 juta per siswa.
Kemudian Tanjungpinang, SD Rp 1,13 juta, SMP Rp 1,38 juta, SMA Rp 1,89 juta, SMK Rp 1,01 juta, dan SLB Rp 4,4 juta. Bintan, SD Rp 1,2 juta, SMP Rp 1,34 juta, SMA Rp 1,83 juta, SMK Rp1,96 juta, dan SLB 4,28 juta.
Selanjutnya, Karimun, SD Rp 1,11 juta, SMP Rp 1,35 jutya, SMA Rp 1,84 juta, SMK Rp 1,97 juta, dan SLB Rp 4,3 juta. Kemudian Kepulauan Anambas, untuk SD Rp 1,38 juta, SMP Rp 1,72 juta, SMA Rp 2,35 juta, SMK Rp 2,5 juta, dan SLB Rp 5,45 juta.
Lalu Lingga, untuk SD 1,25 juta, SMP Rp 1,58 juta, SMA Rp 2,2 juta, SMK Rp 2,36 juta, dan SLB Rp 5,04 juta. Terakhir Natuna, untuk SD Rp 1,22 juta, SMP Rp 1,51 juta, SMA Rp 2,07 juta, SMK Rp 2,2 Juta, dan SLB Rp 4,8 juta.
“Besaran itu berdasarkan Kepmendikbud No 16/P/Tahun 2021,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Andi Agung, kepada Batam Pos, Kamis (20/10).
Dari besaran tersebut, jika dikalikan dengan jumlah peserta didik untuk semua satuan pendidikan yang ada di Kepri (7 kabupaten/kota), mulai dari SD, SMP, SMA, SMK, hingga SLB, maka total dana BOS yang diperoleh satuan pendikan di Kepri lebih dari Rp 573,121 miliar atau lebih dari setengah triliun.
Rinciannya, untuk SD sekitar Rp 255,07 miliar, SMP Rp 134,97 miliar, SMA Rp 103,84 miliar, SMK Rp 72,602 miliar, dan SLB Rp 6,63 miliar.
Bahkan, satu sekolah bisa mengelola dana BOS dalam jumlah besar. SMKN 1 Batam, misalnya, dengan jumlah peserta didik atau siswa mencapai 2.188 orang, bisa mendapatkan dana BOS sebanyak Rp 4,3 miliar. SMAN 1 Batam dengan 1.822 siswa bisa mendapat dana BOS Rp 3,3 miliar. SMAN 4 dengan 1.439 siswa bisa mendapatkan dana BOS Rp 2,6 miliar, dan SMKN 4 dengan 1.677 siswa bisa mendapat dana BOS Rp 3,3 miliar lebih.
Angka jumbo dana BOS ini cukup menggoda. Pelaksana pendidikan jika tidak memahami secara baik mekanisme pemanfaatan berpotensi penyimpangan. Bahkan, berpotensi dikorupsi.
Menyikapi besaran dana BOS dan dua kasus yang terjadi di 2022, Andi Agung berjanji akan meningkatkan pemantauan dan evaluasi pengelolaan dana BOS, mulai dari perencanaan, penggunaan, hingga pelaporan.
“Tentunya kami bersama Inspektorat Provinsi, ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2022,” ujar Andi.
Ditanya apakah kedua kasus itu terjadi karena ketidaktahuan kepsek dan jajarannya tentang ketentuan mengelola dana BOS atau karena ada faktor lain? Andi menjelaskan, untuk tahun anggaran 2017 – 2019, memang belum ada aplikasi yang digunakan untuk tata kelola pengelolaan Dana BOS. Namun, mulai 2020, 2021, dan 2022 tata kelola dana BOS sudah menggunakan Aplikasi SIPBOS Kemendagri (2020, 2021) dan Aplikasi Arkas Kemendikbud (2022).
Berdasarkan hal itu, Andi mengatakan, Dinas Pendidikan Provinsi Kepri telah melakukan pembinaan melalui sosialisasi dan bimbingan pengelolaan dana BOS, agar penggunaan dana sesuai dengan petunjuk teknis.
Selain itu, Inspektorat Provinsi juga telah melakukan audit setiap tahunnya, walaupun belum semua sekolah. Hal yang diaudit antara lain, kelengkapan dokumen.
“Jika ada yang tidak sesuai dengan ketentuan wajib dikembalikan,” ujar Andi.
Kendati demikian, Andi tak menafikan faktor lain, seperti gratifikasi. “Tapi ini terkait dengan personal, dinas pendidikan belum bisa mendeteksi praktek gratifikasi itu, hanya bisa mengimbau untuk tidak menerima gratifikasi,” ujarnya.
Lalu seperti apa sebenarnya mekanisme pengawasan pemanfaatan dana BOS serta sistam pelaporannya? Andi menjelaskan, diawali dengan proses perencanaan dengan melakukan penelaahan RKAS BOS sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan.
“Untuk 2023 sudah menggunakan Rapor Pendidikan, Perencanaan Berbasis Data,” ungkapnya.
Kemudian, saat penggunaan dana, maka dilakukan monitoring belanja dana BOS (mulai dari kelengkapan SPJ, kuitansi, faktur, surat pesanan, dokumen pendukung), dan belanja dana BOS melalui aplikasi SIPlah.
“Semuanya harus sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Untuk sistem pelaporan penggunaan dana BOS, Andi menjelaskan, saat ini, melalui aplikasi Arkas dan harus tepat waktu.
“Jika tak melapor, maka tidak dapat dana BOS tahap berikutnya,” ujar Andi.
Ia juga menjelaskan pencairan dana BOS melalui tiga tahapan. Pertama, 30 persen, kedua 40 persen, dan ketiga sisanya tahap 30 persen. “Kami di Dinas Pendidikan tetap melakukan monitoring semua itu,” ujarnya.
Di Permendikbud Nomor 2, kata Andi, ada larangan yang jelas dalam penggunaan dana BOS. Antara lain, dilarang melakukan transfer ke rekening pribadi atau lainnya untuk kepentingan selain penggunaan dana.
Kemudian, dilarang membungakan dana BOS untuk kepentingan pribadi; dilarang meminjamkan kepada pihak lain; membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas satuan pendidikan; membiayai kegiatan dengan mekanisme iuran; membeli pakaian, seragam, atau sepatu bagi guru atau peserta didik untuk kepentingan pribadi yang bukan inventaris Satuan Pendidikan; memelihara prasarana Satuan Pendidikan dengan kategori kerusakan sedang dan berat; dan membangun gedung atau ruangan baru.
“Pembelian kendaraan operasional sekolah juga tidak diperbolehkan, karena tidak ada dikomponen pembiayaan dana BOS,” tegas Andi.
Lalu benarkah persentase pemanfaatan untuk gaji honorer bisa lebih dari 50 persen? Selebihnya untuk kegiatan operasional sekolah lainnya? Andi menyebutkan, pembayaran honor paling banyak 50 persen dari keseluruhan jumlah alokasi dana BOS reguler yang diterima oleh Satuan Pendidikan (pihak sekolah).
Pembayaran honor kepada guru juga harus memenuhi syarat, seperti berstatus bukan aparatur sipil negara; tercatat pada Dapodik; memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan; dan belum mendapatkan tunjangan profesi guru.
“Tanpa mengacu pada ketentuan itu tak bisa,” tegasnya.
“Sekali lagi, semua proses itu diawasi dan audit dilakukan oleh Inspektorat setiap tahun di semua sekolah,” ujarnya.
Pengawasaan Lemah
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Batam, Aji Sastrio Prakoso melalui penyidik Pidsus Dedi Simatupang, tak membantah dana BOS mudah diselewengkan. Penanganan dua perkara penyalahgunaan dana bos di Batam harusnya bisa menjadi pelajaran bagi sekolah-sekolah lain agar tak main-main.
“Kemungkinan terjadi di sekolah lain pasti ada. Salah satu faktor penyebab dana ini mudah diselewengkan karena pengawasan dan regulasi dari pemerintah yang masih lemah. Harusnya, ini jadi bahan evaluasi dan pembelajaraan, sehingga tak lagi diselewengkan,” ujar Dedi.
Lalu apakah Kejari Batam tak berniat melanjutkan penyelidikan dugaan korupsi di sekolah lainnya? Mengingat kemungkinan terjadi penyalahgunaan dana BOS di sekolah lain juga ada. Dalam hal ini, Dedi tak bisa memberi jawaban pasti. Karena untuk melakukan penyelidikan dugaan korupsi di sekolah yang sama butuh waktu yang cukup panjang. Sementara sumber daya manusia (SDM) untuk penyidik pidana khusus di Kejari Batam sangat terbatas.
“Untuk sekolah lain saya belum bisa komentari. Karena untuk sampai ke kesimpulan adanya penyalahgunaan itu harus punya bukti dan data. Dan untuk mendapatkan itu semua butuh proses panjang,” imbuhnya.
Dijelaskan Dedi, ada dua faktor kenapa dana Bos atau komite mudah diselewengkan, yang pertama karena sengaja, meski tahu itu salah, faktor kedua mengerti namun lalai, teledor, boros.
“Namun intinya penyalahgunaan itu karena tahu, tapi ada yang kurang paham. Dalam dua perkara korupsi dana BOS di Batam, modus operandinya hampir sama. Yakni melakukan markup, minta fee yang harusnya bisa untuk operasional sekolah,” jelas Dedi. (*)