batampos– Iswandi, 53, dan Bambang Mardianto, 39, penyebar informasi bohong atau hoaks terkait penangkapan dan pemeriksaan Ustaz Abdul Somad saat kericuhan di Rempang mengakui perbuatannya salah.
Sebelum memposting di akun media sosialnya (medsos) masing-masing, pelaku sempat mengedit dengan menambahkan narasi. Namun, pelaku tidak mencari tau sumber dan kebenaran informasi video tersebut.
“Saya terpancing karena ada informasi bahwa Pak Ustad dipanggil Polda Kepri. Jadi saya lakukan hanya karena pendukung fanatik Ustad Abdul Somad,” ujarnya di Mapolda Kepri, Jumat (29/9) siang.
Iswandi mengaku sempat menambahkan narasi di konten video yang didapatkan dari ponselnya. Kemudian ia kembali mengunggah video tersebut di akun Tiktoknya.
“Saya sangat bersalah. Karena tidak terlebih dahulu memastikan kebenaran informasi tersebut,” kata warga Tanjung Riau, Sekupang ini.
Hal senada dikatakan Bambang Mardianto. Ia juga mengaku mengunggah berita hoaks diakun Facebooknya setelah mendapatkan video pemanggilan dan pemeriksaan Ustad Abdul Somad di Polda Kepri.
“Saya dapat video itu. Jadi saya memposting kembali di Facebook saya, ternyata berita itu tidak benar adanya,” katanya.
Direskrimsus Polda Kepri, Kombes Nasriadi Nasriadi mengatakan penangkapan tersangka dilakukan setelah Tim Patroli Cyber Ditreskrimsus mendeteksi adanya penyebaran informasi yang mengarah ke sara dan ujaran kebencian.
BACA JUGA:Â Informasi Tentang Rempang Beredar Liar, Kapolresta: Saya Tindak Tegas Penyebar Hoaks
“Kita ketahui dari kegiatan patroli cyber. Pelaku mendownload video dan sengaja mengeditnya,” ujarnya.
Untuk itu, Nasriadi mengimbau masyarakat Batam untuk tidak mempublikasikan berita yang tanpa jelas asal-usulnya. Sebab, hal ini dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Jadi kami imbau masyarakat agar bijak dalam bermedia sosial. Jika belum jelas sumbernya jangan langsung dipublikasi,” katanya.
Nasriadi juga mengajak seluruh masyarakat Kepri agar menyaring seluruh informasi yang didapatkan. Serta memastikan kebenaran sumber informasi tersebut sebelum melakukan sharing.
“Apalagi videonya sengaja diubah atau dipotong-potong, itu mengubah makna. Dan jangan menambah narasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan,” tutupnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun. (*)
reporter: yopi