batampos – Peralihan pengelolaan air bersih di Kota Batam dari PT Adhya Tirta Batam (ATB) ke Badan Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum (BU-SPAM) BP Batam yang kemudian melibatkan sejumlah konsorsium dalam bendera Air Batam Hulu (ABHu) dan Air Batam Hilir (ABHi), pada dasarnya tak tidak ada masalah bagi masyarakat. Sebab, hanya satu yang dinanti, siapapun pengelolahnya, air harus tetap mengalir dengan lancar dan dengan kualitas yang baik.
Namun, sejak peralihan terjadi, tak pernah sepi dari persoalan. Mulai dari air tersendat mengalir di berbagai titik dalam hitungan hari, pekan, bulan, bahkan tahunan. Kalaupun mengalir, hanya pada malam hari di jam-jam kritis (dini hari).
Belum tuntas masalah itu, distribusi air bersih juga kerap tersendat karena kebocoran pipa akibat lemahnya koordinasi dengan pihak yang mengerjakan pelebaran jalan, sehingga sering muncul pipa bocor akibat tergaruk alat berat.
Tak hanya itu, tahun lalu, konsumen air bersih Batam dihadapkan pada kualitas air yang terdistribusi kotor dan berbau. Bahkan bercampur dengan cacing.
Lagi-lagi, belum semua persoalan itu tuntas diatasi, terutama pendistribusian air bersih ke titik-titik marginal seperti wilayah Tanjunguncang, Sengkuang, Nongsa, dan sejumlah titik lainnya, konsumen kembali dibuat kesal dengan buruknya kualitas air yang didistribusikan belakangan ini. Warga yang menanti air bersih, justeru malah yang datang air bercampur alga hijau.
BP Batam melalui Badan Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum (BU-SPAM) pun mengklaim, persoalan itu muncul karena gangguan pada pompa injeksi kimia atau dosing pump chemical Instalasi Pengolahan Air (IPA) Duriangkang 5, saat dilakukan commissioning atau serangkaian proses dari instalasi IPA atau Water Treatment Plant (WTP) Duriangkang 5.
Gangguan ini membuat bahan kimia tidak tercampur dengan sempurna dalam proses pengolahan air, sehingga mempengaruhi hasil akhir. Air berubah menjadi hijau.
Commissioning dilakukan setelah pembangunan IPA Duriangkang 5 dengan kapasitas 500 liter per detik selesai. Commissioning dilakukan untuk memastikan seluruh sistem berfungsi sesuai standar.
Commissioning ini juga untuk menguji arah aliran air serta dampak yang ditimbulkan oleh pengoperasian IPA Duriangkang 5.
Selain itu, commissioning juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan distribusi air yang mendesak, salah satunya di wilayah Tanjunguncang.
Pengujian ini juga penting agar distribusi air berjalan sesuai rencana dan meminimalkan potensi masalah di masa mendatang.
”Namun, saat commissioning, terjadi gangguan pada dosing pump, sehingga sekitar 3.600 meter kubik air yang tercampur alga sempat terkirim ke pelanggan,” kata Direktur Badan Usaha SPAM BP Batam, Denny Tondano, Jumat (27/12).
Denny pun menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas gangguan kualitas air yang diterima.
Sebagai langkah mitigasi, BP Batam menghentikan sementara commissioning IPA Duriangkang 5 untuk memperbaiki pompa dosing yang bermasalah.
Selain itu, pihaknya juga melakukan flushing atau tekanan pada sejumlah jaringan utama untuk membersihkan endapan dan kotoran dalam saluran perpipaan.
Flushing dilakukan dengan memberikan tekanan tertentu melalui katup pengurasan guna menghilangkan kerak yang menempel di dalam pipa.
Meski demikian, air bercampur alga yang telah masuk ke jaringan pelanggan membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali ke kondisi normal.
Saat ini, BP Batam sedang melakukan uji kualitas air terakhir untuk memastikan hasil pengolahan telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Jika hasil pengujian memuaskan, IPA Duriangkang 5 akan kembali dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Kota Batam.
Denny menjelaskan, kapasitas IPA Duriangkang 5 sebesar 500 liter per detik. Itu diharapkan mampu meningkatkan pasokan air bersih di Batam, yang terus berkembang sebagai salah satu pusat ekonomi utama di Indonesia.
“Dengan beroperasinya IPA ini, kami optimistis kebutuhan air bersih di Kota Batam dapat terpenuhi lebih baik, terutama di daerah-daerah yang selama ini menghadapi kendala distribusi,” kata Denny.
BP Batam berharap masyarakat dapat bersabar selama proses perbaikan dan pengujian berlangsung.
“Kami berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, termasuk memastikan kualitas air yang diterima sesuai standar yang berlaku,” kata Denny.
Ke depan, BP Batam akan terus memantau operasional IPA Duriangkang 5 dan melakukan evaluasi berkala guna mencegah terjadinya masalah serupa. Hal ini merupakan bagian dari upaya BP Batam untuk mendukung kebutuhan infrastruktur dasar yang berkelanjutan bagi masyarakat Batam.
Janji Manis dan Pentingnya Evaluasi Pengelola
Bukan hanya kali ini janji manis akan mengatasi persoalan air bersih dilontarkan BU-SPAM maupun ABHu-ABHi. Sudah kerap terlontar janji manis itu dalam empat tahun terakhir, terutama saat ada persoalan yang menuai sorotan publik.
Bagi Kepala Ombudsman Kepulauan Riau (Kepri), Lagat Siadari, persoalan demi persoalan yang muncul dalam pengelolaan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Batam pasca berakhirnya konsesi lama, adalah bukti kegagalan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Batam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
“Fakta pascakonsesi lama berakhir, kualitas air justru semakin memburuk. Kapasitas pengolahan air yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini jelas kegagalan dalam pelaksanaan SPAM,” tegas Lagat, Jumat (27/12).
Lagat juga menjelaskan, pertumbuhan populasi di Batam yang mencapai 20 persen setiap tahun seharusnya diimbangi dengan peningkatan layanan air bersih. Namun kenyataannya, pengelolaan yang melibatkan pihak ketiga, belum mampu memenuhi ekspektasi masyarakat.
“Banyak warga yang mengeluhkan kualitas air yang tidak layak pakai. Bahkan, ada pengembang perumahan yang sudah lama menunggu sambungan air, tetapi belum mendapatkannya. Hal ini tentu memengaruhi aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Menurut Lagat, situasi ini jauh berbeda dengan era sebelumnya ketika PT Adhya Tirta Batam (ATB) masih memegang kendali.
“Dulu, di bawah kendali ATB, masyarakat mendapatkan air bersih dengan kualitas yang jauh lebih baik. Sekarang, keluhan terus bermunculan, bahkan sudah berjalan empat tahun tanpa perbaikan berarti,” katanya. Ia juga menyoroti dampak buruk dari pengelolaan air yang tidak optimal terhadap masyarakat. Selain kualitas air yang semakin buruk, ketersediaannya pun tidak memadai.
“Kualitas air bersih saat ini bahkan semakin memburuk. Masyarakat sudah sering menyuarakan keluhan mereka, tetapi tidak ada perubahan. Ini jelas tidak adil bagi warga Batam,” tegas Lagat, lagi.
Ombudsman Kepri meminta agar pengelolaan SPAM di Batam segera dievaluasi. Ia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas terhadap konsorsium sebagai pihak yang bertanggung jawab atas buruknya layanan air saat ini.
“Pengelolaan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Pihak ketiga harus dievaluasi karena masyarakat menjadi korban. Kuantitas dan kualitas air adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi,” ujar Lagat.(*)
Reporter : ARJUNA