“Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”. Pesan lantang dari bapak pendiri bangsa, Ir Soerkarno tersebut, gemanya masih terngiang hingga kini. Tak dipungkiri, sejarah memang punya peran signifikan dalam menentukan langkah kehidupan.
Dari sejarah pula kita mafhum, bahwa peradaban ini pernah mengalami pasang surut kegemilangan. Dengan spirit yang sama agar jejak sejarah tak terkikis arus zaman, Kota Batam berupaya menggabungkan keping-keping sejarah dalam bingkai Museum Batam Raja Ali Haji. Lalu, seperti apa koleksi benda-benda bersejarah di dalamnya?
Reporter: Ratna Irtatik
batampos – Museum Batam Raja Ali Haji berdiri megah di sudut alun-alun Engku Putri, Batam Center. Menempati gedung bekas Astaka Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional XXV, bangunan museum terlihat langsung dari tepi Jalan Engku Putri Utara. Dari luar, bangunan museum terlihat artistik, karena menyuguhkan perpaduan arsitektur Melayu dengan Timur Tengah.
Di dalam museum, pengunjung akan langsung disambut dengan selasar panjang, yang memuat beberapa benda. Satu di antaranya, adalah sketsa wajah Nong Isa atau Raja Isa bin Raja Ali Marhum Pulau Bayan.
Nong Isa adalah orang yang diberi mandat oleh Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah dari Kesultanan Riau-Lingga, agar memerintah di wilayah Nongsa dan sekitarnya pada 18 Desember 1829. Tanggal pemberian mandat itu pula yang menjadi tonggak lahirnya Kota Batam dan diperingati tiap tahun sebagai Hari Jadi Batam (HJB), hingga saat ini.
Namun, karena tak ada foto maupun gambar dari Nong Isa, maka untuk mendapatkan petunjuk wajah Nong Isa yang bernama lengkap Raja Isa bin Raja Ali Marhum Pulau Bayan Yang Dipertuan Muda Riau V bin Daeng Kamboja bin Daeng Parani, maka diupayakan oleh seorang pelukis sketsa, Marani.
Adapun, sketsa itu dilukis berdasarkan penggambaran dari Raja Badrillah, salah satu keturunan ke-7 dari Nong Isa. Sketsa itu dilukis berdasarkan penggambaran saat Nong Isa masih muda dan belum mendapat penabalan atau surat kuasa untuk memerintah wilayah Nongsa.
Diharapkan, keberadaan sketsa tersebut menjadi pengingat bahwa kiprah Nong Isa menjadi cikal bakal terbentuknya sejarah pemerintahan awal di Batam pada masa itu.
Saat ini, Museum Batam memiliki 14 khazanah atau tempat menyimpan benda berharga berdasarkan klasifikanya.
Hal ini diharapkan memudahkan pengunjung yang ingin menjelajahi koridor demi koridor berdasarkan perbedaan periode sejarah sesuai khazanah yang ditampilkan tadi.
Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, saat meresmikan pengoperasian Museum Batam pada Jumat, 18 Desember 2022 lalu, berharap agar koleksi benda-benda bersejarah makin bertambah.
Sehingga, sejarah Batam maupun Kepri dapat terdeskripsikan dengan baik di dalam Museum Batam Raja Ali Haji.
“Kami berharap, benda bersejarah peninggalan Batam yang belum ada, bisa segera masuk di museum ini,” kata Rudi.
Kini, beragam koleksi benda-benda yang merupakan peninggalan masa lampau dan juga penanda jejak sejarah pengembangan wilayah Batam, cukup banyak ditampilkan di etalase museum. Misalnya, meriam yang diyakini menjadi saksi perjuangan melawan penjajah.
Menurut literatur sejarah, meriam ini dibawa dari Pulau Buluh ke Belakangpadang sebagai Ibu kota Kecamatan Batam pada dekade 1980-an, di masa Camat Mustafa Saleh.
Meriam itu diletakkan di kantor camat lama. Kemudian, pada tahun 1992, Kantor Camat Belakangpadang dibangun. Baru setelah itu, meriam tersebut pindah ke Sekanak Raya saat kepemimpinan Camat Said Hasyim.
Selain itu, juga terdapat batu bata dari cerobong asap pabrik batu bata Batam Brick Works yang cukup dikenal pada masanya.
Pabrik batu bata pertama di Batam ini didirikan oleh Raja Ali Kelana bersama seorang pengusaha kaya dari Singapura bernama Ong Sam Leong, sekitar tahun 1896 silam.
Koleksi benda-benda tersebut bersanding dengan puluhan peninggalan bersejarah lainnya di dalam museum. Namun, meski telah memiliki beberapa koleksi benda bersejarah, Pemko Batam melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam, tetap mengupakan agar lebih banyak lagi koleksi benda sejarah yang bisa diungkap sejarahnya dan ditampilkan bagi pengunjung.
“Kami sudah berusaha mengumpulkan dan menghubungi orang yang punya koleksi benda peninggalan sejarah,” tutur Wali Kota.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Ardiwinata, menuturkan, museum ini menampilkan sejarah peradaban Batam.
Dimulai dari Batam sejak zaman Kerajaan Riau Lingga, zaman penjajahan Belanda, era Temenggung Abdul Jamal, masa pendudukan Jepang, masa Kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Kabupaten Kepri, Otorita Batam Pertama, era BJ Habibie, Kota Administratif, kemudian sejarah Astaka, Khazanah Melayu, dan infrastruktur atau era Batam sekarang.
Di tiap khazanah, pengunjung akan mendapatkan deskripsi mendetail perkembangan wilayah beserta para tokoh yang berkontribusi di dalamnya.
Pada dinding museum di tiap labirin khazanah, juga dilampirkan beberapa dokumentasi berupa foto serta deskripsinya, sehingga pengunjung makin mudah memahami dinamika sejarah di tiap periodenya.
”Kami menggambarkan kondisi before and after (sebelum dan sesudah) wilayah Batam, sehingga pengunjung mengetahui lebih detail bagaimana pembentukan wilayah Batam hingga menjadi kota metropolitan seperti sekarang ini,” ujarnya.
Museum ini juga menjadi media edukasi bagi masyarakat, khususnya para pelajar untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Batam dari masa ke masa.
Termasuk juga, bagi para wisatawan yang berkunjung ke Batam dan tertarik mengetahui jejak sejarah kota yang bersebarangan dengan negeri jiran, Singapura dan Malaysia ini.
“Pengunjung bisa menjelajahi tiap lorong berdasarkan khazanah tadi. Kami juga menyediakan tour guide (pemandu) jika memang dibutuhkan,” terang Kepala Dinas.
Raih Sertifikat Tipe B dari Kemendikbud Ristek
Sebagai museum yang baru seumur jagung, Museum Batam Raja Ali Haji patut mendapat apresiasi. Betapa tidak, saat usianya belum genap satu tahun, Museum Batam berhasil meraih sertifikat tipe B dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Sertifikat ini diteken oleh Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Judi Wahjudin.
Sebelumnya, museum ini mengikuti standardisasi dan sosialisasi sesuai Pedoman Standardisasi Museum pada Minggu, 20 April 2021 lalu.
“Sertifikat inilah hasilnya, berdasarkan standardisasi museum tahun 2021, Museum Batam sudah memenuhi standar kriteria tipe B,” kata Kepala Disbudpar Batam, Ardiwinata.
Sertifikat ini, sambung dia, juga menandakan bahwa Museum Batam telah memenuhi standar kelayakan menjadi destinasi wisata sejarah di Kota Batam.
Bahkan, pihaknya mengaku terus mengenalkan Museum Batam Raja Ali Haji kepada masyarakat Kota Batam dan Kepri, agar museum ini makin dikenal luas masyarakat, sekaligus mengedukasi tentang sejarah wilayah ini sesuai koleksi yang ada di dalam museum.
Ke depan, Kepala Dinas berharap agar makin banyak koleksi benda di dalam museum. Ia juga meminta masyarakat maupun komunitas yang mengetahui atau menyimpan koleksi benda-benda peninggalan sejarah di Bumi Melayu Batam dan Kepri, untuk berkenan menyumbangkannya ke Museum Batam Raja Ali Haji.
“Tujuannya, agar benda-benda tersebut bisa dikenal luas oleh masyarakat, dan menjadi bahan edukasi bagi generasi muda kita nanti,” jelasnya.
Sebagai informasi, Museum Batam Raja Ali Haji sudah didaftarkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bersama 475 museum lainnya di Indonesia.(*)