Lebaran Idulfitri menjadi momen spesial yang sangat berkesan bagi masyarakat, termasuk orang Melayu di Kepulauan Riau.
Betapa tidak, selain dapat bersilaturahmi dan bermaaf-maafan dengan keluarga maupun kerabat, saat Lebaran juga banyak tersaji hidangan spesial nan lezat.
Tak heran, gempita Lebaran begitu disambut sukacita masyarakat Melayu sejak memasuki penghujung bulan Ramadan.
Reporter: Ratna Irtatik
batampos – Senyum dan tawa terus tersungging di bibir Fara. Bocah berusia 5 tahun itu tengah diajak orangtuanya bersilaturahmi ke rumah kerabatnya di wilayah Batam Canter. Saat itu, tepat hari pertama perayaan Idulfitri.
Tak hanya gembira karena bertemu anak-anak sebayanya di tempat tuan rumah, Fara juga terlihat lahap menyantap aneka hidangan yang disuguhkan di meja makan. Terutama, kudapan yang memiliki rasa manis.
“Selain permen, dia suka makan dodol, kalau Lebaran begini yang dia cari dodol,” ujar Atik, ibu Fara menjelaskan kegemaran putrinya.
Memang, pada momen Lebaran, aneka suguhan dengan beragam citarasa tersaji di meja untuk menyambut keluarga maupun tamu yang datang.
Selepas menyantap aneka hidangan manis, biasanya tuan rumah akan mempersilakan kerabat dan tamunya untuk menikmati hidangan utama. Tentu yang dimaksud adalah ketupat dengan lauk opor ayam.
Menurut Kepala Biro Penelitian, Pengkajian, Penulisan Adat dan Budaya Lembaga Adat Melayu (LAM) Batam, Muhammad Zen, Lebaran memang menjadi momen yang sangat dinantikan masyarakat Melayu sejak zaman dahulu.
Selain dapat berkumpul bersama keluarga dan handai tolan serta bermaaf-maafan, Lebaran juga menghadirkan kegembiraan dengan beragam sajian kuliner khasnya.
“Bagi masyarakat Melayu, biasanya setelah salat Idulfitri di masjid, kemudian setelah itu ada makan bersama dan doa selamat,” tutur Zen.
Ia yang dibesarkan di lingkungan Melayu, tentu masih mengingat betapa Lebaran dapat menghadirkan kebahagiaan bagi yang tua maupun muda.
Bahkan, kata Zen, sejak penghujung Ramadan, gempita menyambut Lebaran sudah sangat terasa.
Misalnya, mendekati malam takbiran, warga biasanya menyiapkan Lampu Colok untuk menerangi depan rumah dan lingkungan sekitarnya. Hal itu berlanjut pada malam takbiran, maka gema takbir juga terdengar mengalun dari berbagai masjid maupun surau.
“Ada juga pas malam takbiran itu keluarga yang usianya lebih muda mendatangi yang tua dengan membawa makanan. Baru besoknya makanan itu bisa ikut dihidangkan saat hari Lebaran,” tuturnya.
Pada pagi hari Idulfitri, warga Melayu biasanya lebih dulu berziarah ke makam kerabat. Itu biasanya dilakukan usai salat Subuh. Baru setelah itu, bersama-sama menunaikan salat Id di masjid.
“Nah, setelah salat Id, baru kemudian bersilaturahmi ke rumah orangtua atau saudara yang lebih tua,” sebutnya.
Adapun, sajian yang biasanya dihidangkan tuan rumah bagi para tamunya, memang cukup beragam. Antara lain, makanan pembuka maupun kue manis. Misalnya, wajik, dodol, kue putu kacang, dan kue bahulu atau yang kini disebut kue bolu.
“Ada juga kue antakesuma yang terbuat dari kentang dan dikasih gula,” kata dia.
Sementara untuk hidangan utama, biasanya ketupat dan opor ayam tak pernah ketinggalan.
Namun, ada juga yang membuat lauk atau sajian pelengkap lainnya. Misalnya serundeng, daging rendang, sambal teri kacang, dan beberapa lauk yang terhidang sebagai pelengkap.
“Aneka makanan lezat itu memang menjadi salah satu hal yang sangat dinantikan saat Lebaran. Makanya, momen Lebaran begitu sangat terasa nuansanya sejak zaman dulu,” terangnya.
Namun, terlepas dari banyaknya sajian di meja makan, satu hal yang tak pernah luput dari Lebaran bagi orang Melayu dan masyarakat muslim pada umumnya adalah momen bersilaturahmi dan bermaaf-maafan.
“Itu yang utama, yang muda datang dan menyalami orang tua atau yang lebih tua untuk memohon maaf, termasuk juga, minta agar makanan dan minuman yang dihidangkan itu dihalalkan bagi yang mau menyantapnya tersebut,” tutupnya.(*)