batampos – Wilayah Kepri kehilangan sekitar 47 persen hutan dari 382 ribu hektar yang terdata. Hilangnya hutan terutama untuk wilayah Batam dan Karimun disebabkan oleh berbagai hal, mulai legal maupun secara ilegal.
Kepala Bidang Tata Kelola Kehutanan dan Pemanfaatan Hasil Hutan DLHK Provinsi Kepri, Bherly Andia, mengatakan, luas hutan di Kepri secara keseluruhan yakni 382 juta hektar. Namun, belakangan pihaknya menemukan sekitar 47 persen hutan sudah hilang atau diokupansi.
“47 persen dari 382 hutan di Kepri, sudah lagi tak berhutan,” ujarnya usai rapat Konsinyering Konsepsi Sinergi Pencegahan dan Penegakan Hukum Pelaku Pengrusakan Hutan yang digelar Ombudsman Kepri di lantai 6 Graha Pena, Batamcenter, Kamis (3/11/2022).
Baca Juga: UMKM Kota Batam Harus Punya ‘Power’
Dijelaskannya, kerusakan atau hilangnya hutan sebagian besar terjadi di Batam Bintan dan Karimun. Ketiga daerah tersebut ditujukan sebagai kawasan tujuan investasi Free Trade Zone (FTZ).
Dimana, kawasan hutan telah digunakan untuk berbagai kepentingan, baik secara legal maupun ilegal. Seperti untuk kawasan industri, pemukiman, perkebunan, pertanian hingga pertambangan.
“Sebagian area yang tidak hutan itu memang sudah ada izinnya dan sebagian lagi memang ilegal. Untuk yang ilegal bisa diantaranya kawasan tambang pasir di kawasan Nongsa,” jelas Bherly.
Baca Juga:Â Dua Penyelundup PMI Ilegal Berkedok Nelayan Diamankan
Adanya peningkatan jumlah penduduk menjadi salah satu potensi semakin hilangnya hutan di Kepri. Apalagi saat ini, tukar guling untuk status hutan sudah tak ada lagi, sehingga kemungkinan hilangnya status hutan akan semakin besar.
“Dan melalui kegiatan bersama Ombusdman ini , saya harap semua pihak dapat sinergi mengatasi ini, sehingga hilangnya hutan di Kepri tidak semkin luas,” ungkap Bherly.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Lagat Siadari, berharap kerusakan atau hilangnya status hutan di Kepri tidak semakin meluas.
Apalagi, hutan memiliki banyak manfaat untuk kelangsungan hidup masyarakat, seperti sumber air bersih, mencegah banjir, udara bersih dan banyak hal lainnya.
Baca Juga:Â Bayangan Resesi Tak Pengaruhi Minat di Sektor Properti
“Disampaikan 47 persen hutan di Kepri diokupasi. Berharap angka ini jangan bergerak lagi. Kalau bisa melakukan perbaikan hutan yang sudah lebih baik. Sebab kalau hutan rusak maka waduk rusak. Air waduk menjadi habis ataupun berkurang. Ini yang kami antisipasi,” ungkap Lagat.
Lagat juga berharap, penegak hukum bisa bergerak cepat untuk menindak pelaku pengrusakan hutan secara ilegal. Terutama pelaku yang membuat hutan rusak dalam aktifitas tambang pasir ilegal.
Baca Juga:Â Banyak Bermodus Barang Pindahan, BC Batam Periksa Truk di Pelabuhan Telaga Punggur
“Berharap adanya penindakan tegas, jangan setiap ganti Kapolda, baru dimulai penindakan. Jangan ada dusta untuk penindakan tegas. Karena itu kami mengundang pemangku kebijakan untuk hadir dan bersinegri mencegah kerusakan hutan,” imbuh Lagat.
Adapun beberapa pemangku kebijakan yang hadir dalam kegiatan tersebut, diantaranya Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XII Tanjung Pinang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Provinsi Kepri, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPN Kepri , Badan Pengusahaan baik Batam dan Bintan, serta lainnya. (*)
Reporter: Yashinta