batampos – Dewan Pengupahan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengadakan rapat terakhir untuk menentukan upah minimum provinsi atau UMP Kepri tahun 2023. Hasil rapat ini kemudian diteruskan kepada Gubernur Kepulauan Riau untuk menetapkan UMP Kepri tahun 2023.
Dalam rapat penentuan UMP Kepri tahun 2023 itu, pemerintah, pengusaha, hingga akademisi sepakat untuk menggunakan formula penghitungan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Sehingga, UMP Kepri tahun 2023 naik 4 persen lebih, menjadi Rp 3.197.322 dari UMP tahun 2022 sebesar Rp 3.050.172.
Begitu juga perwakilan dari buruh yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang sepakat menggunakan penghitungan dengan rumus di PP 36 tahun 2021. Namun, SPSI tetap meminta kekurangan bayar UMP sebelumnya sebesar Rp 158.428 dimasukkan dalam UMP tahun 2023.
Baca Juga: Usulan UMP Kepri Rp 3.192.322, Lalu Berapa UMK Batam?
Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas gugatan yang diajukan oleh buruh terkait UMP sebelumnya. Sehingga, usulan untuk UMP Kepri tahun 2023 dari SPSI sebesar Rp 3.354.750.
Sementara Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) memilih Walkout dari rapat dewan pengupahan. Sebab, mereka dengan tegas menolak penetapan UMP tahun 2023 dengan menggunakan formulasi PP 36 tahun 2021.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Kepri, Mangara Simarmata mengungkapkan, dirinya berterima kasih kepada seluruh anggota dewan pengupahan yang telah hadir. Untuk hasil rapat dewan pengupahan itu, akan secepatnya dikirim ke Gubernur Kepri untuk diambil keputusan.
Bagaimana nantinya keputusan Gubenur Kepri, ia mengungkapkan tentunya Gubernur mempunyai tim ekonomi yang akan memberi masukan-masukan untuk penetapan UMP Kepri tahun 2023 ini. Sebab, hasil penetapan yang diserahkan itu berisi usulan-usulan seluruh pihak yang tergabung dalam dewan pengupahan provinsi.
“Harapan kita semua bisa menerimanya, tidak ada yang keberatan karena memang sekarang ini, sedang tinggi angka pengangguran kita,” katanya.
Baca Juga: Buruh Minta UMK Batam Rp 5,3 Juta
Sementara mengenai dengan sikap FSPMI yang melakukan walkout dan tidak mengisi daftar hadir, ia mengungkapkan bahwa hal itu merupakan hak konstitusi siapapun. Rapat dewan pengupahan akan tetap bisa berjalan jika sudah memenuhi kuorum.
“Ada 23 orang dari tiga unsur tripartit. Jadi lengkap. Semua (yang hadir) sepakat menggunakan PP 36 dan dari pekerja (SPSI) juga sudah sepakat PP 36. Begitu juga Apindo dan pemerintah dengan PP 36. Cuma dari SPSI, dasar perhitungannya saja yang berbeda,” imbuhnya.
Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Kepri dari perwakilan SPSI, Muhammad Herman mengatakan, SPSI tetap berkomitmen untuk menggunakan aturan yang berlaku dalam penentuan upah. Namun, pada tahun 2021 ada perselisihan pendapat antara pekerja, pengusaha dan pemerintah mengenai aturan yang berlaku di tahun 2021.
Sehingga pekerja mengajukan gugatan ke PTUN Tanjungpinang yang dimenangkan oleh pekerja. Selanjutnya, pemerintah dalam hal ini Gubernur Kepri mengajukan banding ke PTTUN Medan atas putusan dari PTUN Tanjungpinang tersebut.
Dimana, hasil dari banding itu dimenangkan kembali oleh pekerja. Hingga akhirnya Gubernur Kepri mengambil langkah terakhir untuk mengajukan kasasi ke MA.
“Hingga kasasi di MA kita menang. Kemudian atas dasar itu, maka kita harapkan UMP 2023 ini menggunakan landasan besaran berdasarkan putusan MA (memasukkan kurang bayar upah ke UMP tahun berikutnya. Jadi SPSI itu simpel saja, kalau kita berselisih, gunakan aturan yang berlaku, maka dengan landasan putusan MA itu muncul angka Rp 3,3 juta,” jelasnya.
Baca Juga: Jalan Batuaji Perlahan Dibuka Jadi Lima Lajur
Ia menambahkan, usulan UMP Kepri sebesar Rp 3,3 juta itu tetap menggunakan rumusan dato PP 36 tahun 2021. Tapi landasan putusan dari MA tahun 2021 tetap dimasukkan.
“Jadi dari kami (SPSI) hanya mengenai perdebatan UMP 2021, kita sudah menang di pengadilan tapi tidak dieksekusi atau dijalankan oleh Gubernur,” imbuhnya.
Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC-FSPMI) Kota Batam, Yapet Ramon, mengatakan, ditolaknya usulan dari FSPMI untuk tidak menggunakan PP 36 tahun 2021, secara tidak langsung mereduksi hak demokrasi dalam bermusyawarah. Sehingga, ia menilai kehadirannya dalam rapat Dewan Pengupahan hanya sebagai simbolis saja.
“Jadi kehadiran kami di rapat itu hanya sebagai simbolis saja. Bahwasanya ini sudah ada PP 36, kalian rapat ikutin saja PP 36,” ujar Ramon setelah keluar dari ruang rapat.
Ia melanjutkan, kondisi di tengah masyarakat setelah adanya kenaikan harga BBM sudah sangat jauh berbeda. Mereka pun, juga telah melakukan survey harga kebutuhan pokok di beberapa pasar di Kota Batam.
Selain itu FSPMI juga mendatangi Badan Pusat Statistik mengenai survey ekonomi nasional yang dilaksanakan secara rutin. Sehingga, kenaikan UMP dengan menggunakan PP 36 tahun 2021 sudah tidak relevan untuk saat ini.
“Kita tetap meminta bahwasanya kenaikan UMP 2023 nanti itu tidak mengacu pada PP 36. Tapi berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” tegasnya.
Dimana saat ini, kata Ramon, inflasi rata-rata sudah diangka 6 persen keatas. Selanjutnya kenaikan upah berdasarkan PP 36 dibawah rata-rata inflasi, akan berdampak pada daya beli masyarakat kedepannya. Meskipun saat ini, pemerintah menggelar pasar sembako murah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Tapi itu kan sifatnya sementara. Sedangkan kita bicara upah itu, kita berbicara satu tahun kedepan,” katanya.
Baca Juga: Industri Maritim Tetap Eksis Ditengah Resesi 2023 Mendatang
Untuk itu, rapat Dewan Pengupahan Provinsi Kepri di tahun ini harus ada sesuatu yang baru dalam penentuan upah ini. Tidak hanya mengacu pada peraturan dari pemerintah pusat.
“Kita yang di daerah ini otomatis sebagai dewan pengupahan kota tidak ada demokrasinya. Kita menyuarakan tapi akhirnya pakai PP 36. Akhirnya dalam hal ini kami sudah bacakan usulan kami itu menjadi suatu sikap atau ditetapkan oleh Gubernur Kepulauan Riau untuk UMP tahun 2023,” katanya.
Ia menambahkan, FSPMI mengusulkan agar UMP Kepri tahun 2023 naik menjadi Rp 3,6 juta atau naik sebesar 13 persen.
Namun, jika tetap menggunakan formula penghitungan PP 36, buruh atau pekerja yang tergabung dalam FSPMI akan terus mendatangi Gubernur. Untuk menuntut agar Gubernur tidak menetapkan UMP tahun 2023 dengan dasar PP 36 tahun 2021.
“Untuk penetapan UMP itu 40 hari sebelum 1 Januari, jadi ada kisaran beberapa hari lagi. Kami akan berupaya untuk setelah (rapat dewan pengupahan) ini tidak sesuai, kita akan ketemu dengan Gubernur dan itu langkah kami selanjutnya,” imbuhnya. (*)
Reporter : Eggi Idriansyah