batampos – PT. Bintan Shipping Bioteknik mengeluh tidak keluarnya Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) selama 14 tahun lamanya. Bahkan lahan yang mereka tempati diketahui masuk dalam kawasan hutan lindung.
Diketahui perusahaan bergerak dalam bidang galangan kapal ini, mengeluhkan belum keluarnya sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) seluas 6 hektar pasca-diberikan pada tahun 2008 atau 14 tahun lamanya.
Padahal semua kelengkapan dan administasi yang terbilang wajib untuk mendapatkan alokasi lahan telah dibayarkan perusahaan tersebut.
“Klien saya sudah melakukan pembayaran sesuai kewajiban namun SHGB tidak kunjung keluar,” ujar Kuasa Hukum PT. Bintan Shipping Bioteknik, Tantimin disela-sela rapat dengar pendapat umum (RDPU), Selasa (13/12/2022).
Baca Juga:Â Imigrasi Batam Sediakan Layanan Paspor on Emergency selama Libur Nataru
Diterangkannta, mulai dari UWTO 30 tahun, terbitkan PL, SPJ dan fatwa planologi yang diperuntukan untuk industri perkapalan.
“Namun hingga saat ini, sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) seluas 6 hektar itu belum juga dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam,” kata dia
Dan sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Mendagri nomor 43 tahun 1977, tertulis pengalokasian lahan diberikan setelah setelah adanya sertifikat HPL.
“Harusnya, BP Batam mensertifikasi itu semua lahan yang di HPL-kan lalu diberikan kepada pihak ketiga. Namun kenyataannya terbalik,” terangnya.
Baca Juga:Â Rapat Persiapan Nataru, Rudi Pastikan Komoditi hingga Keamanan Ibadah Natal Menjadi Prioritas
Bahkan kata dia, karena hal tersebut pihaknya selalu gagal dan tidak bisa masuk dalam lelang pembuatan kapal di Mabes AL, Bea Cukai, Bakamla, hingga Basarnas.
“Intinya klien kami sangat dirugikan oleh adanya hal ini,” tambah Tantimin.
Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto, mengatakan, polemik lahan di Batam ini sangat unik dan panjang. Bahkan kata dia, sangat meresahkan investor.
Mengingat, permasalahan lahan di Batam setiap tahun dalam kondisi yang sama. Mulai dari tumpang tindih lahan hingga belum ‘clear and clean‘ lokasi yang dialokasikan dari BP Batam ke pihak ke tiga dalam hal ini Investor atau pengusaha.
Baca Juga:Â Masjid Tanjak Kembali Dibuka untuk Umum
Hal itu kata dia, memicu permasalahan baru, dimana investor yang akan mengikuti lelang atau tender dalam sebuah proyeknya tentunya mengalami kendala dalam hal legalitas lahan yang dimilikinya.
“Sesuai aturannya, ketika mengajukan sebuah tender di pemerintahan tentunya harus memililiki keabsahan atau legalitas lahan yang ditempati oleh investor,” terang Nuryanto
Ironi nya lanjut Nuryanto, pada September 2022 ada surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia yang mengatakan bahwa lahan yang saat ini ditempati oleh PT. Bintan Shipping Bioteknik, 4 hektar dari total 6 hektar merupakan kawasan hutan lindung.
Baca Juga:Â PT Ciputra Janji Tanjungjawab Perbaiki Rumah Warga Terdampak Pembangunan Apartemen
Padahal alokasi lahan yang diterima oleh Investor ini berasal dari BP Batam. Sehingga sangat meresahkan dan mengganggu iklim investasi di Batam.
“Masalah lahan di Batam ini diduga jumlahnya banyak dan menggantung. Saya merasa sangat sedih sekaligus resah. Seharusnya yang surati oleh KLHK terkait hutan lindung ini adalah pihak BP Batamnya. Dan bukan langsung ke pihak ketiga atau investornya. Dan jangan sampai mengorbankan masyarakat dan investor,” terang Politisi PDI Perjuangan ini.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada BP Batam agar bisa memberikan kepastian hukum dan aturan kepada investor yang ingin berinvestasi.
Baca Juga:Â KSOP Batam: 91 Armada Kapal Siap Layani Angkutan Nataru
“Saya sangat keberatan, karena dalam aturan lahan disini adalah urusanya pemerintah dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dengan BP Batam. Dan jangan langsung ke investor. Saya jugab sarankan pihak KLHK, BP Batam dan Pemko Batam untuk mencari solusi yang terbaik,” terangnya.(*)
Reporter: Azis Maulana