batampos – Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota (CKTR) Batam optimistis 54 persen kawasan hinterlenad akan teraliri air bersih. Sesuai dengan target pembanguan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota Batam yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2021-2024 akan tercapai.
Kepala Dinas CTKR, Suhar, mengatakan, sesuai dengan target RPJMD Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam, sebanyak 54 persen wilayah hinterland di Batam sudah mendapatkan pelayanan air bersih hingga akhir 2024 nanti.
Sementara untuk saat ini capaian sampai 31 Desember 2022 berada diangka 49 persen untuk keseluruhan wilayah hinterland.
“Air bersih kita targetkan di RPJMD itu sebesar 54 persen. Artinya ada 5 persen wilayah lagi yang harus kita selesaikan selama 2 tahun ini, ” tambahnya.
Baca Juga: Ini Motif Korban Bunuh Diri di Sagulung yang Melompat Dari Tower Telekomunikasi
Sementara itu lanjutnya, di tahun 2023 ini pihaknya kembali menambah pemasangan SPAM di tiga wilayah hinterland. Yakni SPAM Sembulang, SPAM Pulau Muan dan SPAM Pulau Seraya Batu Legong, Kecamatan Bulang.
“Kalau ini dapat selesai hingga akhir tahun nanti maka capaian kita sudah 51 persen, ” bebernya.
Disinggung mengenai kesulitan pemasangan SPAM ini, Suhar menjawab, tidak semua pulau di hinterland memiliki sumber air baku yang bisa diolah untuk menjadi air bersih. Sehingga ada namanya interkoneksi antar pulau, dimana akan dipasang pipa besar di bawah laut dari pulau terdekat yang memiliki sumber air baku bersih.
“Sudah banyak yang kita pakai pipa bawah laut ini karena memang tak ada pilihan lain. Sebagai contoh yang sudah dipasang di Pulau Panjang. Kontruksinya juga lebih mahal karena kita memasang pipa di bawah laut,” sebut Suhar.
Baca Juga: Ada 82.590 Penduduk Miskin di Batam
Selanjutnya kesulitan pemasangan spam ini adalah ketika di wilayah tersebut tidak memiliki air baku bersih dan juga tidak ada pulau terdekat yang bisa dipasang pipa interkoneksi. Upaya yang dilakukan kata Suhar adalah dengan mengolah air laut menjadi air bersih dan ini sudah dilakukan di sejumlah wilayah di hinterland seperti Kecamatan Belakangpadang.
Berbeda dengan pipa interkoneksi, pengolahan air laut menjadi air bersih disebut biayanya lebih tinggi lagi. Suhar menyebutkan, satu SWRO untuk kapasitas 5 detik per kubik dikisaran Rp 18 miliar dan ini belum termasuk jaringannya.
“Itu baru bangunan dan mesin pengolahan. Kita pakai alternatif ini karena memang tidak ada pilihan lain, ” ungkapnya.(*)
Reporter: Rengga Yuliandra