Kamis, 28 November 2024
spot_img

Cerai Gugat Dominan di Batam, Dipicu Suami Tak Bertanggung Jawab

Berita Terkait

spot_img
ilustrasi (pexels)

batampos – Bersama sehidup semati menjadi keinginan setiap pasangan. Namun, kenyataan tidaklah selalu seindah harapan. Beberapa pasangan terpaksa harus berpisah karena berbagai alasan.

Seperti yang dialami Yulia, 29, warga Bengkong, Batam. Paras lusuh perempuan muda itu terlihat dari sudut ruang tunggu Pengadilan Agama Kota Batam. Tak banyak bicara, ia mantap menggugat cerai suaminya yang sudah 2 tahun hidup bersamanya.


Yulia melayangkan gugatannya ke Pengadilan Agama Batam. Ibu anak satu itu mengaku sudah tidak kuat dengan kelakuan sang suami berisinial IW, 29. Suaminya dikenal temperamen dan sering main tangan.

“Sudah enggak kuat saya pak. Bukannya nyari pekerjaan, ia malah sering marah dan mukulin saya. Hampir tiap marah saya dipukuli,” ujarnya, Jumat (10/2).

Baca Juga: Laporan KDRT di Batam Minim, Ini Sebabnya

Yulia menceritakan kisah pahit yang dialami rumah tangganya. Dimulai sejak Oktober 2020 lalu. Sejak kontrak kerja suaminya tak lagi diperpanjang, sang suami menjadi pengangguran. Agar dapur tetap ngebul, Yulia rela menjadi tulang punggung. Terlebih, dari pernikahan tersebut, ia dikaruniai seorang anak.

“Ya, sejak habis kontrak itu dia (IW) udah gak mau nyari kerja lagi. Ia selalu habiskan waktu bersama teman-temannya. Sering ketika saya ingatin, dia selalu marah dan mukulin saya,” kenang Yulia.

Bahkan, demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia nekat bekerja serabutan. Seperti berjualan kue dari sekolah-sekolah, membuka titipan anak, hingga berjualan online ia sudah jalani.

“Harapan suami saya berubah, saya bekerja apa saja. Namun, memang tak ada niat dan saya pun juga sudah tidak kuat lagi,” tuturnya.

Hampir sama dengan Yulia, Tuti bukan nama sebenarnya, juga nekat menggugat suaminya karena alasan tidak diberi nafkah. Bahkan, di saat dirinya sibuk bekerja, sang suami malah asyik mabuk-mabukan. Terlebih, banyak orang yang datang ke rumah untuk menagih utang.

“Awalnya BPKB motor yang digadai, lalu hape anak dijual dan uangnya dipakai buat mabuk,” ungkap Tuti.

Baca Juga: Harga Ayam Segar di Batam Kembali Naik

Saat ini, ia bisa bernapas lega, sebab gugatan cerai dirinya telah dikabulkan pengadilan. Selain itu, selama proses gugatan sidang itu dirinya telah pisah ranjang dengan suaminya.

“Yang saya sesalkan tidak ada tanggung jawab dari suami. Bahkan, untuk kebutuhan anaknya sendiri ia lepas tangan,” sesalnya.

Kasus di atas hanya dua dari ribuan kasus perceraian yang terjadi di Batam. Sepanjang 2022 saja, tercatat ada 2.046 kasus perceraian yang diputus oleh Pengadilan Agama (PA) Batam. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan kasus tahun 2021 yang 2.015 kasus.

Bila dilihat dari jenisnya, cerai gugat (istri yang menggugat suami, red) masih mendominasi dengan 1.505 kasus. Sementara dari pihak suami atau cerai talak hanya 541 kasus.

Tak hanya itu, di Januari 2023 saja, sudah ada ratusan warga Batam yang mengajukan pendaftaran untuk cerai ke Pengadilan Agama (PA) Kelas 1 A Batam.

Baca Juga: Siswa Berkeliaran di Jam Sekolah, Masyarakat Curhat ke Polisi

Berdasarkan data dari pengarilan Agama Batam, mulai 1-25 Januari 2023 tercatat sudah ada 254 pendaftaran perkara perceraian. Dari data itu, cerai gugat masih mendominasi yakni 183 kasus, sementara sisanya cerai talak sebanyak 71 kasus.

“Ya, sampai 25 Januari ini kasus yang diterima PA Batam sebanyak 254 perkara, ” ujar Humas Pengadilan Agama Kelas 1A Batam, Azizon, Rabu (25/1).

Menurutnya, dari kasus yang masuk ini sebanyak 67 kasus telah diputus di Pengadilan Agama Batam. Rinciannya, cerai gugat yang diputus 46 perkara dan 21 perkara lain adalah cerai talak.

Azizon membenarkan bahwa pendaftaran perkara perceraian di Batam masih didominasi faktor ekonomi. Sebagian suami dinilai kurang bisa mencukupi nafkah rumah tangganya, sehingga digugat cerai oleh istri (cerai gugat).

“KDRT ada juga, termasuk perselingkuhan atau zina, ” terangnya.

Sementara itu, untuk cerai talak yang paling mendominasi karena perselisihan sehingga menyebabkan pertengkaran terus menerus. Ada juga istri meninggalkan tempat tinggal dalam waktu yang lama, perselingkuhan atau hadirnya orang ketiga atau pria idaman lain dan sebagainya. Sedang kelompok usia yang paling banyak melakukan perceraian di Kota Batam adalah usia muda yakni 25 tahun hingga 40 tahun.

Baca Juga: Harga Beras Premium Naik, Berharap Ada Operasi Pasar

Selain itu, tidak semua perkara yang masuk di putuskan. Buktinya, ada tujuh kasus terdiri dari tiga cerai talak dan empat cerai gugat yang dicabut. Hal ini dilakukan setelah mediasi yang dilakukan Pengadilan Agama Batam, mereka memilih rujuk dan tidak lagi melanjutkan perceraian setelah dimediasi.

“Karena alasan anak juga ada, sehingga mereka mencabut dan tak lagi melanjutkan perkaranya,” ujar Azizon.

Sementara itu, kasus perceraian di awal tahun 2023 yang masuk ke Pengadilan Negeri Batam ada 27 permohonan gugatan cerai. Jumlah itu adalah data permohonan gugatan cerai sejak 1 Januari hingga 9 Februari 2023. Dimana, permohonan perceraian di Pengadilan Negeri Batam adalah untuk agama non muslim, yang juga dominan diajukan istri kepada suami.

Juru Bicara atau Humas PN Batam, Edy Sameapputy mengatakan, gugatan permohonan perceraian di PN Batam cukup tinggi. Pada 2022, tercatat ada 230 permohonan gugatan cerai.

“Dibandingkan tahun 2021, angka perceraian tahun 2022 naik. Tahun 2021 hanya 205 permohonan, namun di tahun 2022, naik menjadi 230 permohonan,” kata Edy.

Begitu juga utuk awal Januari hingga awal Februari, sudah ada 27 permohonan perceraian. Angka ini, termasuk cukup tinggi, karena baru memasuki awal tahun 2023.

“Untuk permohonan gugatan perceraian, didominasi oleh istri. Dari 27 permohonan, 18 diajukan oleh istri dan 9 diajukan suami. Artinya gugatan dari istri lebih tinggi, ” jelas Edy.

Disinggung alasan permohonan gugatan cerai, menurut Edi beragam. Namun kebanyakan alasan perceraian karena beberapa faktor, diantaranya ekonomi, selingkuh, KDRT, hubungan jarak jauh dan lainnya.

“Untuk yang mendominasi ekonomi, KDRT dan selingkuh, serta ditinggal dalam waktu yang lama,” sebut Edy.

Baca Juga: Air Batam Hulu Tutup Seluruh Saluran Potensi Pencemaran

Sebelum sidang utama dimulai, biasanya majelis hakim memberi waktu untuk pasangan suami istri itu untuk berdamai. Salah satu caranya adalah proses mediasi. Namun jika proses mediasi tak berhasil, maka akan lanjut ke proses persidangan.

“Biasanya proses mediasi waktunya satu bulan, namun baru sekali atau 2 pertemuan, pasangan tak mau berdamai dan lanjut ke proses persidangan,” jelas Edy.

Masih kata Edy, kebanyakan permohonan gugatan cerai dilakukan oleh pasangan yang masa pernikahannya kurang dari 10 tahun. Bahkan, di bawah 5 tahun juga banyak mengajukan.

“Tapi ada juga yang sudah lama menikah, kemudian salah satu pasangan mengajukan gugatan cerai,” pungkas Edy.

KDRT Dipicu Ekonomi dan Orang Ketiga

Faktor ekonomi yang mendominasi penyebab perceraian itu juga tercermin dari kasus yang masuk ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Barelang. Unit ini mencatat sepanjang tahun 2022 hanya menangani 3 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sedangkan di tahun 2023, polisi belum menerima laporan kasus.

“Biasanya setiap tahun itu hanya beberapa kasus saja. Seperti tahun lalu ada 3 kasus, dan tahun ini belum ada laporan,” ujar Kanit PPA Satreskrim Polresta Barelang, Iptu Dwi Dea Anggraini.

Dea menjelaskan, dari kasus yang ditangani tersebut, motif KDRT disebabkan beberapa faktor. Seperti faktor ekonomi dan perselingkuhan.

“Dari 3 kasus yang ditangani tahun lalu, satu kasus sudah proses pemberkasan, dan dua kasus masih proses lidik,” katanya.

Dea menduga minimnya laporan kasus KDRT ke polisi karena sudah diselesaikan antara pasutri atau korban langsung menggugat perceraian ke Pengadilan Agama. “Biasanya yang dilaporkan itu sudah fatal. Atau sudah keseringan,” tutupnya. (*)

 

 

 

Reporter : Rengga Yuliandra
Yashinta
Yopi Yuhendri

spot_img

Update