batampos – Temuan limbah glaswool atau busa peredam yang biasanya digunakan di industri galangan kapal di pinggir jalan menuju kawasan galangan kapal Tanjunguncang belum ditindaklanjuti. Tumpukan limbah ini pun semakin meresahkan masyarakat setempat.
Masyarakat melalui perangkat RT/RW hal itu ke Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam dengan harapan segera diangkut dan mencari tahu siapa atau perusahaan mana yang membuangnya.
“Kita berharap ini segera ditanggapi, karena sangat berbahaya limbah ini. Kalau ditiup angin berterbangan sampai ke pemukiman,” ujar Ketua RW 23, Kelurahan Tanjunguncang Muliono.
Senada disampaikan oleh Ketua RT 01 Perumahan Central Park Darma yang berharap agar pelaku pembuang limbah juga harus ditelusuri agar tidak menjadi kebiasaan kedepannya. “Seenaknya saja buang di pinggir jalan. Sampah saja kita larang buang ke pinggir jalan apalagi limbah,” ujar Darma.
Baca Juga:Â Pemandangan Tak Sedap di Sagulung, Sampah Meluber ke Bahu Jalan
Lurah Tanjunguncang Tengku Akbar juga berharap yang sama. Temuan limbah tak bertuan ini sudah dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam dan harapan agar segera ditindaklanjuti demi keamanan masyarakat.
Seperti diberitakan sebelumnya, limbah glasswool atau busa peredam yang biasa digunakan di industri galangan kapal menumpuk di pinggir jalan menuju komplek galangan kapal Jalan Brigjen Katamso, Tanjunguncang. Limbah ini jadi sumber penyakit bagi masyarakat atupun pekerja galangan sebab, sudah rapuh dan berterbangan saat ditiup angin. Masyarakat ataupun pekerja yang melewati lokasi jalan menuju kawasan galangan kapal ini sering menghirup serbuk limbah yang tertiup angin.
Siswono, pekerja galangan kapal yang selalu melewati lokasi tumpukan limbah busa peredam ini mengaku sudah empat hari tersebut menumpang begitu saja di pinggir jalan. Saat hari hujan pengendara aman melintasi lokasi jalannya, namun saat panas terik, udara sekitar berubah jadi badai debu limbah tersebut.
Baca Juga:Â Tinggal di Batam, Sekolah ke Pulau Buluh, Warga Seibinti Minta Bangunkan SD
“Sesak napas kita kalau tak pakai masker. Itu limbah rapuh jadi serbuk kecil dan berterbangan. Itu seharusnya tak boleh dibuang sembarangan. Itu limbah busa peredam di mesin kapal biasanya,” kata Siswono.
Informasi yang disampaikan masyarakat, limbah tersebut diduga berasal dari perusahaan yang melakukan aksi pemotongan galangan kapal. Masyarakat berharap agar instansi pemerintah terkait segera merespon sehingga limbah tersebut segera diatasi.
“Bila perlu kasih sanksi kepada perusahaan yang membuangnya. Ini berbahaya karena serbuk nya itu bahaya sekali,” ujar Agus, warga lainnya.
Seperti diketahui limbah glasswool adalah bahan isolasi yang terbuat dari serat kaca yang disusun menggunakan pengikat menjadi tekstur yang mirip dengan wol atau bulu domba. Prosesnya memerangkap banyak kantong udara kecil di antara kaca, dan kantong udara kecil ini menghasilkan sifat insulasi termal yang tinggi. Jika sudah habis limit pemakaian, maka bahan tersebut akan menjadi lapuk dan sangat mudah diterbangkan angin.
Glasswool tersebut sangat berbahaya terhadap kesehatan, dapat mengakibatkan kulit gatal dan juga iritasi. (*)
Reporter : Eusebius Sara