batampos – Tari Sekapur Sirih sering dipertontonkan atau disuguhkan dalam menyambut tamu. Namun, tari ini bukan sekadar sambutan biasa, ada makna terdalam dari tarian ini.
Begitu musik mengalun indah, para penari mulai masuk beriringan. Gerakan penari dimulai secara pelan dan gemulai. Badan mereka bergerak perlahan dari kanan ke kiri, lalu diiringi gerakan mulai tangan penari.
Penari membuat sedikit gerakan memutar, sehingga pembawa tempat sirih berpindah berada di tengah-tengah para penari lainnya. Lalu, para penari mulai duduk bersimpuh dan merapatkan tangan.
Para penari memulai gerakan gemulai, seolah mengucapkan salam kepada para tamu yang datang.
Gerakan ini, merupakan bagian dari tari sekapur sirih, sebagai penyambut tamu dari dalam negeri maupun luar negeri di Nongsa Digital Park (NDP) belum lama ini. Tarian ini, menuai decak kagum, para tamu dari luar negeri.
Baca Juga: Batam Kawasan Perdagangan Bebas yang Tak Bebas
Beberapa tamu mengeluarkan ponsel dan merekam setiap gerakan para penari yang sedang tampil di hadapan mereka. Tarian ini berakhir dengan pemberian sekapur sirih dengan para tamu.
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Muhammad Zen, mengatakan, ada makna terdalam dalam pemberian sekapur sirih tersebut. Sehingga, sekapur sirih ini tidak boleh diganti dengan apapun.
“Tidak boleh diganti, harus tetap sirih,” ucap Zen.
Ia mengatakan, sejak dulu kala, tradisi menyambut tamu dengan sirih adalah sesuatu yang wajib. Tamu yang datang juga harus mencicipi sirih tersebut.
Rasa sekapur sirih ini, berbagai macam, mulai dari sepat, pedas, asin. Rasa yang bermacam ragam ini, kata Zen, bentuk perwakilan dalam ragam kehidupan yang ada di tanah Melayu.
Baca Juga:Â ASDP Tambah Satu Kapal Rute Punggur-Tanjunguban untuk Mudik
Sehingga, kata dia, tamu yang datang haruslah mengikuti ragam aturan yang ada di tanah Melayu, Batam.
“Sebenarnya tradisi makan sirih ini, tidak hanya ada di Melayu saja. Tapi di beberapa daerah lainnya, seperti Minang juga memberlakukannya,” sebut Zen.
Tari sekapur sirih, kata dia, selalu diperagakan saat menyambut tamu-tamu yang datang. Tari sekapur sirih, secara sekilas tidak ada gerakan yang sulit. Selain itu, tari sekapur sirih juga tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 4 menit saja.
Namun, pakem tarian dan musik lagu ini, tidak boleh diubah. Hal ini ditekankan oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, saat memberikan pengajaran kepada para penari dan penggiat seni.
Penari dan pemilik Sanggar Tari Duta Santarina, Wahyuji Andayani, mengatakan sesuai arahan dari LAM Kepri, gerakan tarian ini tidak dapat dimodifikasi. Begitu juga dengan musik pengiringnya.
“Tari persembahan sekapur sirih ini, oleh LAM Kepri sudah dibakukan, hanya kostum dan aksesoris saja yang tidak ditentukan,” kata dia.
Baca Juga:Â Daftar Tarif UWT 2023 untuk Wilayah Batam Centre
Ia mengatakan, tari sekapur sirih hampir mirip tari gambyong dari Jawa Tengah atau tari persembahan dari Sumatra Barat. Tari ini hanya ingin memberikan persembahan dan menghargai tamu yang datang.
“Tari sekapur sirih ini adalah warisan budaya dan sudah diatur oleh LAM Kepri,” ucap Wahyuji.
Meskipun tarian ini sudah lama, namun tidak ada gerakan yang sulit. Menurut Wahyuji, gerakan tari ini sudah bisa diikuti anak SD, SMP, bahkan SMA. Gerakannya tidak rumit dan gampang diingat.
“Jadi tidak sulit, bisa dipelajari siapa saja,” tegasnya lagi.
Wahyuji mengaku, sudah memperlihatkan tarian ini mulai dari pejabat daerah, kementerian hingga dari luar negeri. “Semuanya sangat menyukai sambutan tarian ini,” ucapnya. (*)
Reporter: FISKA JUANDA