batampos – Sejak tahun lalu hingga triwulan 2023 ini, Kepri tak lagi menjadi primadona investasi. Provinsi Kepri keluar dari 10 besar. Berdasarkan dari realisasi investasi triwulan pertama tahun 2023 kategori Penanaman Modal Asing (PMA), Kepri berada di urutan 13.
Nilai investasi yang dibukukan di triwulan satu 2023 ini adalah 213,9 juta Dollar Amerika dari 985 proyek.
Sedangkan, berdasarkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Provinsi Kepri berada di urutan ke 20. Nilai investasi yang berhasil dibukukan adalah 1.661,1 juta Dollar Amerika dengan 2.181 proyek.
Angka ini dinilai jauh dari target investasi di Kepri. Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas HKI Indonesia, Tjaw Hioeng, mengatakan, perlu kerja keras, dari semua pihak demi meningkatkan nilai investasi di Kepri, baik dari PMA maupun PMDN.
“Ada beberapa penyebab realisasi investasi yang tak maksimal di Kepri,” kata pria yang kerap disapa Ayung tersebut.
Baca Juga:Â Buruh Batam Gelar Aksi, Ini Tuntutannya
Ia mengatakan, sampai saat ini proses penerbitan perizinan masih sangat lambat. Apalagi yang berkaitan dengan perizinan bidang lingkungan. Sehingga, menyebabkan terganggunya investasi di Kepri. Jika perizinan cepat, tentunya investasi bisa digelontorkan.
Ayung melihat, pengurusan izin yang masih bolak balik, dan tidak satu lokasi saja. Ia mengatakan, khusus dari PMA mengurus izin berkaitan lingkungan harus ke Kementerian LHK.
“Sedangkan beberapa provinsi sudah mendapatkan pendelegasian, di Kepri masih belum,” ujar Ayung.
Baca Juga:Â Kasus Laka Lantas di Kepri Naik Selama Momen Mudik
Harusnya problem ini segera diselesaikan. Sehingga, semakin memudahkan para investor. Selain itu, yang dilihat Ayung adalah problem dari PKKPR (Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).
Ia mengatakan, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum tertanam di Online Single Submission (OSS). Sehingga, harus dilakukan secara manual.
“Kami meminta segara tanamkan RDTR-nya di OSS. Sehingga dengan PKKR yang diterbitkan oleh OSS, bisa melanjutkan perizinan berikutnya,” tuturnya.
Baca Juga:Â Ratusan Cosplay Meriahkan Gebyar Hadiah One Batam Mall
Ayung melihat, kecenderungan dari investasi di Kepri, masih bergantung atau mengandalkan Batam. Sehingga, demi pemerataan investasi, Ayung menilai wilayah lainnya perlu dikembangkan sedemikian rupa seperti Batam.
“Ada Bintan dan Karimun. Perlu didorong percepatan revitalisasi BBK, yang menurut kami sangat lama dalam proses penerbitan PPnya,” ujar Ayung
Ia melihat, ekspor triwulan pertama 2023 ini di Kepri naik secara signifikan, jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2022. Ia mengatakan, tahun 2022 ekspor Kepri 4.492,95 juta Dollar Amerika, dan di 2023 menjadi 5.159,95 juta Dollar Amerika.
“Naik 14,85 persen,” ujar Ayung.
Ekspor ini yang cukup tinggi ini, hasil kontribusi dari sektor non migas sebanyak 22,17 persen.
Baca Juga:Â Belarusia Jajaki Peluang Investasi di Batam
“Ekspor mengalami peningkatkan ke Amerika Serikat, triwulan pertama tahun 2023 ini, memberikan kontribusi sebesar 1.030,65 juta Dollar Amerika, atau sebesar 14,76 persen,” ucapnya.
Ayung menilai, kesempatan Kepri masih terbuka. Ia berharap, agar tidak ada ego sektoral yang dapat menyia-nyiakan peluang Kepri.
“Karena banyak sekali request (permintaan) dari para PMA yang ingin berinvestasi di Kepri, yang masih ada hubungan dengan tradewar dan techwar antara US (Amerika Serikat)-China. Saat nya untuk melakukan penyelesaian beberapa permasalahan yang menghambat tersebut,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, mengatakan, bahwa investasi di Kepri berjalan normal. Peringkat Kepri yang melorot dari 10 besar, sudah terjadi sejak 2022 lalu.
Baca Juga:Â BIB Minta Maskapai Tambah Konter Check In di Bandara Hang Nadim
“Posisi Kepri melorot dari biasanya masuk 10 besar turun ke posisi 13. Ini artinya secara daya tarik Kepri sebagai daerah tujuan investasi sudah tidak begitu menarik lagi di mata investor,” kata Rafki.
Alasannya adalah, Kepri kalah bersaing dengan negara tetangga dari Malaysia dan Vietnam, dalam merebut investor. Rafki mengatakan, daerah lain di Indonesia tidak menghadapi persaingan itu.
Investor di daerah lain selain Kepri, mengejar pasar Indonesia yang besar sebagai pelemparan produknya. Sementara investor di Kepri khususnya di kawasan FTZ, tidak bisa menjual produknya ke pasar dalam negeri. Sebab jika dilakukan, akan dikenai pajak.
Sehingga hal ini membuat Kepri menjadi kurang menarik bagi investor asing dan PMDN, yang memang menarget pasar dalam negeri Indonesia. Infrastruktur investasi di Kepri juga terlambat ditingkatkan.
Baca Juga:Â Puncak Arus Balik di Pelabuhan Domestik Sekupang, Ribuan Orang Tiba di Batam
“Sehingga terlanjur kalah duluan dari Malaysia dan Vietnam. Akibatnya investor memilih berinvestasi ke negara negara tetangga ini ketimbang ke Kepri,” tutur Rafki.
Rafki menilai, masalah lainnya di Kepri adalah masalah lahan yang masih dirasa sulit didapat oleh investor. Masih ada persoalan tumpang tindih kepemilikan. Sementara di Vietnam misalnya, masalah lahan ini sudah selesai. Bahkan dijamin tidak akan ada masalah oleh pemerintahnya.
“Investor yang akan masuk diberikan berbagai macam insentif oleh pemerintahnya,” ucap Rafki.
Penyebab lainnya adalah aturan yang masih berubah-ubah dan tumpang tindih, serta ego sektoral lembaga yang mengurusi perizinan, masih membuat investor kesulitan dan kebingungan.
“Kami sudah lama teriak supaya perizinan investasi dimudahkan, tapi sampai sekarang masih saja ada kendala dalam pelaksanaannya,” tutur Rafki.
Jika berbagai masalah ini dibiarkan, akan membuat Kepri semakin ketinggalan dari daerah lain di Indonesia.
“Tidak baik dibiarkan berlama-lama, karena Kepri selama ini mengandalkan investasi sebagai penopang perekonomian,” ujarnya.
Solusinya adalah perizinan yang sederhana, selesaikan persoalan lahan, perbanyak promosi investasi ke luar negeri.
“Lalu percepatan pembenahan infrastruktur,” tuturnya.
Sebagai perwakilan pengusaha, Rafki berharap pemerintah pusat melimpahkan perizinan investasi sepenuhnya ke BP ataupun pemerintah daerah.
“Untuk pemerintah daerah agar bersinergi dengan pusat bagaimana menggenjot supaya investasi bisa mengalir masuk dengan deras. Bagi lembaga lainnya agar program pemerintah untuk mendatangkan investor sebanyak banyaknya benar benar didukung dengan implementasi di lapangan,” ucapnya.
Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas HKI Indonesia, Tjaw Hioeng, menyarankan mengenai optimalisasi Batam, Bintan dan Karimun (BBK). Hal ini demi percepatan pembangunan dan menarik investor datang ke Kepri.
Pakar hukum, Ampuan Situmeang, menilai, realisasi BBK (Batam, Bintan dan Karimun) bisa dilaksanakan. Sebab sudah ada Peraturan Pemerintah no 41 tentang BBK. Hanya tinggal diterbitkannya Keputusan Presiden, untuk menetapkan struktur Dewan Kawasan di BBK.
“Seharusnya dengan ditetapkan Perpu no 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dengan UU no 6 tahun 2023, sudah bisa diterbitkan Kepres yang dimaksud. Karena dalam pasal 74 dan 75, DK (Dewan Kawasan) BBK lah yang mengevaluasi tindak lanjut pembentukan BP BBK jika diperlukan,” ungkap Ampuan.
Ampuan melihat, belum ada tanda-tanda pergerakan dari pemerintah daerah mengusulkan soal BBK ini.
“Karena semua sudah sibuk dalam suasana tahun politik yang sudah makin mendekat, mudah-mudahan saja ini tidak terabaikan,” tuturnya.
Realisasi BBK ini, kata Ampuan tergantung dengan pemerintah daerah. Namun, kata Ampuan saat ini sudah memasuki tahun politik, sehingga tentunya perhatian akan dipusatkan ke arah tersebut.
“Harapan saya ada tim yang bentuk khusus, untuk memperhatikan hal ini. Serta mampu memberikan dorongan dan atau usulan kepada pemerintah pusat tentang hal yang penting ini, sehingga tidak menjadi terabaikan,” ujar Ampuan.(*)
Reporter: Fiska Juanda