batampos– Polda Kepri melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum)memanggil dan memeriksa Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Rempang Cate, Galang, Gerisman Achmad.
Yang bersangkutan dipanggil untuk dimintai keterangan soal adanya laporan bahwa warga Rempang yang tinggal di sana telah merusak ekosistem, hutan dan berada di Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“Benar kami mengundang bersangkutan untuk kami klarifikasi terkait informasi yang kami terima,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, Kombes Adip Rojikan, Selasa (8/8).
Akan tetapi, Adip tidak menjelaskan lebih detail terkait pemanggilan tokoh masyarakat yang dituakan di kawasan Rempang, Galang itu. Pemeriksaan dilakukan guna menelusuri laporan.
Selanjutnya, Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Gerisman Achmad saat dikonfirmasi membenarkan adanya pemanggilan pihaknya oleh Polda Kepri. Ia mengaku, dipanggil dan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian selama lima jam.
“Karena saya yang dituakan jadi saya datang bawa nama keramat (Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan) bulan LSM bukan perorangan,” kata dia.
Ia menjelaskan, pemanggilan dirinya tersebut untuk dimintai keterangan terkait pengelolaan lahan di kawasan Rempang Cate, Kecamatan Galang, termasuk pengelolaan pariwisata di kawasan itu.
“Kami ditanya soal historis kampung dan bagaimana membuka pariwisata Pantai Melayu di sana termasuk menjual tiket,” jelas dia.
Lanjut, pihaknya juga ditanya tentang keberadaan warga yang berada di Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Badan Pengusahaan (BP) Batam yang tidak sah dan telah melakukan aktivitas pembalakan hutan secara liar. Menurutnya, hal itu tidak benar.
“Itu tidak benar, kampung kami ini berdiri sebelum ada kota Batam. Ibu kotanya Kecamatan Belakang Padang. Bahkan ada beberapa kampung sudah ada sebelum Indonesia merdeka tahun 1834 kampung ini sudah ada. Bagaimana BP Batam ini mengklaim bahwa kami berada di HPL BP Batam kan aneh sekali,” kata dia.
Perihal relokasi, pihaknya bersama warga menolak adanya relokasi. Meskipun ia mengaku mendukung pembangunan namun disatu sisi warga tidak ingin dipindahkan.
Warga lokal sudah menempati Rempang sejak tahun 1834. Mayoritas mata pencahariannya, 95 persen adalah nelayan.
“Saya sudah jelaskan juga bahwa kami tidak ingin di relokasi. Itu sudah saya sampaikan saat menjelaskan soal pengelolaan pariwisata di sana,” pungkasnya. (*)
reporter: aziz