batampos – Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meneken aturan terkait Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk pajak bagi karyawan atau pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Aturan tersebut mulai diberlakukan per 1 Januari 2024.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Ketua PC SPL FSPMI Batam Suprapto menilai, aturan terbaru tentang pajak gaji pekerja ini adalah bentuk ketidakadilan yang dialami kaum buruh atau pekerja. Sebab, dalam empat tahun terakhir ini kenaikan upah pekerja sangat kecil dan tahun 2024 upah hanya naik dari 0,5 persen sampai 5 persen. Sedangkan kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat naik lebih besar.
Baca Juga: Arus Balik di PDS Terpantau Lancar, Ribuan Penumpang Tiba di Batam
“Sangat tidak tepat karena tekanan hidup masyarakat sudah berat dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Sebagaimana kondisi saat ini gas naik 16,6 persen, sembako naik rata-Rata 15 persen dan transportasi juga ikut naik dan lainnya. Maka bila ditambah lagi dengan kenaikan PPH 21 maka ini semakin menambah penderitaan kaum buruh/pekerja,” tegasnya.
Menurutnya, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah bagaimana bisa menurunkan harga kebutuhan pokok di masyarakat. Bukan sebaliknya, mengeluarkan kebijakan yang dinilai tidak pro kepada pekerja atau buruh. “Untuk itu kami dengan tegas menolak kenaikan PPh 21 ini,” ucap Suprapto.
Ditambah lagi, di Batam saat ini terjadi kenaikan parkir yang juga sangat memberatkan bagi kaum pekerja, maka sangat tak masuk akal bila pemerintah memaksakan kenaikan PPh 21.
“Saat ini kita sedang konsolidasi, dan tidak menutup kemungkinan kita akan melakukan aksi besar-besaran sebab ini menyangkut nasib kaum Buruh kaum pekerja,” tuturnya.
Baca Juga: Buntut Pencopotan Baliho Prabowo Gibran di WTB, TKD Kepri Laporkan Bawaslu ke Polresta Barelang
Selain aksi, kata Suprapto, pihaknya juga akan terus berjuang menyuarakan lewat media-media dan juga menyuarakan ke universitas-universitas mengenai aturan ini.
Sebagaimana tertulis dalam Pasal 5 beleid tersebut, aturan ini, mulai berlaku tanggal 1 Januari 2024. Belied yang meluncur pada 27 Desember 2023 ini menjelaskan, bahwa tarif efektif pemotongan pajak terdiri atas tarif efektif bulanan dan harian.
Pasal 2 ayat 1 aturan tersebut menjelaskan tarif pemotongan PPh 21 terdiri atas: huruf a tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan; dan huruf b tarif efektif pemotongan PPh 21. Lalu pada pasal 2 ayat 2 dijelaskan tarif efektif pemotongan PPh 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: huruf a tarif efektif bulanan; atau huruf b tarif efektif harian.
“Tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak,” tertulis pada pasal 2 ayat 3 dikutip pada Senin, 1 Januari 2024.
Dalam pasal 2 ayat 4, tertulis kategori tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri atas tiga kategori. Di antaranya huruf a menjelaskan kaktegori A diterapkan atas penghasikan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP seperti tidak kawin tanpa tanggungan; tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang; atau kawin tanpa tanggungan.
Baca Juga: Kadin Kepri Datangkan Investasi Senilai Rp 53 Triliun ke Batam
Pasal 2 ayat 4 huruf b menjelaskan kategori B diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP. Yakni tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang; tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang; kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang; atau kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang.
“Kategori C diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang,” bunyi pasal 2 ayat 4 huruf c.
Sebagaimana contohnya, untuk penghasilan bruto bulanan kategori A Rp5,4 juta tarif pajaknya gratis. Sementara untuk penghasilan Bruto Rp5,4 juta sampai dengan Rp5,65 juta, tarif pajaknya 0,25 persen. Sedangkan penghasilan bruto Rp5,65 juta sampai Rp5,95 juta, tarif pajaknya 0,5 persen dan untuk penghasilan di atas Rp9,65 juta sampai Rp10,05 juta, tarif pajak 2 persen. (*)
Reporter: Rengga Yuliandra