batampos – Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam, Suhar menyebutkan, sejumlah wilayah di Kota Batam seperti Nagoya, Sekupang, Bengkong, Marina dan Batuaji sudah tidak bisa lagi mengandalkan sistem pengaliran secara gravitasi. Oleh sebab itu sudah seharusnya pemerintah daerah memiliki sistem pompa air khususnya bagi wilayah-wilayah yang terdampak dan terpengaruh dengan adanya pasang air laut.
“Ke depan kita lagi mengkaji untuk memakai sistem pompa bagi wilayah wilayah yang terdampak dan terpengaruh pasang air laut ini. Karena kalau hanya mengandalkan sistem gravitasi tentu tak akan menyelesaikan masalah,” ungkap Suhar.
Ia menyebutkan sistem pompa air ini masih dalam tahap kajian dan direncanakan baru diusulkan di tahun 2025 mendatang. Selain karena biayanya yang tidak sedikit, sistem pompa tersebut juga harus memperhitungkan kesiapan drainasenya, termasuk apakah drainase itu sudah permanen atau belum. “Kita rencanakan bertahap mulai tahun 2025,” kata Suhar.
Diakuinya, rata-rata satu lokasi yang memakai sistem pompa ini membutuhkan biaya sekitar Rp 25 miliar hingga Rp 30 miliar, tergantung kesiapan drainasenya. Sementara itu di Kota Batam sendiri hampir seluruh wilayahnya seperti Nagoya, Bengkong, Marina, Sagulung memerlukan sistem pompa ini. “Jadi penanganan banjir ini mesti komprehensif,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang SDA DBMSDA Batam WAN Taufik menyebutkan, berdasarkan data dan peninjauan di lapangan ada 21 titik banjir di Kota Batam. Bila dibanding dengan 2022 lalu, titik banjir ini berkurang signifikan. Dimana berdasarkan data DBMSDA ada 48 titik banjir, secara bertahap berkurang 21 titik banjir dengan adanya program peningkatan drainase.
“Sudah ada program peningkatan drainase dan itu berhasil mengurangi titik banjir tersebut,” ujarnya.
Adapun 21 titik banjir saat ini adalah, Simpang Kepri Mall-Dutamas-Legenda Bali-Legenda Malaka, Simpang Helm -Kawasan Tunas, Jalan depan kantor PDIP–kawasan Samsat, Jalan Depan Villa Panbill, Jalan Trans Barelang (Depan Perumahan Cipta Asri), Jalan Depan SP Plaza, Jalan Depan Villa Muka Kuning, Kawasan Kantor BPJN (Mangsang), dan Kawasan Bengkong Indah/Bengkong Swadebi, Bengkong.
Lalu Rosedale–Citra Indah, Kawasan Marina City Sekupang, Perumahan Green Nongsa City, Kawasan Sei Tering, Kawasan SMPN 28, Kawasan Industri Volex, Kawasan Greenland, Puri Sasmaya Nongsa, Tiban Center, Pondok Pelangi Tiban dan terakhir Jalan R Suprapto depan perumahan Pemda Batuaji.
Wan menyebutkan, berdasarkan fakta dilapangan ada beberapa penyebab banjir diantaranya, perubahan tata guna lahan dari awalnya daerah resapan air jadi daerah terbangun termasuk juga aktivitas cut and fill. Selain itu ada juga karena kurangnya kesadaran masyarakat dengan membuang sampah, membangun di atas drainase dan menutup drainase.
“Ada juga karena pengaruh pasang surut, jaringan utilitas yang di drainase seperti pipa ATB, PLN dan PGN, serta karena curah hujan tinggi dengan intensitas cukup lama, ” terangnya.
Sementara itu data DBMSDA berdasarkan hasil inventarisasi jumlah drainase eksisting yang ada di Batam saat ini adalah drainase primer sebanyak 121 ruas, dengan panjang 108.525 meter lalu ada juga drainase sekunder sebanyak 1065 ruas, dengan panjang 478.890 meter. Dari jumlah drainase eksisting yang ada, seluruhnya masih berfungsi. Namun demikian ada sebagian drainase yang tidak dapat berfungsi maksimal akibat sampah, sedimentasi, dan dimensi saluran yang tak memadai.
“Untuk penanganan tersebut maka dilakukan pembersihan atau pengerukan saluran dengan alat berat. Sedangkan untuk saluran yang tidak memadai dimensinya maka dilakukan pelebaran saluran baik secara permanen (pembangunan fisik) maupun non permanen (normalisasi),” ungkap Wan. (*)
Reporter: Rengga Yuliandra