batampos – Ada dua polemik besar yang dianggap menghambat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) berkunjung ke Kepri, khususnya Batam. Yak-ni tiket feri ke Singapura yang sangat mahal dan juga pemberlakuan Visa on Arrival (VoA). Dimana untuk harga tiket Batam-Singapura pulang pergi sekitar Rp760 ribu dari harga sebelumnya sekitar Rp400 ribu. Sementara VoA sekitar Rp500 ribu.
Tetapi terkait upaya pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait terhadap VoA ini kemungkinan akan membuahkan hasil. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri Guntur Sakti mengatakan bahwa terkait dengan relaksasi kebijakan visa khusus (Short Term Visa) yang telah ditetapkan Kemenhumkam untuk Kepri sudah diperjuangkan. Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, pada 25 April 2024 lalu telah mengirim surat kedua kepada Menparekraf untuk mempercepat usulan pengadaan tarif PNBP Visa on Arival (VoA) 7 hari/short term visa untuk Kepri kepada Menteri Keuangan.
”Jadi surat itu ditembuskan juga ke Menko Perekonomian, Menko Marves, Menteri Keua-ngan, dan Menhumkam,” ungkapnya.
Ia mengatakan, pada Mei 2024 lalu, Menparekraf telah menindak lanjuti surat Gubernur Kepri kepada Menteri Keuangan perihal Akselerasi Permohonan Tarif PNBP Visa Kunjungan saat Kedatangan/VoA 7 hari untuk Provinsi Kepri.
”Perjuangan bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan stakeholder pariwisata di Kepri agar kebijakan Visa untuk Kepri sebagai border tourism, insyaallah akan membuahkan hasil,” kata Guntur.
Ia mengatakan, proses untuk mewujudkan VoA yang murah ini memang tidak mudah dan sebentar, karena harus merevisi Perpres tentang Visa dan Izin Tinggal dan Peraturan Pemerintah tentang PNBP. Dimana ini harus mendapatkan paraf koordinasi dari kementerian dan lembaga terkait, sebelum masuk ke setneg untuk ditanda tangani presiden.
Guntur menyebutkan bahwa skema visa untuk Kepri akan ada dua jenis. Pertama, bebas visa kunjungan (resiprokal) bagi 10 negara ASEAN.
”Kemungkinan para ekspatriat pemegang permanen residen di Singapura pun akan mendapatkan fasilitas kebijakan baru utk masuk ke kepri, persisnya seperti apa kita tunggu regulasinya terbit,” ujarnya.
Kedua, skema Visa on Arrival yang infonya selain existing VoA 30 hari dengan tarif Rp500 ribu saat ini, akan muncul skema baru untuk short term visa sebagaimana usulan gubernur dan pemangku kepentingan di daerah dengan skema 7 hari. ”Namun, ada info juga ada skema baru visa singkat 14 hari untuk Kepri yang kepastian soal jenis dan tarif visa baru ini kita tunggu regulasinya terbit,” ujarnya.
Guntur menyatakan, dihadapkan dengan target tinggi yang ditetapkan oleh Menparekraf tahun ini (3 juta wisman), memang kita berharap ada terobosan dan insentif regulasi dari pemerintah pusat untuk memperkuat daya saing Kepri sebagai border tourim. Termasuk perjuangan KPPU dan seluruh stakeholder di daerah agar harga tiket feri internasional bisa turun di nominal yang wajar dan berkeadilan untuk semua.
”Semoga perjuangan kita bersama terkait short term visa untuk Kepri dan penurunan harga tiket feri dalam waktu dekat ini bisa menemui titik terang,” harapnya.
Ia menyebutkan pariwisata Kepri sedang menghadapi kendala pada aksesibilitas (visa dan harga tiket) yang membuat ekosistem pariwisata kita tidak kompetitif dibanding negara negara tetangga yang saat ini aksesibilitasnya makin borderless dan seamless. ”Semoga dalam waktu tidak lama lagi, pemerintah akan menerbitkan regulasi baru terkait visa khusus untuk Kepri. Sebagai border tourism, Kepri membutuhkan spesial regulasi yang lebih localize, segmented, dan customize,” katanya.
Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk, mengatakan, VoA sangat memberatkan wisatawan yang membuat pelaku usaha pariwisata kesulitan untuk membawa masuk wisa-tawan asing ke Batam. Padahal menurut Jadi, dengan free VoA maka negara juga akan diuntungkan. Tentunya dengan semakin banyaknya wisatawan yang datang ke Batam.
”Kalau misalnya seorang turis datang ke Batam, maka hotel akan banyak terisi. Tempat makan akan penuh. Dan ini sudah pasti akan langsung berimbas kepada pendapatan negara. Kan pajak hotel ada, demikian juga makanan dan minuman juga kan dipajak,” katanya.
Menurut Jadi, VoA ini juga akan menghambat penerbangan langsung dari beberapa negara ke Batam. Padahal saat ini Bandara Hang Nadim sedang membuka sejumlah direct fligft dari beberapa negara Asia.
”Kalau misalnya mereka terbang langsung dari Korea atau Jepang ke Batam maka harus bayar Rp500 ribu. Nah setelah berlibur di Batam, dan mereka hendak ke Singapura dan ingin ke Batam lagi maka kena lagi. Ini sangat berat. Bagusan mereka langsung direct flight ke Singapura,” katanya.
Dengan kondisi seperti ini, Jadi pesimis target kunjungan wisata ke Kepri khususnya ke Batam akan terpenuhi. Bahkan hingga Juni ini, jumlah kunjungan wisman ke Batam masih sangat minim. ”Pemerintah harus mencari solusi untuk dua kasus ini, tiket mahal dan VoA. Kalau tidak maka target wisman itu harus direvisi.
Padahal saat ini lebih dari 6 juta wisatawan asing ada di Singapura dan Malaysia. Situasi yang cukup potensial untuk ditarik ke Batam sebagai destinasi pariwisata. Tetapi yang menjadi kendala adalah biaya untuk datang ke Batam yang sudah masuk dalam kategori mahal dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura.
Ketua DPD Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Batam, Andi Xie juga mengatakan kendala untuk mendatangkan wisman saat ini adalah soal tiket mahal dan pembelakuan Visa on Arrival (VoA). ”Data kami, dua bulan lalu, kami hanya mampu mendatangkan seribuan (wisman) aja. Sekarang, masuk high season, harga tiket naik, lang-sung drop. Gimana kita mau nge-push, kondisi sudah berat. Ditambah lagi VoA yang dulunya free, sekarang berbayar Rp500 ribu,” katanya.
Ia berharap pemerintah harus bergerak cepat mencari solusi serta memecahkan masalah. Kemungkinan, ada kesulitan juga dari pihak agen pelayaran. ”Singapura dan Malaysia sekarang lagi booming turis, karena di sana bebas VoA. Mereka bahkan sampai menolak kedatangan turis. Sedangkan di Indonesia sepi. Pemerintah harus mencari solusinya,” kata Andi. (*)
Reporter : Alfian Lumban Gaol