batampos – Setelah banyak perusahaan tekstil kolaps akibat kelangkaan bahan baku, kini giliran maskapai penerbangan yang ketar-ketir gegara tak bisa mengimpor suku cadang.
Peraturan Menteri Perdagangan No 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan Impor, memberlakukan larangan dan pembatasan untuk impor komponen atau suku cadang pesawat. Alasan utama kebijakan ini adalah melindungi industri dalam negeri, sejalan dengan program unggulan Presiden Joko Widodo mengoptimalkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk berbagai produk. Namun, belum setahun berlaku, regulasi ini diubah karena protes pelaku industri.
Melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024, pemerintah membuka kembali impor komponen pesawat. Masalah berlanjut sebab butuh aturan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis (juklak/juknis) peraturan tersebut. Alhasil, impor komponen pesawat tertahan.
Baca Juga:Â Menakar Peluang Calon Kandidat Kuat di Pilgub Kepri
Pencabutan TKDN diakui berdampak pada banyak sektor, baik industri elektronik, baja, plastik, penerbangan, juga energi baru terbarukan. Hal demikian disampaikan oleh Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, Senin (8/7).
Katanya, memang ada masukan dari industri penerbangan yang kesulitan memenuhi suku cadang akibat aturan TKDN. Itu terjadi karena industri penerbangan dalam negeri belum begitu berkembang. Namun, hal itu harusnya menjadi pendorong untuk mengembangkan industri dalam negeri.
“Selain itu, aturan TKDN juga seharusnya tidak kaku. Mungkin ada kelonggaran bagi industri yang belum begitu berkembang. Tapi bagi industri yang sudah berkembang baik, aturan TKDN harus ditegakkan secara maksimal,” ujarnya.
Sememangnya, masalah itu muncul akibat salah kaprah penerapan TKDN. Jika diterapkan dengan benar dan tepat sasaran, efektif untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor. Tetapi, industri lokal belum mampu menyediakan komponen dari permintaan.
Baca Juga:Â Penyelundupan Mobil Rental Keluar Batam, Komplotan Sediakan STNK dan Plat Palsu
Selain industri penerbangan, ada industri dalam negeri–energi baru terbarukan, juga belum begitu tumbuh dan berkembang. Untuk industri seperti ini, mungkin perlu diberikan kelonggaran TKDN untuk sementara.
“Kelonggaran ini sampai nanti industrinya sudah tumbuh dengan baik, maka aturannya perlahan lahan diketatkan seperti industri lain yang sudah berkembang,” kata Rafki.
Dampak TKDN bagi industri dalam negeri akan sangat besar. Para pengusaha sudah melihat efeknya dari serbuan produk impor di Thailand.
“Industri kita tentunya perlu dilindungi dari serbuan barang barang impor murah ini. Karena ada perusahaan yang disubsidi oleh negaranya. Sehingga ketika masuk ke negara kita, harga jualnya begitu murah. Jika industri dalam negeri tidak dilindungi dengan kebijakan TKDN, maka kita khawatir industri dalam negeri bisa hancur,” katanya.
Spesifik di Batam, tak sedikit perusahaan atau industri bergerak di sektor-sektor yang diterangkan di atas. Kekhawatiran muncul, takutnya kemungkinan terburuk berlaku buat lini industri di Bandar Dunia Madani ini.
Baca Juga:Â Denda Belum Diterapkan, DPRD Sebut DLH Batam Tak Serius Jalankan Perda Persampahan
Mengenai berapa jumlah perusahaan di Batam yang jadi pemasok buat perusahaan-perusahaan besar atau Penanaman Modal Asing (PMA), Apindo Batam belum mendapat jumlahnya. Begitu pula dengan berapa jumlah karyawannya.
“Terkait itu belum kita petakan. Namun yang jelas ketika industri dalam negeri tidak dilindungi, maka produk impor akan menyerbu. Sehingga insentif PMA melakukan investasi di Indonesia termasuk di Batam, akan hilang. Kita khawatir hilangnya insentif investasi itu akan membuat investasi ke Batam akan menurun. Akibatnya pengangguran akan melonjak,” ujarnya. (*)
Reporter: Arjuna