Kamis, 7 November 2024

Obral Tahanan Kota di Pengadilan Negeri Batam

Berita Terkait

spot_img

batampos – Hilangnya Mahmoud Abdelazis Mohmmed, nakhoda MT Arman 114, memicu banyak spekulasi. WNA asal Mesir ini menghilang menjelang vonis. Akibatnya muncul spekulasi, tahanan kota mudah didapatkan.

Masih segar diingatan, terdakwa Mahmoud Abdelazis Mohmmed, warga negara Mesir divonis tujuh tahun penjara oleh PN Batam pada Rabu (10/7) lalu. Ia dinyatakan melanggar tindak pidana lingkungan hidup. Vonis ini sama persis dengan tuntutan jaksa.

Tapi yang menarik adalah vonis tersebut dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa di persidangan. Mahmoud Abdelazis Mohmmed yang merupakan Kapten kapal tanker MT Arman 114 sudah kabur dan tidak diketahui keberadaannya. Bahkan ia sudah kabur sebelum vonis di pengadilan. Tidak ada yang tahu keberadaanya. Ini sangat aneh, dan belum pernah berapa terdakwa tidak ditahan, layaknya terdakwa tindak pidana umum lainnya. Dan pada beberapa kasus, terdakwa yang tidak ditahan selama menjalani sidang akan divonis ringan.

Misalnya perkara yang menjerat Lia Novianti, pemilik Bintang Batam Bar (BBB) yang berada di Kampung Bule, Lubukbaja dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak karena dinilai mempekerjakan anak di bawah umur sebagai penerima tamu. Perempuan yang sebelumnya ditahan dari Kejaksaan Negeri Batam mendapat pengalihan tahanan dari Majelis hakim PN Batam, untuk menjadi tahanan rumah.

Dalam proses persidangan, jaksa juga sempat mengungkapkan bahwa Lia tak kooperatif karena meninggalkan rumah tanpa izin untuk makan malam bersama artis. Pada April 2024 majelis hakim PN Batam memvonisnya 1 tahun penjara, lebih ringan 3 tahun dari 4 tuntutan jaksa.

Kemudian perkara Mus Mulyadi, Direktur Utama PT Jasa Mulya Maritim (JMM) status tidak ditahan, yang menjadi terdakwa pengelapan uang rekan bisnis Rp5,5 miliar.

Divonis oleh ketua majelis hakim David P Sitorus dengan 3 bulan penjara. Vonis hukuman itu juga lebih ringan dari 6 bulan tuntutan jaksa. Kemudian terdakwa Riki Lim, pengusaha properti yang didakwa dengan tindak pidana pengrusakan, divonis lepas oleh majelis hakim karena menilai perkara Riki Lim tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan alias onslag. Vonis tersebut juga jauh dari tuntutan jaksa 1 tahun dan 6 bulan.

Vonis ongslag atau lepas dari tindak pidana juga dijatuhkan hakim David terhadap Roma Nasir Hutabarat. Direktur PT Batam Riau Bertuah (BBB) ini didakwa dengan tindak pidana penipuan konsumennya senilai ratusan juta. Oleh jaksa Nasir dituntut 1 tahun penjara, namun hakim memvonis lepas terdakwa yang sempat berujung rusuh karena penolakan dari korban.

Selanjutnya perkara Roliati, keuangan PT Active Marine juga menyita perhatian publik. Roliati didakwa karena mencuri uang milik atasannya yang sudah meninggal. Uniknya, pencurian itu dilakukan dari internet banking yang ada di ponsel korban, dengan total kerugian mencapai Rp8,9 miliar. Ia didakwa dengan pasal 363 ini sempat ditahan yang kemudian mendapat pengalihan tahanan dari majelis hakim yang dipimpin Douglas RP Napitupulu.

Dalam vonis, hakim Douglas menyatakan terdakwa Roliati bersalah dan menjatuhkan vonis 1 tahun. Namun, vonis itu tak harus dijalani dengan masa percobaan 2 tahun. Yang artinya Roliati tak mesti menjalani hukuman pidana itu jika dalam dua tahun tak ada tindak pidana serupa. Vonis itu juga lebih ringan dari 5 tahun tuntutan jaksa.

Selanjutnya untuk kasus judi atau 303 KUHP, yang menjerat tiga terdakwa, Han Sing, Kha Khing, dan Memey. Ketiganya tidak ditahan dalam sidang yang dipimpin hakim Bambang Trikoro. Proses persidangan ketiganya sempat berjalan cukup alot, hingga akhirnya Han Sing dan Memey dituntut dengan 1 tahun dan 6 bulan, sedangkan Kha Khing yang merupakan pemain dituntut 10 bulan.

Perkara menjerat Ineke Kartika Dewi, terdakwa penipuan tambang bijih nikel, juga tidak ditahan. Mantan Direktur Ifishdeko telah merugikan korban Rp1,25 miliar. Saat ini proses persidangan terdakwa masih dalam proses keterangan saksi.

Juru Bicara PN Batam, Willy Irdianto, mengatakan bahwa tahun 2023, ada belasan terdakwa yang tidak ditahan.

Beberapa di antaranya berstatus tahanan kota atau rumah setelah dialihkan oleh hakim. Namun ada juga yang tidak ditahan karena sudah tak ditahan dari penyidik, kejaksaan hingga berakhir di Pengadilan Negeri Batam.

“Untuk terdakwa yang tidak ditahan atau status tahanan luar ada belasan. Namun untuk yang tidak ditahan beberapa kategori juga,” sebut Willy.

Menurut dia, kategori terdakwa yang tidak ditahan, hal itu merujuk pada status tahanan terdakwa sebelumnya, baik di penyidik hingga kejaksaan.

“Jadi memang ada terdakwa yang statusnya tidak ditahan, seperti perkara yang menjerat Mahmoud terdakwa pengrusakan lingkungan. Yang bersangkutan tidak ditahan sejak dari penyidik, kejaksaan,” sebutnya.

Untuk total terdakwa yang mendapat status pengalihan tahanan dari hakim PN Batam pada 2023 ada tujuh perkara, sedangkan untuk 2024 ada empat perkara yang tahanannya dialihkan.

“Jumlah ini tak termasuk terdakwa yang tidak ditahan. Karena terdakwa yang dialihkan dengan tak ditahan itu beda. Kalau untuk total pada tahun 2024, lebih dari 10 terdakwa yang statusnya tidak ditahan,” tegas Willy.

Masih kata dia, proses untuk terdakwa mendapat pengalihan tahanan seperti mengajukan permohonan melalui layanan PTSP PN Batam. Kemudian menyertakan alasan kenapa mengajukan pengalihan tahanan, dengan melampirkan bukti pendukung sesuai alasan pengajuan. Seperti pengalihan tahanan karena sakit, harus menyertakan bukti pendukung, penjamin bisa orang atau bisa juga bentuk uang.

“Bukti pendukung sesuai alasan dari pengajuan pengalihan tahanan. Syarat lainnya juga terdakwa tidak berdomisili di luar Batam,” tegas Willy.

Disinggung terkait terdakwa dalam perkara apa saja yang bisa mendapat pengalihan tahanan, menurut Willy tergantung dari kepentingan atau kedaruratan perkara tersebut.

“Mendapat pengalihan tak mesti dinilai dari kasus. Tapi tergantung urgensi perkara. Dan alasan kemanusiaan,” tegas Willy.

Menurutnya, majelis hakim juga punya pertimbangan masing-masing dalam memberi pengalihan tahanan.

Apalagi setiap perkara memiliki kareristik berbeda.

“Tak bisa menjelaskan satu per satu, karena untuk setiap perkara itu punya pertimbangan berbeda,” jelas Willy.

Sementara, Kasi Intel Kejari Batam, Tiyan Andesta, mengatakan untuk tahanan di Kejaksaan Negeri Batam hanya bersifat sementara. Mulai dari proses pelimpahan tahap 2 hingga dilimpahkan ke pengadilan.

“Untuk kejaksaan, status tahanan itu hanya bersifat sementara. Memang di antara yang dilimpahkan ada statusnya tidak ditahan dari penyidik. Untuk data, saya belum pegang,” tegas Tiyan.

Terpisah, praktisi hukum Kota Batam, Fadlan, mengaku heran dengan keputusan tidak menahan sejumlah tedakwa yang akhirnya mempermalukan pengadilan di Indonesia. Khususnya untuk kasus Kapten MT Arman yang kabur dan tidak ikut sidang padahal dituntut tujuh tahun.

”Ini jelas sudah termasuk kategori contempt of court/penghinaan terhadap pengadilan. Perbuatan yang dilakkan oleh terdakwa yang tidak lain merupakan Warga Negara Asing (WNA) meruntuhkan marwah dan wibawa pengadilan. Kita ketahui bahwa kita merupakan negara yang mengedepankan prinsip supremasi hukum. Yang lebih mengkhawatirkan lagi saat ini telah menimbulkan asumsi liar serta brutal di masyarakat, tentunya ini harus dicegah
demi menjaga kedaulatan penegakan hukum di negara kita,” ujar Fadlan.

”Siapa sih beliau? Sakti bener, bisa menimbulkan kekisruhan seperti ini, saya juga mendukung kiranya majelis hakim yang kelak menjatuhi putusan dapat menjatuhkan putusan ultra petita untuk terdakwa, agar tidak terjadi preseden di kemudian hari bagi pengadilan kita,” tegasnya.

Lebih lanjut, Fadlan mengatakan, dalam hal undang-undang pelayaran sudah sepatutnya nakhoda kapal yang bertanggung jawab. Soal proses penegakan hukum yang sudah bergulir, Fadlan memberikan pendapat, berdasarkan hukum positif sudah se layiaknya terdakwa harus ditahan, apalagi ancaman pidana yang dilakukan diketahui hukumanya lebih dari 5 tahun.

Dasar penahanan ini merujuk kepada pasal 21 ayat 4 KUHAP, apalagi pelanggaran terhadap undang-undang khusus, yanki UU 32/2009 jo Peraturan pemerintah pengganti UU nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Sedari awal sudah seharusnya dalam rangkaian proses penyidikan oleh PPNS KLHK dilakukan penahanan sebab ketika penetapan tersangka sudah jelas ada unsur pasal dan undang-undang yang dilanggar.

”Saat ini timbul pertanyaan besar, mengapa tidak dilakukan penahanan terhadap terdakwa pada saat itu? Ini jelas menabrak acara hukum pidana, jadi sudah sepatutnya dilakukan penahanan terhadap terdakwa, mulai dari penyidik PPNS, kejaksaan dan lalu pengadilan negeri tinggal meneruskan masa penahanan,” ujar Fadlan.

”Dengan tidak ditahannya terdakwa, seharusnya aparat penegak hukum memberikan alasan yang jelas kepada masyarakat, mengapa terdakwa tidak ditahan? Apa karena ada
alasan hubungan bilateral antarnegara, sehingga diskresi penangguhan penahanan dapat dijalankan,” ujarnya.

Soalan putusan in absensia, kata Fadlan, memang itu merupakan kewenangan hakim, namun hal ini akan menjadi preseden penegakan hukum bagi pengadilan Indonesia, dan mungkin saja
ini putusan yang pertama di Kota Batam tanpa dihadiri oleh terdakwa, mirisnya lagi terdakwanya seorang WNA.

”Persoalan tidak sampai di situ saja, jaksa juga akan kesulitan ketika hendak mengeksekusi putusan terhadap terdakwa, sebab keberadaan terdakwa sampai saat ini tidak

diketahui. Di sisi lain, persoalan ini sudah bukan lagi menjadi isu lokal melainkan sudah menjadi isu internasional. Terlebih hari ini, masyarakat cenderung mengamati perkembangan dinamika penegakan hukum di negara kita,” tuturnya.

Sementara, Kepala Kejari Batam I Ketut Kasna Dedi terkait kapten kapal MT Arman yang tidak ditahan itu, mengatakan, telah mengetahui penetapan pemanggilan paksa dari majelis hakim PN Batam untuk terdakwa Mahmoud.

Karena itu, agar bisa dihadirkan dalam sidang selanjutnya, pihaknya telah berkoordinasi dengan instansi terkait mengenai keberadaan Mahmoud.

“Upaya paksa, berarti boleh melakukan penahanan. Karena itu kami akan bersurat ke instansi terkait untuk mengetahui keberadaan terdakwa. Untuk sementara, status terdakwa masih tahap pencarian, belum DPO,” tegas Kasna, Kamis (4/7) lalu.

“Kami sudah menduga dan melakukan antisipasi dengan meminta permohonan penahanan terdakwa tanggal 3 Juni lalu dan disampaikan tanggal 5 Juli. Namun tidak dikabulkan pengadilan,” sebut Kasna.

Perkara kasus kapal MT Arman yang menjerat terdakwa nakhoda kapal Mahmoud Abdelaziz sebagai terdakwa digelar di Pengadilan Negeri Batam. Dalam sidang, Mahmoud dihukum pidana 7 tahun penjara, denda Rp5 miliar subsider 6 bulan.

Sementara kapal MT Arman dan isinya, dirampas untuk negara. Persidangan putusan tetap digelar meski tanpa kehadiran terdakwa hal ini menyita perhatian Anggota DPRD Batam dari Komisi I, Utusan Sarumaha.

“Saya enggak tahu, nih, pasal yang dikenakan terhadap terdakwa itu bisa ditahan apa tidak. Kemudian, kan dia warga negara asing. Artinya, sebenarnya gini, menurut versi saya, karena dia orang asing maka dia semestinya dilakukan penahanan oleh pengadilan,” kata Utusan,
Rabu (10/7). Mengenai sejumlah tahanan kota di PN Batam, DPRD Batam juga turut menyorot.

Terutama untuk kasus kapten kapal MT Arman yang akhirnya kabur dan tidak bisa ditahan.

“Kalau dia lari ke luar negeri, siapa yang bisa ngejar dia ke luar negeri? Itu akan memperlambat, mempersulit, proses peradilan itu sendiri, walaupun memang bisa dilakukan proses peradilan tanpa hadirnya terdakwa,” kata dia.

Ia menambahkan, namun nanti pada akhirnya putusan itu tidak bisa dieksekusi dalam konteks terdakwa dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan, kan sia-sia.

“Uang negara habis tapi tidak memberikan dampak terhadap terdakwa,” jelasnya.

Menurut Utusan, dalam persidangan semestinya kalau memungkinkan pasalnya tindak pidana yang disangkakan itu dapat dilakukan penahanan, maka harus dilakukan penahanan dari awal oleh pengadilan supaya tidak mengganggu proses peradilan yang berjalan.

Tentu, tugas penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan dan penegak hukum lainnya untuk bisa menghadirkan atau menemukan terdakwa itu.

“Sehingga apabila nanti vonisnya terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, maka dapat dieksekusi putusan itu secara sempurna,” sebutnya.

“Saya kira dengan peristiwa ini tentu menjadi pengalaman yang berharga bagi penegakan hukum. Artinya apabila seseorang yang sedang menjalani proses hukum itu bukan orang Indonesia, tentu harus dilakukan penahanan. Kalau yang bersangkutan melarikan diri, maka akan mempersulit penegak hukum dalam menemukan terdakwa atau tersangka itu. Saya kira ini menjadi bahan evaluasi lah,” tutupnya. (***)

spot_img

Update