batampos – Jawad, pencari suaka asal Afghanistan mondar mandir menggunakan sepeda motornya di depan Hotel Kolekta Lubuk Baja, Senin (21/7) siang. Awalnya ia membawa 5 tabung gas melon, kemudian balik lagi dengan 2 air galon.
Barang tersebut ia letakkan ke lobi hotel. Lalu, ia duduk di lantai, tepatnya di dekat pintu masuk hotel. “Mau dijual. Gas itu Rp 25 ribu satu,” ujarnya kepada Batam Pos.
Ia mengatakan barang berupa gas dan air galon tersebut ia jual ke imgran lainnya. Dalam sebulan, ia bisa menjual 40 tabung gas, dan puluhan air galon.
“Alhamdulillah, ada 5 family (keluarga) yang sering beli (gas). Kalau air galon Rp 6 ribu satunya,” katanya sambil menunjukkan uang hasil dagangannya.
Jawad sudah 8 tahun berada di Batam bersama istri dan 4 anaknya. Ia mengaku betah dan tak berfikir untuk pindah ke negara lain, maupun dikembalikan ke negara asalnya.
“Senang di Batam. Tidak mau ke tempat lain,” kata pria 42 tahun ini.
Ia menambahkan, senang berada di Batam karena masyarakatnya yang ramah. Selain itu, ia dapat bekerja dan dengan mudah menghasilkan uang.
“Tapi tidak ada perhatian dari pemerintah. Apalagi semuanya sekarang mahal,” keluhnya.
Sementara Isaq, pencari suaka asal Somalia sibuk memperbaiki dan membersihkan sepedanya di depan hotel. Ia mengaku sudah 12 tahun di Batam dan fasih menggunakan Bahasa Indonsia.
“Tak ada kerja, setiap hari begini saja. Bahasa Indonesia sudah bisa,” katanya.
Ia mengaku para imigran saat ini beralih kebiasaan. Dulunya, di depan hotel banyak terparkir sepeda, namun saat ini para imigran mayoritas menggunakan sepeda motor.
“Sekarang banyak motor. Sepeda sudah disimpan,” katanya.
Hotel Kolekta ini memiliki 127 kamar dan dihuni lebih 100 orang imigran dari berbagai negara konflik. Seperti Afganistan, Irak, Pakistan, dan Somalia.
“Mereka tidak ada larangan keluar hotel. Bebas saja,” ujar salah seorang petugas hotel.
Data dari UNHCR, Imigran di Batam saat ini mencapai 390 orang. Mereka menempati Hotel Kolekta, Lubuk Baja, dan Rudenim Sekupang.
“Terakhir masuk ke Hotel Kolekta ini sebelum corona kemarin. Sampai sekarang tidak ada lagi penambahan,” sambung petugas tersebut.
Public Information Officer UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono mengatakan imigran atau pengungsi di Batam belum memiliki akses untuk hak bekerja secara formal. Mereka masih bergantung kepada pelatihan dan pembiayaan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
“Namun, UNHCR dan para mitra kerja kami, dengan persetujuan pemerintah Indonesia, sebagaimana disampaikan oleh Perwakilan Komisi I DPR dalam Global Refugees Forum di Genewa pada tahun 2019, berupaya untuk menciptakan aktivitas-aktivitas untuk pemberdayaan produktivitas pengungsi,” ujarnya.
Ia menjelaskan aktivitas imigran tersebut utamanya memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat yang memiliki bisnis berskala kecil menengah.
“Pengungsi diharapkan dapat membantu usaha atau bisnis milik masyarakat setempat, dengan skema seperti volunteer, pelatihan, magang. Sehingga pemilik usaha dapat memperoleh produk yang bernilai jual,” katanya.
Dalam aktivitas tersebut, kata Mitra, diharapkan pengungsi dapat memperoleh upah yang setidaknya cukup untuk menopang kebutuhan keseharian mereka.
“Nantinya sebagai kompensasi. Apakah dalam bentuk uang transport, atau uang makan,” ungkapnya.
Dengan bebasnya Imigran tersebut bersktivitas keluar hotel membuat beberapa diantaranya terjerat hukum. Sepanjang tahun ini, 2 Imigran asal Irak dan Afghanistan ditangkap Satreskrim Polresta Baralang.
Imigran asal Irak ditangkap atas kasus penganiayaan dan Imigran asa Afghanistan kasus pencabulan anak di bawah umur.
“Baru itu laporan. Untuk yang terbaru sudah ditetapkan tersangka,” ujar Kasat Reskrim Polresta Barelang AKP Giadi Nugraha.
Ia mengatakan dengan adanya kasus yang melibatkan Imigran ini, pihaknya berkoordinasi dengan Imigrasi dan UNHCR.
“Kita laporkan ke Imigrasi dan UNHCR. Status mereka memang Imigran,” tutupnya. (*)
Reporter: Yofi Yuhendri