batampos – Sejumlah pedagang resah dengan berseliwernya informasi tentang adanya pemetaan hingga pembatasaam produk impor untuk diperdagangkan di Indonesia, termasuk di Kota Batam. Apalagi, Batam sebagai daerah “spesial” yang sebelumnya bisa menjual berbagai produk impor, mulai dari aksesoris, kosmetik, hingga kendaraan dengan harga lebih miring dibanding daerah lain di Tanah Air.
Adi, salah satu pedagang barang impor di kawasan Nagoya, mengaku waswas dengan informasi tersebut. Apalagi, jika ada aturan yang memang membatasi jenis produk impor untuk diperdagangkan di wilayah Free Trade Zone (FTZ) atau zona perdagangan bebas.
“Informasinya macam-macam. Padahal, Batam termasuk daerah FTZ, yang memang daerah perdagangan khusus. Namun, informasi ini membuat pedagang tak tenang,” sebut Adi, kemarin.
Menurut dia, yang membedakan Batam dengan daerah lainnya adalah produk yang dijual lebih murah dibanding daerah lainnya, karena bebas pajak. Namun, pada pelaksaan di lapangan, setiap barang yang masuk dari luar negeri tetap dikenakan pajak.
“Jadi memang Batam tak khusus lagi. Apalagi nanti ada aturan lain yang membatasi produk impor untuk diperdagangkan,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam, Gustian Riau, belum bisa menjelaskan banyak terkait pemetaan produk impor.
“Terkait itu belum bisa dijelaskan, karena besok (hari ini, red) kami baru rapat dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), secara online,” tuturnya.
Dikatakan Gustian, sebagai pemerintah daerah, pihaknya pasti akan mengikuti kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pusat. Namun terkait pemetaan ini, ia belum bisa jelaskan, karena persoalan itu baru akan dirapatkan.
“Untuk informasi lengkap, mungkin nanti setelah rapat kami sampaikan,” ujar Gustian.
Belum lama ini, Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, mengatakan, informasi terkait pembatasan penjualan produk impor yang akan diikuti dengan razia, memang meresahkan sejumlah pengusaha, terutama pedagang. Ia berharap, informasi seperti itu jangan sampai berseliweran luas, sebab akan mengganggu jalannya roda perekonomian. Pengusaha mikro dan kecil bakal terpukul.
”Walaupun dibolehkan melakukan razia, kita berharap instansi yang punya kewenangan untuk itu tidak melakukannya,” kata Rafki, Kamis (25/7).
Jika banyak pedagang yang tutup karena ada isu razia, ini juga merugikan Batam sebagai daerah wisata belanja. Wisatawan yang datang ke Batam tentu akan kecewa apabila banyak toko yang tutup.
Apindo Batam mengimbau, jika ada rencana penegakan aturan tertentu, sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang lebih baik agar mudah dimengerti oleh pelaku usaha. Tentunya, itu tak lepas dengan melakukan pembinaan, bukan malah dengan cara penangkapan.
Menurut dia, banyak pedagang yang mungkin belum tahu bahwa barang yang dijualnya tak kantongi izin tertentu. Instansi terkait harus memberikan informasi soal itu, serta memberikan teguran bila melakukan pelanggaran berulang.
”Jika masih bandel setelah ditegur berkali-kali, barulah langkah penegakan hukum dilakukan. Jadi, tidak seperti razia yang membuat semua pedagang ketakutan. Bahkan, yang belum tentu melanggar pun ikutan tutup karena merasa akan kena dirazia. Jadi hal ini menjadi kontraproduktif,” katanya.
Ia selaku pengusaha melihat, aturan mengenai impor sudah jelas. Termasuk kaitan Batam yang merupakan kawasan FTZ. ”Jika mau mencegah banjir (produk) ke wilayah lain di Indonesia, pintu masuk keluarnya yang harus diketatkan. Bukan merazia pedagang yang ada di kawasan FTZ,” ujar Rafki. (*)
Reporter: Yashinta