Jumat, 22 November 2024

Indonesia Kalah Saing dengan Thailand Soal Kunjungan Wisman, Asparnas Batam: VoA jadi Kendala Utama

Berita Terkait

spot_img
Penumpang kapal feri yang mayoritas adalah wisman asal Singapura dan Malaysia memadati Pelabuhan Internasional Batam Center, Senin (12/2) lalu. Wisman yang ingin mengunjungi Batam dan Kepri terkendala tarif VoA dan tiket feri.
F. Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos – Thailand menjadi jawara di ASEAN dalam hal mendatangkan turis asing. Tercatat, Negeri Gajah Putih itu berhasil menerima 17,5 juta turis pada paruh pertama atau Januari-Juni tahun 2024.

Tingginya angka kunjungan wisman tak lain berkat serangkaian kebijakan yang memudahkan wisatawan mancanegara (wisman) datang ke Thailand. Salah satunya adalah dengan membebaskan visa untuk turis China.


Setelah Thailand, Malaysia berada di posisi kedua dengan 11,8 juta kunjungan turis asing, naik hampir 30 persen dari periode yang sama tahun lalu. Vietnam menduduki peringkat ketiga di ASEAN soal jumlah kunjungan turis asing dengan 8,8 juta pengunjung, naik sebanyak 58 persen dari periode yang sama tahun 2023 lalu.

Sementara Singapura menempati urutan keeempat dengan 8,24 juta kunjungan wisman, meningkat 31 persen dari periode Januari-Juni 2023. Indonesia hanya berada di posisi kelima dengan menerima 6,4 juta kunjungan turis asing, meningkat 21 persen.

Baca Juga: Beli Tiket Kapal Roro Kini Secara Online, Ada yang Baru Tahu Saat Hendak Berangkat

Untuk negara-negara ASEAN lainnya, jumlahnya berkisar antara 3,16 juta kunjungan untuk Kamboja. Lalu 600.000 kunjungan wisman untuk Myanmar.

Data tersebut menjadi tamparan buat pemerintah Indonesia dalam hal mendatangkan turis mancanegara. Memang, banyak yang sudah dilakukan oleh pemerintah guna menggaet wisman, namun itu belum maksimal.

Salah satu kendala minimnya kunjungan wisman ke Tanah Air karena kebijakan VoA yang dinilai memberatkan para turis. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri sudah berkirim surat ke pusat meminta agar ada stimulus VoA. Akan tetapi sampai sekarang itu belum terealisasi.

Ketua DPC Asparnas Batam, Andi Xie menyebut bahwa VoA masih menjadi kendala serius buat iklim pariwisata di Indonesia. Tak sedikit turis yang enggan datang ke Batam lantaran hambatan pada kebijakan itu.

“Kalau bicara faktor penyebab kunjungan wisman di negara kita kalah dengan Thailand, ya, itu karena VoA. Turis realistis, mereka datang ke sini untuk berlibur. Berapa uang yang mereka spend untuk VoA, itu harusnya bisa lebih sedikit jika aturan VoA ini sesuai dengan harapan,” kata dia, Rabu (21/8).

Baca Juga: Bahlil Jabat Ketum Golkar, KPU Batam Tunggu SK Kepengurusan Baru untuk Validasi Dukungan Paslon

Selain itu, strategi-strategi pemerintah pusat dalam hal menggalakkan pariwisata Indonesia juga belum maksimal. Padahal, pemanfaatan teknologi harusnya diterapkan secara baik dan dipastikan dapat menyasar ke para wisman.

Andi menambahkan, setelah pandemi Covid-19, semua negara sudah siap dengan strategi dan cara untuk menghidupkan pariwisata masing-masing. Kebijakan dan dukungan pemerintah negara seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura sangat bagus dan benar-benar terarah.

“Thailand salah satu negara yang ambil langkah tercepat untuk membebaskan visa untuk menyambut tamu. Kemudian hal sama juga dilakukan Vietnam, Malaysia dan Singapura. Negara-negara tersebut mengambil langkah cepet bebaskan visa supaya kapanpun mau berangkat tinggal jalan, dan promosi di media sosial mereka juga sangat bagus,” katanya.

Hingga Juni 2024, Kepri baru berhasil menarik 763.406 wisman, sebuah capaian yang jauh dari target. Angka tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Guntur Sakti, beberapa waktu yang lalu.

Ia menegaskan, bahwa Kepri sebagai salah satu wilayah dengan kontribusi terbesar ketiga dalam menyumbang wisman setelah Bali dan Jakarta, sangat membutuhkan perlakuan khusus, terutama dalam hal kebijakan visa. Salah satu langkah strategis yang diperlukan adalah akselerasi relaksasi Visa on Arrival (VoA) yang lebih variatif dengan biaya yang lebih terjangkau.

“Kepri merupakan destinasi wisata perbatasan yang membutuhkan perlakuan khusus, salah satunya adalah relaksasi VoA. Saat ini, bebas visa untuk 10 negara ASEAN dirasa belum cukup, dan biaya VoA sebesar Rp500 ribu untuk 97 negara dengan masa tinggal 30 hari sangat tidak terjangkau, mengingat karakter wisman yang datang ke Kepri biasanya hanya untuk jarak pendek dengan masa tinggal dua hingga tiga hari,” katanya.

Baca Juga: Parpol Pengusung Tetap Solid Dukung Amsakar-Li Claudia Pasca Putusan MK

Kepri memiliki potensi besar dalam menarik wisatawan, terutama ekspatriat pemegang visa tinggal tetap atau permanent resident di Singapura yang mencapai sekitar 2 juta orang. Guntur menambahkan, akan lebih menarik jika mereka diberikan fasilitas bebas visa kunjungan ke Kepri.

Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing Kepri di tengah persaingan ketat dengan negara-negara tetangga di kawasan yang menawarkan berbagai kemudahan dan stimulus.

Selain itu, banyak lapangan golf dan fasilitas olahraga di Singapura yang akan ditutup karena keterbatasan lahan, memberikan peluang bagi Kepri yang memiliki 10 lapangan golf. Namun, diperlukan insentif regulasi agar peminat olahraga golf lebih memilih Kepri daripada Johor Bahru.

“Kepri memiliki beragam produk dan daya tarik wisata yang semakin menarik, namun dampaknya belum maksimal karena regulasi yang kurang mendukung. Relaksasi kebijakan di sektor keimigrasian melalui skema visa yang lebih murah dan variatif diharapkan dapat meningkatkan daya saing Kepri sebagai destinasi wisata perbatasan dan berkontribusi besar terhadap devisa negara, jumlah wisman, pergerakan ekonomi, dan investasi,” kata Guntur.

Ia berharap, regulasi baru ini segera disahkan oleh Presiden Jokowi agar iklim pariwisata Kepri semakin kompetitif. Selain itu, Guntur juga mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memfasilitasi penurunan harga tiket ferry agar lebih wajar dan adil bagi semua pihak.

Soal pencapaian Thailand, menurut Guntur memang tidak bisa jadi bandingan sepadan dengan capaian satu daerah saja. Bahkan antar negara pun sudah tertinggal jauh.

“Pencapaian Thailand sebagai sebuah negara memang tidak bisa apel to apel dengan pencapaian Kepri sebagai sebuah provinsi. Antar negara saja kita sudah tersalib jauh apalagi dengan Kepri,” ujar dia.

Baca Juga: Beli Nasi Bungkus Dengan Uang Palsu, Warga Batam Dihukum 8 Bulan Penjara dan Denda Rp 100 Juta

Kepri kini terus meningkatkan potensi dan daya saing di sektor pariwisata, baik dari aspek atraksi, aksesibilitas dan amenitas, termasuk juga di aspek SDM dan kelambagaan.

Dulu, lanjut Guntur, pengertian aksesibilitas hanya di maknai sebagai sarana, prasarana dan moda transportasi. Namun paradigma baru aksesibilitas saat ini juga terkait dengan keimigrasian yang terbukti sangat kuat untuk menarik kunjungan wisatawan mancanegara.

“Kita berharap pemerintah bisa menyiapkan skema regulasi visa yang lebih menarik, baik dari segi negara subjek visa, jenis dan tarif visa sehingga iklim pariwisata kita akan lebih kompetitif,” katanya. (*)

 

Reporter: Arjuna

spot_img

Baca Juga

Update