batampos – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah Batam catat ada 36 pasien Demam Berdarah Dangue (DBD) yang ditangani mulai Januari hingga September 2024. Jumlah kasus yang masih tergolong tinggi dan tidak jauh beda dengan tahun 2023 lalu.
Perlu perhatian semua pihak untuk sama-sama menekan penyebaran penyakit yang disebabkan sengatan nyamuk Aedes aegypti ini. Sepanjang tahun ini, penyebarannya masih sama dengan tahun sebelumnya sehingga perlu perhatian yang lebih lagi baik itu untuk memerangi penyakit ini..
“Untuk tiga bulan pertama yang banyak. Ini perlu diwaspadai karena masih musim hujan tentunya masih rawan dengan penyebaran DBD, ” ujar Gumas RSUD Embung Fatimah Batam Ellin Sumarni.
Ancaman mewabahnya penyakit DBD ini jadi perhatian serius masyarakat di Batuaji dan Sagulung. Masyarakat yang resah dengan kerumunan nyamuk dan jentik nyamuk berharap agar program fogging atau pengasapan dari Dinas Kesehatan Kota Batam semakin digencarkan ke depannya.
“Kalau bisa pengasapan kembali digencarkan karena musim hujan ini banyak drainase yang tergenang air. Nyamuk berkeliaran siang dan malam,” ujar Irma, warga Tanjunguncang.
Untuk 36 pasien DBD yang berobat di RSUD sepanjang tahun 2024 ini, satu diantaranya meninggal dunia. Pasien DBD yang berobat ke RSUD ini beragam mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia dan didominasi pasien anak-anak. Pasien yang meninggal dunia bahkan masih berusia lima tahun.
“Jaga kebersihan rumah dan lingkungan dengan pola tiga M Plus (menguras bak penampungan air, mengubur barang bales yang bisa menimbun air dan menutup wadah tampungan air serta penggunaan alat untuk menghindari sengatan nyamuk). Orangtua harus perhatikan betul kesehatan anaknya di rumah,” ujar Elin.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmajardi sebelumnya juga menyerukan hal yang sama. Seluruh lapisan masyarakat diminta untuk waspada dan tetap menjaga pola hidup sehat tadi. Jumantik yang mengawasi kembang biak jentik nyamuk harus kembali diaktifkan.
“Tetap harus waspada. Pola hidup sehat harus diperhatikan betul apalagi selama musim hujan ini,” ujar Didi, belum lama ini.
Disebutkan Didi penyebaran penyakit yang disebabkan sengatan nyamuk aede aegepty perlu diwaspadai. Ini karena peluang mewabah kembali terbuka selama musim hujan ini jika masyarakat lengah dengan kebersihan lingkungan tempat tinggal atau kerjanya.
“Dari Dinkes sendiri kami sudah serukan ke setiap puskemas dan kader (posyandu) untuk kembali aktifkan juru pemantau jentik nyamuk (jumantik) baik yang cilik atau dewasa. Itu yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD ini. Minimal satu rumah satu jumantik,” katanya.
Untuk lingkungan yang belum memiliki jumantik, Didi berharap agar petugas dari Puskesmas segera bergerak memanfaatkan anak-anak sekolah yang ada sebagai jumantik.
“Yang sudah ada diaktifkan lagi dan yang belum segera dibentuk. Ini penting karena kalau ada jumantik dalam rumah tentu lebih efektif karena dia lebih tahu keadaan dalam rumahnya,” katanya.
Jumantik ini terang Didi, tugasnya untuk memantau jentik-jentik yang menjadi bibit nyamuk di rumah. Jika ada maka jumantik akan memberantasnya dengan berbagai cara yang sudah diajarkan. Sementara untuk upaya pencegahan penyebaran penyakit DBD selain fogging dari Dinkes, masyarakat juga dihimbau untuk melakukan pola 3 M plus yang sudah diajarkan yakni menguras, mengubur dan menutup wadah penampungan air serta mengenakan alat pengaman anti nyamuk saat beraktifitas di luar rumah seperti cairan anti nyamuk dan kelambu saat tidur. (*)
Reporter: Eusebius Sara