Rabu, 30 Oktober 2024

Pengusaha Batam Kritik Permintaan Kenaikan UMK 2025

Berita Terkait

spot_img
Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk
Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk. (Antara)

batampos – Permintaan kaum buruh untuk menaikkan UMK Batam tahun 2025 sebesar lebih dari Rp6 juta menuai kritik dari kalangan pengusaha.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk menekankan pentingnya menjaga stabilitas usaha dan menyerukan agar keputusan upah mengikuti aturan pemerintah. Dewan Pengupahan Batam dan Tripartit, yang terdiri dari perwakilan pemerintah, pengusaha, dan buruh, bertugas untuk menentukan upah yang disesuaikan dengan formula yang telah disepakati.

“Pemerintah sudah mengatur tata cara perhitungan UMK, dan kita mengikuti apa yang sudah ditetapkan,” ujarnya, Selasa (29/10).

Baca Juga: DPRD Batam dan Serikat Pekerja Dorong Kenaikan UMK Batam

Semua pihak harus bekerja sama menjaga kondusifitas dunia usaha. Menurutnya, mogok oleh pengusaha maupun buruh akan berdampak buruk bagi perekonomian.

“Kalau pengusaha juga mogok, masyarakat tidak berpenghasilan. Ini akan lebih parah. Maka dari itu, semua pihak harus menjaga kestabilan dunia usaha,” ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid menganggap permintaan kenaikan UMK dari Rp4,65 juta menjadi Rp6 juta tidak berdasar. Kata dia, inflasi Batam terkendali di bawah 5 persen, sementara kebutuhan hidup layak (KHL) sejak 2016 sudah di bawah UMK yang berlaku.

“KHL Batam itu masih di angka Rp3 juta rupiah saja. Artinya dengan upah minimum Rp4,65 juta itu sudah lebih dari cukup untuk pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun,” katanya.

Baca Juga: Sagulung Darurat Sampah, Sampah Berserakan hingga ke Jalan

Dia mengingatkan bahwa upah minimum seharusnya berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, bukan sebagai tolok ukur kesejahteraan seluruh pekerja. Rafki juga menyoroti perbedaan standar hidup Batam dengan daerah metropolitan lain seperti DKI Jakarta yang jauh lebih tinggi.

“Tidak masuk akal menyamakan standar hidup Jakarta dengan Batam. Bahkan dari kasat mata saja sudah terlihat kebutuhan di Jakarta jauh lebih mahal,” katanya.

Menurutnya, UMK yang tinggi akan memberatkan pengusaha dan berpotensi mempersempit lapangan pekerjaan. Kenaikan UMK sebaiknya disesuaikan dengan inflasi karena inflasi mencerminkan kenaikan biaya hidup yang proporsional setiap tahunnya.

Ia menyebut, bahwa menuntut kesejahteraan pekerja tidak hanya melalui UMK, melainkan dengan upah di atas UMK yang bisa disesuaikan dengan struktur dan skala upah di masing-masing perusahaan.

“Apindo seringkali menerima upah yang tidak sesuai ekspektasi, tapi karena sesuai aturan, kita akhirnya menerima dan menjalankannya. Jadi kita harus hormati peraturan yang ada, tanpa memaksakan keinginan kelompok sendiri,” ujar Rafki. (*)

 

Reporter: Arjuna

spot_img

Update