batampos – Praktik jual beli lahan kaveling siap bangun (KSB) masih marak terjadi di kota Batam. Padahal Badan Pengusahaan (BP) Batam telah menghentikan alokasi lahan untuk KSB sejak tahun 2016 silam. Ini mengkhawatirkan karena korban penipuan dari oknum yang menjual lahan KSB akan terus bertambah.
Wilayah Seibeduk dan Sagulung saat ini cukup banyak lahan yang diperjualbelikan sebagai KSB. Padahal sebagian besar lahan ini berada di lokasi hutan lindung. Kawasan perbukitan Mangsang misalkan marak dijadikan lokasi KSB yang diperjualbelikan.
Informasi yang didapat sudah banyak masyarakat yang jadi korban penjualan lahan KSB yang tidak jelas ini. Pembeli lahan KSB terdahulu harus mengelus dada karena lahan KSB yang dibelinya melalui marketing kini telah ditimpa atau ditempatkan untuk orang lain pindahan dari lokasi gusuran lahan pemukiman liar.
“Saya salah satu korbannya. Dulu beli sama marketing 25 juta, tapi sekarang KSB itu sudah ada yang tempati. Katanya relokasi gusuran dari Tanki Seribu. Tak tahu harus kejar kemana. Marketingnya sudah hilang entah kemana. Ini masih ada lagi yang mau jual KSB di lokasi yang sama dengan lokasi relokasi orang gusuran dari Ruli, ” ujar Erna, sumber di lapangan.
Penjualan lahan KSB ini juga marak dipromosikan melalui media sosial. Harga jual yang ditawarkan mulai dari Rp25 juta hingga Rp30 juta per KSB. Akan lebih banyak lagi masyarakat yang akan tertipu jika ini terus dibiarkan oleh instansi pemerintah terkait.
Pemasaran KSB yang belum dilengkapinya legalitas terus berlanjut hingga saat ini. Pemasaran KSB di kelurahan Seibinti, Sagulung juga semakin mengkhawatirkan. Belasan hektare lahan sudah dijadikan KSB dan terus dipasarkan hingga kini.
Praktek jual beli lahan KSB yang mengkhawatirkan ini umumnya bermodalkan kwitansi jual beli. Penjual KSB berdalih dokumen berupa surat Kaveling sedang dalam proses pengurusan. Ini tentunya tidak baik bagi masyarakat sebab bisa saja dokumen yang dijanjikan tidak akan keluar nantinya.
Batam Pos yang menelusuri kembali lokasi lahan KSB Kendal Sari yang diperjual belikan sejak tahun 2019 silam di wilayah Seitemiang menemui persoalan yang sama. Meskipun rumah sudah terbangun namun konsumen hanya mengantongi kwitansi jual beli tadi. Dokumen berupa surat Kaveling sama sekali belum ada. Beberapa konsumen memang meragukan legalitas jual beli KSB tersebut namun sudah terlambat karena mereka sudah membayar lunas kepada pihak yang menjual KSB tadi.
Begitu juga dengan lahan hutan lindung di turunan Bukit Daeng Tembesi yang sebelumnya juga marak diperjualbelikan sebagai KSB. Kelanjutan pematangan lahan sudah tak jelas lagi sebab dibantah oleh instansi pemerintah terkait bahwa lahan tersebut bukan untuk dikomersialkan sebagai KSB. Sebagian warga sudah menyerahkan uang kepada pihak yang menjual sebelumnya sehingga jadi korban penipuan transaksi jual beli KSB bodong.
Pihak BP Batam sebelumnya telah menegaskan, bahwa tak ada alokasi jual beli lahan KSB lagi semenjak dihentikan tahun 2016 silam. Masyarakat diminta untuk tidak terpengaruh dengan tawaran KSB yang marak terjadi belakangan ini.
“BP Batam sudah tidak bertanggungjawab lagi untuk penjualan KSB. Alokasi KSB sudah dihentikan sejak 2016 lalu. Jangan tergiur karena tidak ada legalitasnya,” ujar Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait.
Dalam siaran pers sebelumnya, BP Batam sudah mengeluarkan imbauan kepada seluruh masyarakat Batam agar tidak membeli Kavling Siap Bangun (KSB) yang lokasi lahannya tidak pernah dialokasikan BP Batam sebelumnya. Mengingat BP Batam tidak lagi mengeluarkan izin program KSB usai tahun 2016 silam.
“Tentu menjadi perhatian kami, terkait maraknya promosi jual beli kavling mengatasnamakan KSB, apalagi yang sering kita lihat di media sosial. Kami tak henti-hentinya untuk kembali mengimbau dan mengingatkan kepada masyarakat, agar teliti dan hati-hati terhadap potensi penipuan penjualan kavling ilegal ini.” kata Tuty.
BP Batam menyampaikan hal ini karena tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban penipuan. Tergiur dengan promosi yang murah, karena ingin mendapat hunian dengan mudah, sebaliknya, masyarakat yang telah melakukan transaksi tanpa melakukan verifikasi dokumen legalitas lahannya, menjadi resah karena merugi, dan menyesal di kemudian hari. (*)
Reporter: Eusebius Sara