batampos – Implementasi sistem pengisian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jensi Pertalite menggunakan barcode atau QR Code MyPertamina, menimbulkan polemik di Kota Batam. Meskipun kebijakan ini telah diperkenalkan beberapa bulan lalu, banyak masyarakat yang masih belum memahami mekanismenya.
Area Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sum-bagut, Susanto August Satria, menjelaskan bahwa penggunaan barcode merupakan bagian dari program Subsidi Tepat Pertalite. Program ini bertujuan memastikan BBM subsidi, seperti Pertalite dan Bio Solar, hanya diberikan kepada masya-rakat yang berhak menerimanya.
“Kami telah menyosialisasikan kebijakan ini sejak Agustus 2024, dan pendaftaran pengguna barcode mulai dibuka pada September 2024. Barcode ini berfungsi sebagai alat pencatatan digital untuk memantau distribusi BBM subsidi agar lebih tepat sasaran,” ujar Satria, Kamis (21/11).
Sebagai operator distribusi BBM bersubsidi, Pertamina memiliki tanggung jawab untuk memastikan penyaluran berjalan sesuai peruntukan. Dalam pelaksanaannya, Pertamina berkoordinasi dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), yang berperan sebagai regulator pengawasan distribusi BBM subsidi.
Menurut Satria, pelaksanaan di lapangan terpantau kondusif. Untuk mengatasi kendala yang dialami masyarakat, Pertamina telah menempatkan petugas di setiap SPBU.
“Petugas kami siap membantu masyarakat yang kesulitan mengakses program Subsidi Tepat Pertalite,” kata dia.
Pihak Pertamina terus berkomunikasi dengan pemerintah setempat untuk memastikan kebijakan ini berjalan lancar. Tujuannya agar sistem barcode dapat meningkatkan transparansi dan akurasi distribusi BBM subsidi di Batam, sekaligus mencegah potensi penyalahgunaan.
Seiring dengan pelaksanaan kebijakan ini, masih banyak pemilik kendaraan roda empat di Batuaji dan Sagulung yang mengeluh belum bisa mendapatkan BBM Pertalite. Polemik penerapan sistem pembelian Pertalite dengan barcode yang dijalankan Pertamina Patra Niaga masih terjadi.
Masyarakat yang belum bisa mendaftarkan kendaraannya untuk mendapatkan kode batang tersebut tetap bersitegang dengan petugas SPBU. Protes dan adu mulut antara masya-rakat dan petugas masih terus terjadi.
Sejumlah masyarakat yang dijumpai Batam Pos, terutama di Batuaji dan Sagulung, umumnya menyampaikan keberatan dengan penerapan sistem pembelian Pertalite menggu-nakan barcode yang dilakukan secara tiba-tiba. Banyak yang berharap agar pengurusan barcode lebih dipermudah dengan memperpanjang jam layanan pendaftaran di setiap SPBU. Beberapa juga meminta agar sistem barcode untuk BBM Pertalite diberlakukan merata, termasuk untuk kendaraan roda dua.
”Karena bocoran Pertalite ke pedagang eceran di pinggir jalan justru berasal dari sepeda motor. Banyak motor dengan tangki besar yang bolak-balik mengisi Pertalite di SPBU. Jika penerapan barcode ini untuk mencegah penyelewengan BBM, sistem ini juga harus berlaku untuk motor,” ujar Ardian, warga Batuaji, Selasa (19/11) lalu.
Selain itu, masyarakat berharap agar kebijakan ini didahului dengan sosialisasi yang maksimal.
“Setidaknya, kebijakan ini diuji coba dulu. Tiba-tiba, SPBU sudah meminta barcode. Saya sendiri tidak tahu apa-apa tentang penerapan barcode ini sebelumnya. Bingung harus mengurus ke mana,” kata Herlin, seorang pengendara mobil.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa polemik terkait penerapan pembelian Pertalite dengan barcode masih terus terjadi sepanjang awal pekan ini. Pemilik kendaraan yang belum mengetahui kebijakan ini umumnya protes dan terlibat adu mulut dengan petugas SPBU.
”Banyak yang protes. Kalau sudah tahu, mereka pasti ke jalur Pertamax kalau mobilnya belum ada barcode. Tapi yang tidak tahu langsung antre di jalur Pertalite, akhirnya ribut dengan petugas karena tidak dilayani tanpa barcode,” ujar Agus, petugas SPBU di Tanjunguncang.
Meskipun adanya protes, pihak SPBU tetap menjalankan kebijakan ini. Meskipun diprotes, mereka tetap melayani pembelian Pertalite dengan sistem barcode. (*)
Reporter : Arjuna / Eusebius Sara