batampos – Penyidik pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam akhirnya menetapkan dua tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan anggaran tahun 2016 RSUD Embung Fatimah Batam, Jumat (22/11). Kedua tersangka yang langsung ditahan oleh penyidik itu adalah D dan M, merupakan pensiunan pegawai RSUD Embung Fatimah Batam.
D merupakan Bendahara BLUD (Januari-April 2016) dan selaku Pembantu Bendahara BLUD (Mei-Desember 2016), sedangkan M Kepala Bagian Keuangan RSUD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, keduanya dipanggil untuk memberi keterangan pada Jumat pagi. Namun setelah proses pemeriksaan, penyidik akhirnya menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Proses pemeriksaan keduanya sebagai tersangka selesai pada pukul 18.30 WIB di ruang penyidik Pidsus. Penyidik pun langsung memutuskan untuk melakukan penahanan kepada kedua tersangka. Saat akan digiring menuju mobil tahanan, para tersangka yang merupakan laki-laki dan perempuan tampak menggunakan rompi tahanan Kajari Batam warna merah.
Baca Juga: Elektabilitas Sulit Tertandingi, Ansar-Nyanyang Kuatkan Kemenangan di Pilgub Kepri
Tangan keduanya pun dalam kondisi terbogol. Tak satu patah katapun keluar dari mulut para tersangka saat ditanya bagaimana keterlibatan mereka dalam dugaan korupsi tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi mengatakan penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti yang telah lengkap. Dimana pihaknya sempat memeriksa keduanya dan akhirnya menetapkan sebagai tersangka.
“Hasil penyidikan dengan dua alat bukti, kami menetapkan D dan M sebagai tersangka,” ujar Kasna di ruangan Pidsus.
Menurut dia, dari hasil penyidikan pihaknya menemukan fakta bahwa tersangka B saat itu menjabat sebagai Bendahara BLUD telah melakukan pencatatan belanja BLUD lebih tinggi atau mark-up. Sedangkan M yang merupakan bagian Kepala Keuangan RSUD diduga telah meloloskan verifikasi pertanggungjawaban Bendahara BLUD TA 2016, meskipun mengetahui terdapat transaksi belanja BLUD yang tidak didukung SPJ.
“Ada mark-up di sana. Kemudian melakukan pencatatan ganda bukti pertanggungjawaban belanja obat dan BAP. Kemudian mencatat belanja fiktif, mencatat belanja tanpa SPJ. adi keduanya saling bekerjasama untuk melakukan korupsi tersebut,” ujar Kasna.
Baca Juga: Cari Makan Kambing, Pria di Tanjunguncang Tewas Tersengat Listrik PLN
Dari hasil penyidikan dan perhitungan ahli, didapat nilai kerugiaan negara atas mark-up pada belanja di SPJ 2016 sekitar Rp 840 juta. Yang mana, uang ratusan juta itu tidak memiliki pertanggungjawaban.
“Uang itu digunakan untuk apa, masih akan kami dalami. Karena untuk pemeriksaan tersangka baru dilakukan hari ini. Jadi nanti kami dalami untuk pemeriksaan lanjutan,” tegas Kasna.
Dijelaskan Kasna, pihaknya terpaksa melakukan penahanan tersangka atas beberapa alasan. Diantaranya dikhawatikan menghilangkan barang bukti, melarikan diri hingga mempermudah proses penyidikan lanjutan.
“Kami juga masih melakukan pencarian bukti lain dan dikhawatirkan melarikan diri. Jadi 20 hari kedepan penahanan tersangka kami titip di Rutan,” sebut Kasna.
Kasna menjelaskan, proses penyidikan masih terus berlangsung, sehingga tidak menutup kemungkinan ada tersangka lainnya.
“Masih ada pemeriksaan lanjutan sambil melihat perkembangan penyidikkan apakah masih ada pihak lain. Keduanya sudah tidak bekerja lagi di RSUD, yakni sudah pensiun,” imbuh Kasna.
Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 atau 3 UU tindak pidana korupsi dengan ancaman 15 tahun penjara.
Diketahui, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah tersandung dalam dugaan korupsi. Kali ini korupsi diduga terjadi pada pengelolaan anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Embung Fatimah tahun 2016 lalu, dengan pagu anggaran Rp 3,4 miliar.
Dugaan korupsi itu ditangani penyidik pidana khusus, setelah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimana BPK menemukan keganjilan pada pengelolaan anggaran BLUD RSUD Embung Fatimah tahun 2016 lalu. Anggaran dengan pagu Rp 3,4 miliar itu digunakan untuk pengadaan alkes dan lainnya.
Dugaan korupsi RSUD Embung Fatimah Batam ini merupakan yang ketiga kalinya. Penanganan korupsi pertama ditangani Kejari Batam tahun 2016 lalu atas proyek pengadaan alat kesehatan tahun 2014. Atas penyidikan tersebut, jaksa menetapkan Direktur RSUD Fadila RD Malarangan.
Kemudian pada 2017, Mabes Polri juga menemukan korupsi pada pengadaan alkes tahun 2011 lalu dengan pagu anggaran Rp 18 miliar. Korupsi yang dilakukan juga menyeret mantan Direktur RSUD Fadila RD Malarangan sebagai tersangka saat itu. (*)
Reporter: Yashinta