batampos – Proyek pembangunan kapal Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Marlin yang digarap di galangan Pax Ocean Batam kembali menjadi perhatian publik. Kapal bernilai USD 265 juta atau setara Rp3,5 triliun itu hingga kini belum beroperasi, meski sebelumnya disebut telah siap untuk mendukung produksi minyak dari perairan Natuna.
FPSO Marlin, yang dirancang mampu memproduksi hingga 10.000 barel minyak per hari, merupakan bagian dari rencana besar Medco Energy untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri. Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa kapal tersebut masih mengalami kebocoran di beberapa bagian penting, menjadikannya belum layak untuk digunakan.
Proyek ini melibatkan tiga pihak utama: Medco Energy sebagai pemilik proyek, Hanochem Shipping sebagai pemilik kapal, dan Pax Ocean Batam sebagai kontraktor pembangunan. Hingga kini, ketiga pihak belum memberikan klarifikasi yang memadai atas keterlambatan operasional kapal tersebut, meskipun harapan besar telah diletakkan pada proyek ini.
Salah satu sumber yang terlibat dalam pengawasan pengerjaan kapal menyatakan bahwa keterlambatan ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi proyek.
 “Seharusnya kapal ini sudah beroperasi pada kuartal keempat tahun ini. Tapi hingga sekarang masih tertahan di galangan Pax Ocean Batam,” ungkapnya.
Medco Energy sebelumnya menyampaikan kepada publik bahwa FPSO Marlin sudah siap beroperasi dan akan segera mendukung produksi minyak dari ladang Natuna. Namun, fakta bahwa kapal belum memenuhi standar operasional menimbulkan kekhawatiran besar. Potensi kerugian negara akibat keterlambatan ini diperkirakan signifikan, mengingat produksi 10.000 barel minyak per hari yang seharusnya sudah terealisasi.
FPSO Marlin diharapkan menjadi solusi bagi kebutuhan minyak domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor energi. Namun, dengan investasi sebesar ini, lambannya progres proyek justru menjadi beban dan memunculkan dugaan adanya permasalahan yang belum diungkapkan secara transparan.
Pengawasan terhadap proyek ini juga dipertanyakan. “Dengan nilai proyek sebesar ini, keterlambatan seperti ini sangat tidak bisa diterima. Proyek ini seharusnya sudah menghasilkan keuntungan, bukan menjadi beban,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Kerugian akibat keterlambatan ini tidak hanya dirasakan oleh pihak Medco Energy, tetapi juga negara secara keseluruhan. Potensi produksi minyak yang hilang dapat berdampak pada stabilitas energi dalam negeri dan menambah beban pada anggaran impor energi.
Desakan agar pemerintah dan pihak berwenang segera melakukan audit terhadap proyek ini pun semakin menguat. Transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak terkait diperlukan untuk memastikan proyek ini tidak menjadi skandal yang merugikan masyarakat dan negara.
Proyek FPSO Marlin, yang semula menjadi simbol harapan bagi sektor energi Indonesia, kini menjadi ujian bagi integritas dan profesionalisme pihak-pihak yang terlibat. Masyarakat menanti jawaban atas pertanyaan yang menggantung terkait masa depan kapal ini.
Pihak PT Pax Ocean melalui kuasa hukum Imanuel Sinaga saat dikonformasi mengakui bahwa FPSO Marlin telah selesai dikerjakan dan siap beroperasi. Namun, ia menegaskan bahwa alasan keterlambatan operasional harus ditanyakan langsung kepada pihak pemesan kapal. “Kalau masalah beroperasinya itu sebaiknya konfirmasi ke pihak yang memesan kapal,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Hanochem Shipping dan Medco Energy belum bisa dikonfirmasi. (*)
Reporter: Eusebius SaraÂ