batampos – Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2025 yang diusulkan sebesar Rp4.989.600 mengalami kenaikan 6,5 persen dibandingkan UMK tahun sebelumnya. Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Yapet Ramon, mengungkapkan pentingnya mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam perhitungan UMK ini.
Ramon menjelaskan bahwa kenaikan 6,5 persen tersebut didasarkan pada perhitungan ekonomi, mencakup inflasi sebesar 1,84 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,95 persen, dikalikan dengan faktor alfa 0,94. Perhitungan ini menghasilkan angka 6,49 persen yang dibulatkan menjadi 6,5 persen.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024, yang mengatur bahwa kenaikan UMK harus mempertimbangkan faktor ekonomi serta KHL yang ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
”Berdasarkan survei KHL kami di tiga pasar Kota Batam, angka KHL tercatat sebesar 30 persen, yang turut memengaruhi perhitungan UMK,” ujarnya, Minggu (15/12).
Ramon berharap Gubernur Kepri dapat memberikan pertimbangan lebih lanjut, termasuk kemungkinan membulatkan UMK menjadi Rp5 juta agar lebih sesuai dengan kebutuhan hidup layak pekerja. ”Nanti gubernur yang akan menetapkan. Semoga ada pertimbangan-pertimbangan. Sebagai contoh, UMK digenapkan menjadi Rp5 juta misalnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, menyatakan masih ada kekhawatiran dari kalangan pengusaha terkait dampak kenaikan UMK terhadap sektor padat karya, seperti garmen dan manufaktur. Ia meng-ungkapkan bahwa dengan UMK yang lebih tinggi, daya saing Batam di sektor tersebut bisa terpengaruh, yang tentunya akan menambah beban bagi pengusaha.
“Walaupun sudah menjadi keputusan pemerintah, kami tetap mempertanyakan dasar kenaikan 6,5 persen ini karena tidak ada penjelasan rinci dari pemerintah,” ungkap Rafki.
Terkait proses selanjutnya, Dewan Pengupahan Provinsi Kepri telah melakukan rapat pleno untuk memeriksa hasil berita acara rapat Dewan Pe-ngupahan Kabupaten/Kota. Gubernur Kepri akan menetapkan UMK Batam berdasarkan hasil rapat tersebut.
Beberapa pihak berharap agar pertimbangan lebih lanjut dapat dilakukan, misalnya dengan membulatkan UMK menjadi Rp5 juta. Hal ini dinilai perlu guna mengakomodasi berbagai kepentingan.
Meskipun ada ketidakpuasan dari pengusaha, Rafki menyebutkan bahwa mereka akan mematuhi keputusan pemerintah yang telah ditetapkan, meskipun dia mengakui ada kendala teknis dalam pembahasan UMK ini. Salah satu kendala tersebut adalah ketiadaan petunjuk teknis (juknis) terkait sektor, beban kerja, dan risiko kerja yang menjadi dasar penetapan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK).
“Kami menunggu adanya juknis sebelum pembahasan lebih lanjut. Tanpa juknis yang jelas, pembahasan tidak bisa dilakukan dengan cepat,” kata Rafki. Keputusan akhir terkait UMK Batam 2025 akan ditentukan oleh Gubernur Kepri, dengan mempertimbangkan semua masukan dari Dewan Pengupahan dan pihak terkait lainnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kepri, Mangara M. Simarmata, menyampaikan optimismenya terhadap proses yang telah berjalan. “Saya sangat senang semua unsur memberikan masukan-masukan yang membangun. Perbedaan pendapat itu hal biasa, tapi akhirnya ada titik temu sehingga pembahasan UMK kabupaten/kota di Kepri tahun 2025 dapat diterima,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa pembahasan UMK melibatkan masukan dari serikat pekerja, perusahaan, serta pemerintah daerah. Penetapan UMK Batam dijadwalkan paling lambat pada 18 Desember 2024. Untuk Batam, angka UMK 2025 diusulkan sebesar Rp4.989.600. (*)