Selasa, 17 Desember 2024

Nelayan Beralih Jual Minyak Tanah, Terjerat UU Migas

Berita Terkait

spot_img
Subir, pria yang berprofesi sebagai nelayan di pulau Batam menjalani sidang dakwaandi Pengadilan Negeri Batam, Senin (16/12). F. Yashinta/Batam Pos

batampos – Subir, pria yang berprofesi sebagai nelayan di pulau Batam menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Batam. Ia didakwa dengan undang-undang migas karena menjual minyak tanah secara ilegal di Batam.

Yang mana, dalam aturan pemerintah, minyak tanah tidak boleh lagi beredar di Batam dan sekitarnya, kecuali di wilayah tertentu seperti Lingga. Karena itu, jual beli minyak tanah tanpa izin, dinilai melanggar aturan yang telah ditetapkan.


Kemarin, Penasehat hukum terdakwa dari LBH Pergerakan Keadilan yang dipimpin Robi menghadirkan empat saksi adcharge meringankan untuk Subir. Salah satu saksi menjelaskan bahwa terdakwa memang menjual minyak tanah kepada masyarakat pulau dan warung-warung kecil di wilayah pesisir.

“Warga di pulau-pulau lebih memilih minyak tanah untuk kebutuhan memasak karena distribusi LPG 3 kg terbatas. Di sana hanya ada satu pangkalan, sehingga masyarakat harus mencari alternatif agar bisa tetap memasak,” ujar saksi di persidangan.

Dalam keterangannya, Subir mengakui bahwa ia mulai beralih menjual minyak tanah karena sulit bertahan sebagai nelayan kecil. Ia pun nekat menjual minyak tanah sejak 2 tahun lalu.

“Nelayan pantai sekarang susah, ikan makin sulit didapat. Saya terpaksa beralih ke minyak tanah demi kebutuhan hidup,” kata Subir di hadapan majelis hakim yang dipimpin Stuart Wattimena.

Subir mengaku dapat minyak tanah dari seseorang bernama Rido yang tinggal di Lingga. Menurutnya, pertama kali bertemu Rido di Jembatan 6 Barelang, dan setelah berbincang cukup lama, Rido menawarkan minyak tanah untuk dijual. Minyak tanah tersebut kemudian dibeli Subir dengan harga Rp300 ribu per jeriken berisi 37 liter. Dalam sekali pengambilan, ia biasanya membeli hingga 30 jeriken.

“Saya bawa minyak tanah itu pakai speedboat, lalu antar ke warung-warung di pulau dengan mobil warisan. Dijual botolan dengan harga Rp18 ribu per liter, namun ada juga yang beli jeriken harganya Rp 330 ribu, jadi dapat untuk Rp 30 ribu. Tapi lebih banyak yang beli botolan,” ujar Subir.

Dijelaskannya, gudang penyimpanan minyak tanah yang ia gunakan juga terletak di salah satu pulau. Ia mengaku sudah dua tahun menjual minyak tanah untuk mencukupi kebutuhan hidup, tanpa mengetahui bahwa hal tersebut melanggar aturan.

“Saya tidak tahu itu salah, karena mungkin keterbatasaan informasi yang saya dapat. Apalagi saya nelayan pulau,” imbunnya.

Usai mendengar keterangan terdakwa, sidang ditunda hingga minggu depan dengan agenda tuntutan jaksa. Diketahui Subir dijerat JPU Arfian dengan undang-undang migas tentang pengangkutan, dengan ancaman 5 tahun penjara. (*)

Reporter: Yashinta

 

 

spot_img

Update