Kamis, 26 Desember 2024

Melihat Keindahan Pantai Sembulang Ditengah Rencana Proyek PSN Rempang Eco City

Berita Terkait

spot_img
Pemukiman masyarakat Sembulang yang mulai diratakan karena proyek PSN Rempang Eco City. Foto: Eusebius

batampos – Pantai Sembulang, yang terletak di Pulau Rempang, Batam, merupakan salah satu destinasi indah dengan suasana alami yang menenangkan. Kawasan pantai ini menawarkan hamparan pasir putih yang lembut, berhadapan langsung dengan pemukiman warga setempat.

Pohon-pohon rindang di sekitar pantai menciptakan suasana sejuk dan nyaman, membuat siapa saja yang berkunjung merasa betah berlama-lama.


Penduduk asli di kawasan ini telah mendiami perkampungan mereka selama bertahun-tahun. Kampung-kampung yang berada di sekitar Pantai Sembulang merupakan warisan leluhur yang telah dihuni secara turun-temurun.

Suasana perkampungan yang tenang dan aman menjadi ciri khas, dengan penduduk yang mayoritas bergantung pada hasil melaut dan berkebun. Keakraban antarwarga dan nilai-nilai adat menjadi kekuatan sosial yang menjaga harmoni masyarakat.

Baca Juga: Hingga November 2024, Penerimaan Piutang Pajak di Batam Capai Rp30 Miliar

Namun, rencana pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City mengancam eksistensi kampung-kampung tersebut. Ijal, salah satu warga Pantai Sembulang, menyatakan kekhawatirannya terhadap proyek ini.

“Tak mau kampung kami dihilangkan. Matipun tak apa kami demi kampung ini,” ujar Ijal tegas. Baginya, tanah tempat mereka tinggal bukan sekadar tempat hidup, melainkan simbol warisan budaya yang harus dipertahankan.

Grisman Ahmad, tokoh masyarakat Rempang, Kecamatan Galang sekaligus Ketua Keramat, juga bersuara lantang menentang pendekatan represif yang dilakukan pihak terkait. Menurutnya, tanah di Rempang adalah bagian dari kedaulatan kerajaan-kerajaan Nusantara yang bergabung ke dalam NKRI.

“Jangan sampai kampung-kampung yang punya sejarah ini dihilangkan begitu saja. Itu sama saja merusak marwah, harkat, dan martabat kami sebagai orang Melayu,” tegas Grisman.

Grisman menekankan bahwa masyarakat Melayu menghormati nilai-nilai adat ulayat yang menjadi identitas mereka. Ia juga menyoroti status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang dianggap tidak sesuai dengan klaim pemerintah.

Menurutnya, HPL BP Batam hanya berlaku di kawasan Waduk Monggak, sementara wilayah adat lainnya tidak memiliki status tersebut. Hal ini menjadi dasar bagi masyarakat untuk menolak pengambilalihan lahan secara sepihak.

Baca Juga: Buffer Zone dan Tiket Online, Strategi Efektif Atasi Antrean di Pelabuhan ASDP Telagapunggur

Meski begitu, masyarakat adat Rempang tidak menolak investasi. Grisman menyatakan bahwa mereka mendukung investasi yang datang dengan niat baik dan proses yang adil. Namun, ia mengecam tindakan kekerasan dan intimidasi yang digunakan dalam proses pengambilalihan lahan. Menurutnya, pendekatan tersebut justru kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan nasional.

Pantai Sembulang dan kampung-kampung di sekitarnya bukan hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga nilai sejarah dan budaya yang tak ternilai. Grisman mengingatkan bahwa pembangunan yang mengabaikan kesejahteraan rakyat justru akan memperburuk ketimpangan sosial. “Negara maju itu kalau rakyatnya makmur, bukan sebaliknya,” ujarnya dengan tegas.

Masyarakat adat berharap agar pemerintah pusat dapat menyelesaikan konflik ini dengan cara yang bijaksana. Mereka menginginkan dialog yang terbuka dan musyawarah yang menghormati prinsip keadilan. Penanganan yang sensitif terhadap nilai-nilai lokal dianggap penting agar tidak merusak hubungan antara masyarakat dan pemerintah.

Keindahan Pantai Sembulang sejatinya adalah aset yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Namun, pembangunan yang meminggirkan masyarakat lokal hanya akan menciptakan luka sosial yang mendalam. Kini, semua mata tertuju pada pemerintah untuk mengambil langkah yang adil dan bijaksana dalam menyelesaikan persoalan ini. (*)

 

Reporter: Eusebius Sara

spot_img

Update