Kamis, 23 Januari 2025

Buruh Batam Terus Desak Pengesahan UMSK, Ancaman Mogok Kerja Jadi Pilihan Terakhir

Berita Terkait

spot_img
buruh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam (KRB) kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Senin (6/1).

batampos – Tuntutan buruh di Batam untuk diaturnya Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) semakin menguat. Puluhan buruh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam (KRB) kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Senin (6/1). Aksi ini menjadi bagian dari serangkaian demonstrasi yang dimulai sejak Desember 2024 dan berlanjut hingga Januari 2025, dengan tujuan mendorong Gubernur Kepulauan Riau segera mengesahkan SK UMSK.

Buruh yang terdiri dari berbagai serikat pekerja, termasuk Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), menyatakan bahwa mereka akan terus menggelar aksi hingga tuntutan mereka dipenuhi. Ketua FSPMI Batam, Masrial, mengkritik keputusan Gubernur Kepri yang dinilai mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa UMSK bisa ditetapkan tanpa harus ada kesepakatan antara buruh, pengusaha, dan pemerintah.


“Sikap Gubernur Kepri yang belum mengesahkan SK UMSK menunjukkan ketidaktegasan dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh, meskipun keputusan MK sudah jelas,” tegas Masrial.

Menurut Masrial, keputusan MK sudah menggarisbawahi bahwa penetapan upah sektoral tidak bergantung pada kesepakatan tripartit antara pengusaha, pemerintah, dan serikat buruh. “MK sudah menyampaikan bahwa upah sektoral bisa ada. Tidak ada aturan yang menyatakan jika tidak ada kesepakatan maka gubernur tidak bisa mengesahkan. Di daerah lain, gubernur tetap berani mengambil keputusan meski tanpa kesepakatan bulat,” lanjutnya.

Masrial juga menyesalkan sikap Gubernur Kepulauan Riau yang memilih untuk mengembalikan rekomendasi UMSK, dengan alasan tidak ada kesepakatan antara pihak-pihak terkait. “Lagipula, sejak kapan buruh dan pengusaha bisa sepakat?” sindirnya.

Selain itu, Masrial mengkritik ketidakberanian pemerintah daerah dalam mengambil sikap tegas. “Kami tidak mengerti apakah pimpinan daerah abai terhadap masyarakat atau takut kepada pengusaha. Biasanya pengusaha takut pada pemerintah, sekarang malah sebaliknya, ” tuturnya.

FSPMI menuntut agar pengesahan UMSK untuk dua sektor yang dianggap penting bagi buruh, yaitu sektor dengan risiko menengah dan sektor dengan risiko berat. Kenaikan upah yang diusulkan sebesar 1,5 persen untuk sektor risiko menengah dan 2,5 persen untuk sektor risiko berat, di mana angka nominalnya berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp80 ribu.

“Meskipun nominalnya tidak besar, angka tersebut sangat berdampak bagi kelayakan hidup buruh, terutama di tengah melambungnya harga kebutuhan pokok,” ujar Masrial menambahkan.

Masrial menekankan bahwa pihaknya tidak akan berhenti berjuang sampai tuntutan mereka dikabulkan. “Kami berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Jika tidak, kami akan melakukan aksi Mogok Kerja massal,” tandasnya.

FSPMI bersama dengan serikat buruh lainnya berencana untuk duduk bersama untuk membahas langkah selanjutnya. “Kami akan menunggu dulu, nanti kami akan duduk dengan pimpinan serikat-serikat buruh yang ada di Kota Batam. Jika nanti sepakat, kami akan melaksanakan aksi tersebut,” tutupnya. (*)

 

Reporter: Rengga Yuliandra

spot_img

Update