batampos – Kisruh pergantian pengelolaan Pelabuhan Internasional Batamcenter dari PT Synergy Tharada ke PT Metro Nusantara Bahari sebagai pengelola baru belum selesai. Yang mana, ternyata Pengadilan Negeri Batam memutuskan agar PT Synergy Thadara kembali mengelola pelabuhan yang terletak di Kawasan strategis itu hingga 3 tahun kedepan.
Putusan gugatan perdata itu diputuskan majelis hakim yang dipimpin Stuart Wattimena. Yang mana dalam akhir putusan, majelis hakim juga menegaskan isi putusan bisa dilaksanakan meski ada upaya hukum dari pihak tergugat dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Salah satu tim kuasa hukum PT Synergy Tharada, Musrin menegaskan pihaknya mengapresiasi putusan majelis hakim PN Batam yang keluar pada, Selasa 7 Januari lalu. Karena itu, pihaknya meminta agar eksekusi terhadap putusan tersebut bisa segera dijalankan.
“Kami dari kuasa hukum meminta eksekusi terhadap putusan itu dilaksanakan sesegera mungkin,” ujar Musrin, Jumat (10/1)
Disinggung terkait upaya hukum yang dilakukan BP Batam, menurut Musrin tak menghalangi proses eksekusi putusan. Hal itu sesuai dengan poin terakhir putusan terhadap gugatan wan prestasi tersebut.
“Upaya hukum juga tak menghalangi eksekusi putusan. Jadi kami harap pihak terkait melaksanakan putusan tersebut,” tegasnya.
Sementara, Wakil PN Batam, Tiwik membenarkan gugatan wanprestasi BP Batam yang diajukan PT Synergy Thadara selesai. Dimana putusan majelis hakim mengabulkan gugatan tersebut dan menilai BP Batam melakukan Wanprestasi.
“Benar perkara tersebut sudah putus. Dimenangkan oleh pihak pengugat dalam hal ini PT Synergy Tharada,” tegas Tiwik di PN Batam.
Disinggung terkait upaya hukum BP Batam terhadap putusan tersebut, Tiwik mengaku belum dapat informasi. “Untuk jawaban upaya hukum dari tergugat atas putusan belum ada,” ujar Tiwik.
Lalu apakah pengugat bisa langsung mengesekusi putusan tersebut. Sesuai dengan putusan majelis hakim yang menegaskan putusan bisa dijalankan, meski ada upaya hukum dan lainnya. Menurut Tiwik sebelum melakukan eksekusi, pihak pengugat haruslah mengajukan permohonan eksekusi ke PN Batam.
“Untuk eksekusi haruslah disertai dengan permohonan. Dan permohonan itu nantinya akan diputuskan oleh pimpinan,” tegas Tiwik.
Sebelumnya, Permohonan gugatan konvensi PT Synergy Tharada atas Badan Pengusahaan (BP) Batam menang di Pengadilan Negeri Batam. Yang mana, majelis hakim menyatakan BP Batam selaku tergugat terbukti melakukan wanprestasi atau inkar janji.
Putusan gugatan Selasa (7/1) majelis hakim Pengadilan Negeri Batam mengadili dalam provisi menolak provisi pengungat. Namun dalam putusan konvensi dalam eksepsi menolak eksepsi tergugat konvensi untuk keseluruhannya.
Tak hanya itu, dalam putusan pokok perkara, majelis hakim PN Batam mengabulkan gugatan tergugat konvensi untuk seluruhnya. Kemudian menyatakan tindakan Tergugat konvensi adalah perbuatan cidera janji (Wanprestasi),
Selain itu, majelis hakim menyatakan sah perjanjian yang dibuat antara Penggugat konvensi dengan Tergugat konvensi, yang tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor: 04/PERJ- KA/VII/2002-110/OB-ST/SPBC/VII
Kemudian menghukum Tergugat konvensi untuk mengganti kerugian Penggugat konvensi, dengan memberikan Perpanjangan Kerja Sama Operasi Pengelolaan Terminal Ferry Internasional Batam Center kepada Penggugat untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Dan menyatakan putusan ini dapat dijalankan dengan serta merta (Uit Voebar Bij Vooraraad) meskipun terdapat perlawanan, Verstek, Banding maupun Kasasi.
Dalam Rekonvensi majelis hakim menolak gugatan rekonvensi Penggugat rekonvensi/Tergugat konvensi untuk seluruhnya.
Dan terakhir dalam putusan Konvensi dan Rekonvensi menghukum Tergugat konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara Rp 380 ribu.
Diketahui, PT Synergy Tharada membawa sengketa pengelolaan Terminal Ferry Internasional Batam Centre ke meja hijau setelah merasa dirugikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Gugatan ini diajukan menyusul berakhirnya masa perjanjian kerja sama yang telah berlangsung sejak 2002 tanpa kejelasan perpanjangan, ditambah dampak pandemi COVID-19 yang memperburuk kondisi operasional perusahaan.
Dalam persidangan, PT Synergy Tharada memaparkan sejumlah bukti, termasuk perjanjian kerja sama awal pada Juli 2002. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu alasan utama kerugian yang dialami perusahaan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, pandemi ditetapkan sebagai bencana nasional yang mengakibatkan pembatasan operasional pelabuhan. Meski demikian, PT Synergy Tharada diminta tetap membuka pelabuhan untuk melayani pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI), yang membuat mereka tidak memperoleh keuntungan dari aktivitas komersial.
Selain kerugian akibat pandemi, PT Synergy Tharada juga menyoroti investasi besar yang telah dilakukan selama dua dekade terakhir. Dengan biaya mencapai Rp20 miliar, perusahaan ini mengembangkan fasilitas pelabuhan, seperti perluasan lahan parkir, peningkatan daya listrik, renovasi ruang tunggu, dan fasilitas keselamatan pelayaran. Namun, hingga kini mereka mengklaim belum menerima kompensasi atau kejelasan terkait aset yang ditanamkan.
Pada tahun 2019, PT Synergy Tharada sempat mengajukan perpanjangan perjanjian kerja sama, tetapi tidak mendapat tanggapan dari BP Batam. Perusahaan kemudian mengajukan permohonan ulang pada 2024, tetapi terkejut karena BP Batam justru membuka prakualifikasi untuk lelang pengelolaan terminal tanpa pemberitahuan kepada mereka.
Kesaksian dari pihak perusahaan menyebut bahwa masa pandemi membuat pendapatan mereka turun hingga 98 persen, sementara mereka tetap harus menanggung biaya operasional. Hingga kini, sengketa ini masih bergulir di pengadilan, dengan PT Synergy Tharada mendesak adanya kejelasan terkait investasi, kompensasi, dan perpanjangan kontrak pengelolaan. (*)
Reporter: Yashinta