batampos– PT Synergy Tharada resmi mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Batam terkait putusan majelis hakim atas perkara yang melibatkan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Permohonan tersebut diajukan melalui kuasa hukum perusahaan pada Senin (13/1) di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Batam.
“Ya, kami sudah mendaftarkan permohonan eksekusi,” ungkap Musrin, salah satu anggota tim kuasa hukum PT Synergy Tharada, Selasa (14/1)
Musrin menjelaskan bahwa putusan majelis hakim yang diketuai Stuart Wattimena harus segera dilaksanakan. Ia menegaskan bahwa poin terakhir dalam putusan tersebut menyatakan eksekusi dapat dilakukan meskipun pihak tergugat, dalam hal ini BP Batam, masih memiliki upaya hukum lanjutan.
BACA JUGA: PT Synergy Tharada Minta BP Jalankan Putusan Pengadilan
“Eksekusi ini sesuai dengan putusan hakim. Hal ini harus segera dilakukan karena klien kami telah mengalami banyak kerugian,” ujar Musrin.
PT Synergy Tharada berharap proses eksekusi berjalan lancar dan adil sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Harapan kami, permohonan ini bisa segera disetujui,” tegasnya. Semenrara, Wakil PN Batam, Tiwik akan mengecek terlebih dahulu apakah benar, permohonan esekusi tersebut sudah didaftarakan atau belum.
“Nanti saya cek dulu,” ujarnya singkat.
Sebelumnya, Permohonan gugatan konvensi PT Synergy Tharada atas Badan Pengusahaan (BP) Batam menang di Pengadilan Negeri Batam. Yang mana, majelis hakim menyatakan BP Batam selaku tergugat terbukti melakukan wanprestasi atau inkar janji.
Putusan gugatan Selasa (7/1) majelis hakim Pengadilan Negeri Batam mengadili dalam provisi menolak provisi pengungat. Namun dalam putusan konvensi dalam eksepsi menolak eksepsi tergugat konvensi untuk keseluruhannya.
Tak hanya itu, dalam putusan pokok perkara, majelis hakim PN Batam mengabulkan gugatan tergugat konvensi untuk seluruhnya. Kemudian menyatakan tindakan Tergugat konvensi adalah perbuatan cidera janji (Wanprestasi),
Selain itu, majelis hakim menyatakan sah perjanjian yang dibuat antara Penggugat konvensi dengan Tergugat konvensi, yang tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor: 04/PERJ- KA/VII/2002-110/OB-ST/SPBC/VII/02, tanggal 02 Juli 2002, Tentang Kerjasama Operasi Pengelolaan Terminal Ferry Internasional Batam Centre.
Kemudian menghukum Tergugat konvensi untuk mengganti kerugian Penggugat konvensi, dengan memberikan Perpanjangan Kerja Sama Operasi Pengelolaan Terminal Ferry Internasional Batam Center kepada Penggugat untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Dan menyatakan putusan ini dapat dijalankan dengan serta merta (Uit Voebar Bij Vooraraad) meskipun terdapat perlawanan, Verstek, Banding maupun Kasasi.
Dalam Rekonvensi majelis hakim menolak gugatan rekonvensi Penggugat rekonvensi/Tergugat konvensi untuk seluruhnya.
Dan terakhir dalam putusan Konvensi dan Rekonvensi menghukum Tergugat konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara Rp 380 ribu.
Diketahui, PT Synergy Tharada membawa sengketa pengelolaan Terminal Ferry Internasional Batam Centre ke meja hijau setelah merasa dirugikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Gugatan ini diajukan menyusul berakhirnya masa perjanjian kerja sama yang telah berlangsung sejak 2002 tanpa kejelasan perpanjangan, ditambah dampak pandemi COVID-19 yang memperburuk kondisi operasional perusahaan.
Dalam persidangan, PT Synergy Tharada memaparkan sejumlah bukti, termasuk perjanjian kerja sama awal pada Juli 2002. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu alasan utama kerugian yang dialami perusahaan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun 2020, pandemi ditetapkan sebagai bencana nasional yang mengakibatkan pembatasan operasional pelabuhan. Meski demikian, PT Synergy Tharada diminta tetap membuka pelabuhan untuk melayani pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI), yang membuat mereka tidak memperoleh keuntungan dari aktivitas komersial.
Selain kerugian akibat pandemi, PT Synergy Tharada juga menyoroti investasi besar yang telah dilakukan selama dua dekade terakhir. Dengan biaya mencapai Rp20 miliar, perusahaan ini mengembangkan fasilitas pelabuhan, seperti perluasan lahan parkir, peningkatan daya listrik, renovasi ruang tunggu, dan fasilitas keselamatan pelayaran. Namun, hingga kini mereka mengklaim belum menerima kompensasi atau kejelasan terkait aset yang ditanamkan.
Pada tahun 2019, PT Synergy Tharada sempat mengajukan perpanjangan perjanjian kerja sama, tetapi tidak mendapat tanggapan dari BP Batam. Perusahaan kemudian mengajukan permohonan ulang pada 2024, tetapi terkejut karena BP Batam justru membuka prakualifikasi untuk lelang pengelolaan terminal tanpa pemberitahuan kepada mereka.
Kesaksian dari pihak perusahaan menyebut bahwa masa pandemi membuat pendapatan mereka turun hingga 98 persen, sementara mereka tetap harus menanggung biaya operasional. Hingga kini, sengketa ini masih bergulir di pengadilan, dengan PT Synergy Tharada mendesak adanya kejelasan terkait investasi, kompensasi, dan perpanjangan kontrak pengelolaan. (*)
Reporter: Yashinta