![](https://metro.batampos.co.id/storage/2024/06/lagat-siadari.jpg)
batampos – Kepala Ombudsman RI perwakilan Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari, menyampaikan keraguannya atas klaim Pertamina Patra Niaga Area Kepri dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam, mengenai ketiadaan pengecer gas 3 kilogram di kota ini.
Pernyataan ini muncul setelah laporan masyarakat menunjukkan bahwa praktik penjualan LPG 3kg oleh pengecer masih marak terjadi. Meski aturan pelarangan pengecer telah diberlakukan sejak 2019, kenyataannya pengecer masih mudah ditemui di berbagai lokasi.
“Teorinya Batam tidak izinkan pengecer sejak 2019 itu betul, tapi faktanya di mana-mana ada. Di sekitar permukiman masyarakat, di jalan raya ada bertumpuk dan bukan pangkalan, itu fakta,” katanya, Jumat (7/2).
Dari temuan Ombudsman, masyarakat Batam masih melakukan pembelian LPG 3 kilogram dari pengecer karena akses yang lebih mudah meski dengan harga yang jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Pada momen tertentu seperti hari libur, hari raya, atau saat terjadi kelangkaan gas di pangkalan, pengecer bahkan menjual LPG 3 kilogram hingga Rp35 ribu per tabung. Sementara dalam kondisi normal, harga jual di pengecer bervariasi mulai dari Rp25 ribu hingga Rp28 ribu per tabung.
Meski harga tersebut lebih tinggi dari HET yang ditetapkan, banyak warga tetap memilih membeli dari pengecer. “Warga kan gak punya pilihan kalau tidak dapat di pangkalan, mereka akan mengupayakan berapa pun harganya,” lanjut Lagat.
Baca Juga: Dugaan Korupsi RSUD Masih Tahap 1, Minggu Depan Tahap 2
Ombudsman juga menyatakan masih menelusuri bagaimana para pengecer mendapatkan suplai tabung gas LPG 3 kilogram. Keberadaan tabung gas di warung-warung kecil ini diduga melibatkan oknum dari agen dan pangkalan gas yang ada di Batam.
Ia menduga adanya praktik nakal dari pangkalan dan agen dalam penyaluran gas LPG. “Dari penelusuran sementara, ada dugaan oknum pangkalan yang nakal. Kemudian ditarik ke atas, ada dugaan juga oknum agen yang bermain dengan stok ini,” tambahnya.
Lagat mempertanyakan efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Pertamina terhadap distribusi LPG. Hingga kini, langkah yang diambil sebatas operasi pasar, yang dinilai tidak efektif untuk menyelesaikan masalah secara jangka panjang.
“Langkah operasi pasar hanya berfungsi untuk meredam sementara keributan di masyarakat, namun langkah ini juga mempersulit para pemilik izin pangkalan di Batam,” kata dia.
Menurutnya, beberapa pangkalan merasa dirugikan karena tidak mendapat suplai ulang ketika stok mereka habis.
“Sekali ada keluhan pangkalan kosong, langkah yang dilakukan adalah operasi pasar. Namun pangkalan justru mempertanyakan, kalau memang ada stok sebanyak itu, kenapa tidak dikirim ulang ke mereka?” katanya.
Baca Juga: Kebakaran di Bengkong Dipicu Api Pembakaran Dupa
Ia menambahkan, beberapa pangkalan bahkan mempertanyakan legalitas mereka sebagai pihak yang resmi menjual gas melon kepada masyarakat.
Operasi pasar yang hanya bersifat sementara dianggap tidak akan memecahkan masalah harga jual yang memberatkan masyarakat.
“Kalau memang sudah kosong, kenapa tidak Pertamina turun ke pangkalan dan mengisi ulang stok kalau memang masih ada?” kata Lagat.
Langkah ini, menurutnya, akan membuat pangkalan berfungsi sesuai peran mereka, serta menjaga harga jual tetap terkendali.
Ombudsman juga mengkritisi alasan tahunan yang kerap diberikan Pertamina terkait keamanan dan keandalan stok gas LPG di Batam.
“Hal ini patut dipertanyakan karena ada laporan dari beberapa pangkalan yang mengaku terjadi pengurangan kuota pengiriman gas,” katanya.
Berdasarkan informasi dari pangkalan, jumlah tabung yang dikirimkan dari Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) berkurang dari 100 tabung menjadi hanya 80 tabung.
Baca Juga: Pencurian Marak, Kapolres Intruksikan Seluruh Kapolsek Tingkatkan Patroli
“Pengakuan agen yang kami datangi memang dibatasi dari SPBE-nya,” ujar Lagat.
Ombudsman Kepri menyebut, persoalan distribusi gas LPG di Batam perlu ditangani lebih serius dengan pengawasan ketat serta langkah preventif yang efektif.
“Masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena masyarakat yang paling dirugikan,” kata Lagat. (*)
Reporter: Arjuna