Jumat, 20 September 2024

Anak Berhadapan dengan Hukum Karena Keluarga Bermasalah

Berita Terkait

spot_img
lapas anak
Ilustrasi. Anak Didik Lapas (Andikpas) di LPKA Kelas II Batam. Foto: Messa Haris/Batam Pos

batampos – Yayasan Peduli Sosial (YPS) Bunga Rampai setiap tahunnya merehabilitasi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, kekerasan fisik, kecacatan, penelantaran, jaringan terorisme dan anak berhadapan dengan hukum (ABH).

Namun, dari 2019 hingga 2021, YPS Bunga Rampai paling banyak menangani ABH. “Para ABH ini bukanlah pelaku, tapi mereka ini korban,” kata Ketua YPS Bunga Rampai, Eka Anita Diana, Jumat (4/9).



ABH yang ditangani YPS Bunga Rampai di tahun 2019 sebanyak 31 orang, tahun 2020 naik menjadi 33 orang dan di 2022 turun menjadi 21 orang.

Anak yang memiliki masalah dengan hukum, sebanyak 85 persen biasanya dari keluarga yang bermasalah. “Permasalahan ini bisa ekonomi, wawasan orangtua, iman dan takwa, kurangnya kasih sayang. Namun, ada juga akibat faktor lingkungan,” kata Anita.

Orangtua, kata Anita, harus lebih waspada dan meningkatkan pengetahuannya. Sebab, kondisi saat ini sangat berbeda dengan beberapa dekade yang lalu.

Arus digital yang semakin masif. Sehingga memudahkan anak mengakses hal apapun. Tentunya ini bisa menjadi celah keteledoran orangtua. “Pengawasan di tengah hiruk pikuk digital ini sangat diperlukan,” tuturnya.

Saat ditanya mengenai anak bukanlah pelaku, tapi adalah korban. Anita menjelaskan bahwa anak-anak belum memahami dengan baik, mana yang benar dan salah. Lalu, tindakan anak yang berbuah pelanggaran hukum, merupakan bentukan dari keluarga dan lingkungannya.

“Jadi anak ini adalah korban, keluarga, lingkungan,” tutur Anita.

Bagi anak-anak sudah terlanjur melakukan perbuatan yang melanggar hukum, salah satu solusinya adalah rehabilitasi.

Anita mengatakan, rehabilitasi anak-anak yang melakukan tindakan pembegalan, pencabulan atau tindak kekerasan tidaklah sulit. Sebab, dengan memberikan kepercayaan dan memperhatikan anak-anak ini, dapat membantu merehabilitasi anak.

“Tapi beda, jika anak melakukan pencurian,” ucap Anita.

Apalagi anak-anak yang melakukan pencurian usianya di bawah 12 tahun. Sebab, tindakan ini akan tertanam dalam otak anak. “Pencurian ini membutuhkan treatment khusus,” tutur Anita.

Anak-anak terlibat kasus pencurian, membutuhkan koordinasi dari semua pihak. “Berikan tanggungjawab, kasih sayang, lalu perlu perhatian semua pihak,” ujar Anita.

Kepada masyarakat dan orangtua, Anita berpesan agar bisa menjaga anaknya. Sebab, keluarga adalah bagian terkecil dan paling utama, dalam menjaga anak-anak. “Kasih sayang, dan perhatikan lingkungan. Orangtua bisa searching mengenai pola asuh anak, jangan hanya googling mengenai hal-hal lain saja. Googling juga soal pola asuh dan konseling anak, di zaman sekarang itu penting,” katanya. (*)

 

 

Reporter: FISKA JUANDA
Editor: RYAN AGUNG

spot_img

Update