Rabu, 1 Januari 2025

Anak di Pusaran HIV-AIDS

Berita Terkait

spot_img
Ilustrasi. HIV/AIDS (JawaPos.com)

batampos – 16 dari 218 kasus HIV-AIDS baru di Batam sepanjang Januari-April 2024 adalah anak-anak. Empat di antaranya masih balita. Usianya 1-4 tahun. Tiga balita laki-laki, satu perempuan. Bahkan, satu dari 4 balita itu sudah masuk tahap AIDS. Mereka tertular dari orangtuanya. Sebelas lainnya ada yang tertular dari pelaku kekerasan seksual dan ada juga akibat pergaulan bebas.

Kesedihan menggelayut di wajah Kepala Dinas Kesehatan Batam dr Didi Kusmajardi SPOG, ketika menjelaskan perkembangan kasus HIV-AIDS di Kota Batam, Kamis (2/5) lalu. Suaranya sedikit parau saat menyebutkan ada 16 anak dari 218 kasus HIV-AIDS baru di Batam sepanjang Januari-April 2024.


Mimik wajahnya kian sayu saat menyebut, 4 dari 16 anak itu, masih balita. Usianya di kisaran 1-4 tahun. Tiga balita laki-laki dan 1 perempuan. Bahkan, satu dari 3 balita laki-laki itu sudah sampai tahap AIDS.

Seketika ingatan tertuju pada empat balita itu. Beban penyakit yang mereka derita begitu berbahaya. Bahkan, bayi-bayi mungil itu sama sekali belum mengetahui apa itu HIV (Human Immunodeficiency Virus) apa itu AIDS (Acquired immune deficiency syndrome). Tapi di tubuh mereka, ada virus mematikan bersemayam.

”Mereka tertular dari orangtuanya,” ungkap dr Didi, sembari menghela nafas panjang.
Lalu bagaimana nasib 11 anak lainnya yang juga terinfeksi HIV? Didi lagi-lagi prihatin. Sebab, beberapa anak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), namun sudah terinfeksi virus berbahaya. Ada yang terinveksi dari pelaku kekerasan seksual dan ada juga yang terinfeksi karena terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

”Iya, dari 16 anak ini, tak semua terinfeksi dari orang tuanya. Ada juga disebabkan salah pergaulan atau pergaulan bebas dan juga yang jadi korban kekerasan seksual,” ungkapnya.
Namun, jumlah anak terinfeksi HIV-AIDS di empat bulan pertama ini bisa bertambah.

Sebab, masih ada 8 bulan tersisa 2024. Namun Didi berharap tidak bertambah, sebab sepanjang tahun lalu (2023) saja ada 33 anak yang terinfeksi HIV-AIDS. Jangan sampai kasus 2024 melebihi kasus tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Batam, Erry Syahrial mengatakan, balita dan anak-anak dengan status orang dengan HIV-AIDS (ODHA) ini, harus mendapatkan perhatian dari semua pihak. Tidak saja orangtuanya, namun pemerintah juga harus hadir.

Anak penderitan HIV-AIDS ini harus mendapatkan hak dasar sebagai warga negara Indonesia. Di antaranya, pendidikan, kesehatan, hak bermain, bahkan hak lainnya seperti pekerjaan dikemudian harinya.

Ia mengajak masyarakat terutama kelumpok rentan kena HIV Untuk mencegah, menghindari dan menanggulangi penularan HIV pada anak.

”Salah satu kendala yang kami dengar lembaga penanggulangan AIDS sebelumnya adalah kurangnya dana pemerintah untuk pencegahan dan penanggulangan. Seperti sosialisasi, minim kegiatan. Menurut saya perlu sosialisasi ke masyarakat lebih sering lagi terutama kelompok rentan,” jelasnya.

Ia meminta jangan sampai anak korban penderita tidak tertangani. Jangan mengalami diskriminasi dan berharap tetap terpenuhi haknya seperti hak mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, pengasuhan yang layak, bersosialisasi, dan bermain.
Upaya lain edukasi dan upaya tim medis menghindari ibu hamil yang terjangkit HIV agar dalam proses persalinan janin atau bayinya tidak ikut tertular.

”Sebenarnya edukasi pencegahan paling penting. Tentu yang paling memahami adalah Dinas Kesehatan. Kami akan mendukung pencegahan dan penanggulangan jika kasus terjadi pada anak,” ungkapnya.

Mengenai penanganan tersebut, dr Didi mengatakan, Dinkes dan jajarannya serta semua lembaga yang bergerak di penanganan HIV-AIDS ini, terus melakukan pemantauan. Juga pemberian obat dan edukasi terkait penyakit HIV tersebut.

”Kita punya data dan selalu kita pantau dan beri obatnya. Kita juga tak bisa sampaikan dimana ia bersekolah sebab status anak tak boleh dibuka agar tak terjadi diskriminasi,” bebernya. Menurut Didi, berbagai upaya juga dilakukan Dinkes Batam dalam menimimalisir angka HIV pada anak ini. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan dini terkait HIV pada ibu hamil.

Dengan melakukan skrining dini terhadap ibu hamil itu, diharapkan akan lebih memudahkan mendapatkan ibu hamil yang terinfeksi. Dan bila ditemukan bisa langsung diambil tindakan terutama dalam upaya menyelematkan bayi yang ada dalam kandungan supaya tak ikut terinfeksi HIV dari ibunya.

Selain itu, pemeriksaan ibu hamil wajid dilakukan pemeriksaan HIV , syphilis, dan HBsAg (program national triple eliminasi). Untuk anak-anak, metode obat yang dipakai juga sama yakni ARV tergantung dengan berat badan anak penderita tersebut.

Selain itu, Dinkes Batam juga terus intens memberikan penyuluhan dengan melibatkan semua lapisan masyarakat. Melakukan tes HIV-AIDS sebanyak-banyaknya, termasuk melalui Mobile VCT.

”Tak ketinggalan kita juga memberikan sosialisasi pengobatan segera, sebab ODHA yang teratur minum ARV menyebabkan viral load rendah dan kemungkinan tingkat penularannya bisa menjadi lebih rendah,” ujar Didi.

Bagaimana lingkungan bersikap terhadap anak ODHA? Didi mengatakan, harus biasa saja karena penularannya tak gampang, sehingga perlakuannya bisa saja, tak perlu sekolah khusus bagi mereka yang masuk dalam ODHA.

Didi juga menyebutkan, saat ini layanan pemeriksaan HIV bisa dilakukan di 21 puskesmas se-Kota Batam dan 11 rumah sakit yang ada di Batam. Adapun utnuk layanan pengobatan bisa dilakukan di 9 puskesmas yakni Pusekmas Baloi permai, Batu Aji, Puskesmas Jabi, Puskesmas Lubukbaja, Puskesmas Sekupang, Puskesmas Tanjung Uncang, Puskesmas Belakang Padang, Puskesmas Sungai Panas dan Puskesmas Botania.

Untuk layanan pemeriksaan di rumah sakit bisa di RS Awal Bros, RSBP, RSBI, RS Harapan Bunda, RS Keluarga Husada, RS Elisabeth Batam Kota, RS Elisabeth Batam, RSUD, RS Elisabeth Sungai Lekop, RS Mutiara Aini, dan RS Bunda Halimah.

”Jadi layanan pemeriksaan ini bisa di 21 puskesmas ataupun 11 rumah sakit yang ada di Kota Batam,” pungkasnya.

 

 Penderita HIV-AIDS Didominasi Pekerja

Sementara itu, bila melihat kelompok pekerjaan yang paling banyak terinfeksi HIV di Batam, masih didominasi buruh pabrik atau karyawan. Selain itu, ada juga ibu rumah tangga, pekerja hotel, pekerja panti pijat, salon, PSK, dan terakhir gay.

Menurut Didi, berbagai upaya terus dilakukan Dinkes Batam dalam menimimalisir angka HIV pada anak ini. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan dini terkait HIV pada ibu hamil. Didi juga mengungkapkan, dari 218 penderita HIV-AIDS di Batam, sebanyak 74,3 persennya adalah laki-laki. Sedangkan 25,7 persennya adalah perempuan.

Ada juga kalangan ibu rumah tangga yang tertular HIV AIDS dari suaminya yang yang suka ”jajan” di luar. Sedangkan anak- anak ini terinfeksi HIV dari orang tuanya pada saat hamil

”Seorang ibu hamil yang dinyatakan positif HIV dapat menularkan virus tersebut pada bayinya selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. HIV paling mudah ditularkan lewat darah. Sementara, janin dalam kandungan mendapatkan asupan makanan dari darah melalui tali plasenta,” terang Didi.

Lalu kenapa buruh pabrik mendominasi? Hal ini tak lain disebabkan berbagai faktor, antara lain letak posisi tempat dia bekerja dengan dengan lokalisasi, termasuk juga faktor dari lingkungan dan faktor ekonomi dan sebagainya.

Saat ini, lanjut Didi, mereka yang terinfeksi seperti pekerja hotel, pekerja panti pijat, salon, dan PSK terus dilakukan screening oleh Dinkes, terutama untuk mencegah penularan agar tidak semakin luas.

Selain itu, Dinkes Batam bersama LSM juga rutin setiap tahunnya melakukan edukasi, pemantauan kesehatan di tempat-tempat atau lokasi yang menjadi tempat hiburan.

”Ini rutin kita lakukan agar penyebaran tidak semakin luas. Diketahui juga 16,7 persen penderita HIV di Batam itu adalah gay atau lelaki penyuka lelaki,” ungkap Didi.

Melihat tingginya kasus HIV/AIDS ini, sudah sangat penting sebuah pasangan mengecek kesehatan sebelum menikah untuk deteksi dini, agar tak menularkan ke keturunanya nanti. Pemerintah dalam hal ini Dinkes Batam juga sudah memiliki program dan berjalan dalam pendeteksi secara dini tersebut.

***

Sedikit melihat ke belakang, Batam memang tidak pernah sepi dari kasus HIV-AIDS. Sebelum 218 kasus di empat bulan pertama 2024, tahun sebelumnya (2023) jumlah kasusnya juga tinggi. Ada 344 kasus HIV. Sebanyak 199 orang merupakan karyawan atau buruh pabrik.

Selain karyawan di posisi kedua ditempati ibu rumah tangga sebanyak 38 orang. Urutan ketiga mereka yang tidak bekerja dan anak-anak sebanyak 33 kasus, lain-lain tidak diketahui 29 orang, pedagang dan wiraswasta sebanyak 12 kasus, dan pekerja hotel, panti pijat, salon, PPS dan gay yakni delapan kasus serta PNS, TNI dan Polri dengan enam kasus HIV.

”Ada juga mahasiswa, sekuriti, WPS, buruh bangunan serta nelayan, ” ungkap Didi.

Banyaknya karyawan atau buruh di Batam yang merupakan pendatang, sehingga jauh dari istri. Selain itu, di Batam juga memiliki banyak kawasan lokalisasi. Sehingga para pekerja itu menjadi rentan terinfeksi HIV karena menjadi pelanggan pekerja seks dan melakukan hubungan seks yang tidak aman.

Bila berdasarkan kategori usia dan jenis kelamin, mereka yang berusia 25 tahun sampai dengan 49 tahun menjadi yang paling banyak terkena kasus HIV di Batam. Jumlahnya mencapai 255 kasus dengan rincian, 207 laki-laki dan 48 orang perempuan.

”Paling banyak itu mereka berusia produktif,” tambah Didi. Selanjutnya ada juga usia 20 tahun sampai 24 tahun dengan 39 kasus dan diatas 50 tahun sebanyak 36 kasus. Remaja usia 15 tahun sampai 19 tahun dengan 11 kasus dan usia di atas 4 tahun dua kasus serta usia 5 sampai 14 tahun satu kasus.

”Secara keseluruhan dari 344 kasus baru di sepanjang tahun ini sebanyak 273 itu laki-laki dan 71 perempuan,” sebutnya.

Di tahun 2022 kasus HIV-AIDS juga terbilang tinggi. Ada 636 kasus dengan 80 orang di antaranya meninggal dunia.

Rinciannya, 472 orang laki-laki dan 163 lainnya perempuan. Mereka yang berusia 25 sampai 49 tahun jadi yang tertinggi mengidap penyakit mematikan tersebut yakni sebanyak 453 kasus.

Selain itu, kasus HIV didominasi laki-laki usia 25 tahun sampai 49 tahun yakni 320 kasus dan perempuan usia 25 tahun sampai 49 tahun yakni 133 kasus. Paling banyak usia produktif, yakni 453 kasus.

Namun ada juga usia 20 tahun sampai 24 tahun dengan 97 kasus dan di atas 50 tahun 56 kasus. Ada juga usia remaja 15 tahun sampai 19 tahun dengan 21 kasus. Usia di atas 4 tahun lima kasus, serta usia 5 sampai 14 tahun tiga kasus.

Sedangkan di 2021 ada 484 kasus. Sebanyak 68 kasus di antaranya meninggal dunia. (*)

 

Reporter : RENGGA YULIANDRA / YULITAVIA

spot_img

Update