batampos – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Batam merespons kebijakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diterapkan pada sektor perhotelan, khususnya mengenai langkah pemerintah mengumumkan hotel-hotel yang menunggak pajak melalui spanduk dan penyegelan.
Ketua APINDO Batam, Rafki Rasyid mengatakan bahwa tindakan tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Kota Batam (Pemko Batam).
“Apakah cara tersebut efektif atau tidak, itu bergantung pada penegakan hukum. Jika pemerintah bertindak tegas, tentu akan ada langkah lanjutan setelah pemasangan spanduk atau penyegelan, seperti tindakan hukum lainnya,” ujar Rafki, Selasa (8/10).
Ia juga menekankan pentingnya kepatuhan pelaku usaha dalam membayar pajak. Menurutnya, menumpuknya tunggakan pajak akan semakin memberatkan pengusaha, terutama jika sudah berlangsung bertahun-tahun.
“Pajak digunakan untuk pembangunan, baik bagi bangsa maupun Kota Batam. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada seluruh pelaku usaha untuk segera melunasi kewajiban mereka,” jelasnya.
Namun, Rafki juga mengakui bahwa beberapa sektor, khususnya perhotelan dan restoran, masih merasakan pariwisata Batam belum sepenuhnya pulih. Tingkat hunian hotel, menurutnya, saat ini baru mencapai sekitar 54 persen.
“Kondisi ini tentu menyulitkan sebagian pengusaha, tapi kewajiban membayar pajak tetap harus diutamakan agar tidak menghadapi risiko hukum. Sayang jika hotel disegel atau bahkan dicabut izinnya,” ujarnya.
Rafki menambahkan, beban pajak pada sektor perhotelan sangat bergantung pada tingkat hunian. “Bagi hotel dengan hunian rendah, pajak tentu terasa memberatkan. Namun, bagi hotel yang ramai pengunjung, beban pajak relatif tidak begitu berat,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pajak yang dibayarkan tepat waktu akan membantu pembangunan, termasuk di sektor pariwisata, yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan meningkatkan tingkat hunian hotel.
Di sisi lain, Rafki meminta pemerintah untuk lebih fleksibel dalam menghadapi pengusaha yang menunggak pajak selama bertahun-tahun. Menurutnya, solusi yang bersifat “win-win” perlu dicari agar pengusaha tidak terlalu terbebani.
“Bisa saja pelunasan dilakukan secara cicilan atau dengan penghapusan denda. Pemerintah harus memahami kesulitan pengusaha dalam membayar pajak ini,” katanya.
Rafki berharap pendekatan yang dilakukan pemerintah lebih bersifat humanis dan mengedepankan kepentingan bisnis, sehingga kedua belah pihak, baik pemerintah maupun pengusaha, tidak merasa dirugikan.
“Pemerintah tetap bisa menagih haknya, sementara pengusaha tidak harus gulung tikar karena disegel atau izinnya dicabut,” tutupnya. (*)
Reporter: AZIS MAULANA