batampos – Daniel Samosir, kuasa hukum Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, kapten kapal MT Arman 114, menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya tidak berdasar.
Daniel meminta majelis hakim untuk membebaskan kliennya dari semua tuntutan pidana yang diajukan saat membacakan nota pembelaan di hadapan majelis hakim diketuai Sapri Tarigan, didampingi anggota Douglas dan Setyaningsih serta dihadiri jaksa Martin Luther dan Karya So Immanuel di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (6/6).
“Berdasarkan fakta-fakta persidangan, tuntutan jaksa yang menjatuhkan dakwaan terhadap terdakwa dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, subsider 6 bulan kurungan, tidak berdasar. Faktanya, terdakwa bukan kapten MT Arman 114 saat terjadi tindak pidana pencemaran lingkungan, seperti yang didakwakan,” ujar Daniel.
Dalam persidangan yang juga dihadiri oleh perwakilan Kedutaan Mesir dan Kedutaan Iran itu, Daniel menjelaskan, bahwa fakta persidangan telah mengungkap bahwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba baru menjadi kapten MT Arman 114 setelah penangkapan oleh Bakamla. Sebelumnya, kapten kapal tersebut adalah Rabia Alhensi sejak kapal berlayar dari Singapura menuju Laut Natuna Utara (Perairan Indonesia).
“Terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, menjadi Nahkoda MT Arman 114 sejak 8 Juni 2023 atau setelah penangkapan yang dilakukan Bakamla. Sebelumnya, sejak Kapal MT Arman 114 berlayar dari Singapura menuju Laut Natuna (Perairan Indonesia) yang menjadi Nahkoda yaitu Rabia Alhensi. Dengan mempertimbangkan fakta persidangan, kami memohon kepada majelis hakim yang terhormat untuk membebaskan terdakwa dari semua tuntutan,” katanya lagi.
Terkait barang bukti, Daniel menjelaskan bahwa barang bukti sepatu terdakwa telah dikembalikan kepada kliennya. Barang bukti kapal dan kargo menjadi tanggung jawab terdakwa, sesuai dengan KUHAP.
“Barang bukti dikembalikan kepada terdakwa karena dia yang bertanggung jawab. Selanjutnya, barang bukti kapal akan dikembalikan ke asalnya,” jelas Daniel.
Dalam nota pembelaannya, Daniel meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan beberapa poin penting:
1. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
2. Menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang didakwakan oleh JPU.
3. Membebaskan terdakwa dari tuntutan pidana yang tidak berdasar hukum.
4. Menolak surat dakwaan JPU yang tidak berdasarkan hukum.
5. Memulihkan nama baik terdakwa dalam kedudukannya sebagai manusia.
6. Memerintahkan jaksa untuk mengembalikan paspor dan buku pelaut terdakwa.
7. Membebankan biaya perkara kepada negara.
“Demikian nota pembelaan ini kami bacakan. Kami mohon kiranya menjadi pertimbangan kepada yang mulia majelis hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya. Atas kewenangan hakim yang terhormat, kami ucapkan terima kasih,” tutup Daniel.
Selain nota pembelaan yang dibacakan oleh penasehat hukum, Hakim Sapri Tarigan juga memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan secara pribadi dan diterjemahkan oleh penerjemah yang selama ini mendampingi terdakwa. Pada pembelaan pribadi, terdakwa menyampaikan, bahwa pada saat terjadinya penangkapan yang diduga melakukan pencemaran lingkungan laut, saat itu terdakwa bukanlah sebagai kapten kapal, akan tetapi sebagai chief officer.
“Kedutaan Mesir sudah menjelaskan identitas saya tapi KLHK tidak mengindahkan informasi dari kedutaan saya. Surat dari kedutaan sama sekali tidak diindahkan. Para penyidik KLHK dengan sengaja menghapus surat permintaan informasi pribadi tentang saya kepada Kedutaan Besar Mesir yang merupakan bagian dari berkas perkara ini, beserta tanggapan dari Kedutaan Besar Mesir terkait hal tersebut. Penghapusan yang disengaja ini menurut saya telah merusak integritas dan keadilan perkara ini secara signifikan.” ungkap Mahmoud.
“Surat dari keduataan Mesir juga diserahkan ke Kejaksaan Agung, yang menerangkan bahwa sertifikat saya tidak memenuhi syarat untuk menjadi kapten. Saya menjadi kapten kapal MT Arman sejak 8 Juni 2023 (setelah penangkapan oleh Bakamla),” sambungnya.
Selain itu, Mahmoud juga menerangkan, di Kapal MT Arman terdapat alat yang bernama Voyage Data Recorder (VDR), di mana alat tersebut merekam semua percakapan dan visualisasi apa yang terjadi di atas kapal, akan tetapi alat tersebut tidak pernah dihadirkan di persidangan.
“Ada juga 3 orang kru kapal yang bisa menjadi saksi saya di persidangan, akan tetapi mereka malah deportasi,” ungkap Mahmoud.
“Para hakim yang mulia, sepanjang persidangan ini, saya telah bekerja dengan sekuat tenaga. Betapa kerasnya saya berjuang dan menderita untuk membuktikan bahwa saya tidak bersalah. Membantu hakim dan penuntut umum dalam mengungkap kebenaran dan membuktikan bahwa saya tidak bersalah. Saya yakin bahwa hakim yang mulia, dengan kebijaksanaan yang mendalam, dapat melihat kebenaran dan memahami tantangan yang telah saya hadapi dalam perjuangan ini. Dengan penuh harap saya memohon kepada bapak, ibu hakim untuk mempertimbangkan dengan belas kasihan terutama terhadap keluarga saya. orangtua saya, istri saya, dan anak-anak saya sungguh-sungguh memohon pertimbangan bapak, ibu hakim atas ketidakbersalahan saya untuk mempertimbangkan hukuman saya dan membebaskan saya dari segala tuduhan, dan membantu saya dalam usaha untuk menyatukan kembali keluarga saya. Saat ini saya hanya ingin pulang ke rumah bertemu dengan keluarga saya, saya rindu keluaga saya,” ujar Mahmoud.
Usai penyampaian Pledoi, majelis hakim kembali menunda sidang, yang selanjutkan akan dibuka untuk agenda penyampaian tanggapan jaksa atas pledoi. (*)
Reporter: Iman Wachyudi