Kamis, 28 November 2024
spot_img

Baru 100-an Warga Rempang Bersedia Direlokasi

Berita Terkait

spot_img
Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City seluas 471 Ha yangh berada di tepi perairan Galang. F.BP Batam

batampos – Sepuluh hari menjelang tenggat pengosongan Pulau Rempang yang ditetapkan pemerintah, baru 100an kepala keluarga (KK) yang bersedia direlokasi. Jumlah ini masih kurang 10 persen dari jumlah keseluruhan KK yang ada di Pulau Rempang.

Berdasarkan data Pemerintah Kota Batam, di Pulau Rempang yang terdiri dua kelurahan terdapat sekitar 2.700 KK. Yakni, 1.200 KK di Kelurahan Sembulang dan 1.437 KK di Rempang Cate.


Jumlah 100an KK yang sudah mendaftar itu tentu jauh berbeda dengan yang pernah disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, yang menyebut sudah 80 persen warga yang mendaftar bersedia direlokasi.

“Yang resmi mendaftar lebih dari 100,” kata Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol Badan Pengusahaan Batam, Ariastuty Sirait, kepada Batam Pos, Senin (18/9). BP Batam adalah lembaga yang bertanggungjawab dalam mensosialisasikan rencana relokasi dan mendata warga yang bersedia direlokasi.

Baca Juga: 4 KK Sudah Siap Direlokasi dari Rempang, Ada Siswa SD dan SMA

Hanya saja, Ariastuty tidak bersedia mengungkapkan detail berapa jumlah warga yang sudah mendaftar dan menerima direlokasi ke Dapur Tiga, Sijantung.

Ketegangan atas rencana relokasi warga Rempang ini mulai menurun beberapa hari terakhir. Demo-demo tak lagi terdengar. Namun, warga masih tetap menolak pemindahan permukiman mereka. Berbagai alasan disampaikan.

Di antaranya, warga harus menetap sementara -sekitar setahun- di rumah susun di Pulau Batam yang jauh dari tempat mereka biasa melaut dan berkebun. Di sisi lain, area relokasi yang akan dibangun permukiman baru masih berupa semak belukar.

Alasan lain adalah ketidakpastian keberlanjutan proyek strategis nasional tersebut jika terjadi pergantian kepemimpinan nasional melalui pemilihan presiden 2024 serta pergantian kepala BP Batam melalui pilkada 2024.

“Kami sudah kasih tanah, tapi ternyata investasinya tidak jadi, rumahnya tidak jadi, nasib kami terkatung-katung di rumah susun,” tutur salah seorang warga Pasir Panjang, Pulau Rempang yang ditemui Batam Pos, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Menteri Bahlil Pastikan Hak Warga Rempang Dipenuhi, Ini Rinciannya

Salah seorang warga Rempang berusia 105 tahun, Amlah, atau akrab dipanggil Nek Cu, menyatakan tidak mempermasalahkan rencana relokasi sepanjang ada jaminan atas masa depan anak cucunya yang berjumlah puluhan orang.

“Mau tak mau. Jika dibayar, anakku dipiara betul-betul, tapi pindah begitu saja tidak boleh,” kata Amlah.

“Saye sejak tahun 1918, dulu di sini belum ada apa-apa, masih hutan. Jika pindah, cemana mau pindah. Kebon kami cemana,” ujarnya.

Ada juga warga Rempang yang menolak relokasi karena sudah turun temurun menempati kampung tersebut. Seorang warga asli Rempang, Aminah (42 tahun), mengatakan bahwa keluarganya sudah bermukim di kawasan itu sejak lebih dari empat generasi.

Baca Juga: Bahas Pengembangan Rempang, Menteri Investasi RI Optimistis Kesejahteraan Masyarakat Ikut Meningkat

Ia mengatakan, sejak demo 7 September, kehidupannya berubah. Hati khawatir dan resah. Pendapatan dari warungnya pun menurun drastis. “Kehidupan kami tidak nyaman lagi. Saya hanya bisa memohon pertolongan Allah,” katanya.

Terkait batas waktu pengosongan 28 September, Aminah mengaku, tidak ingin pindah. Ia mengatakan, Rempang adalah kampung halamannya: tempat dia dilahirkan dan dibesarkan.

Hal senada disampaikan Nuraini. Perempuan setengah baya itu menuturkan, sejak nenek moyangnya sampai generasi dia, hidup turun temurun di Rempang.

Nuraini mengaku, dirinya memiliki sejarah panjang di Rempang. “Tolonglah Pak Jokowi (Presiden RI), jangan gusur 16 titik kampung tua. Sejarah nenek moyang kami di sini (Rempang),” tuturnya. (*)

spot_img

Update