Senin, 25 November 2024

Berkah Ikan Dingkis, Semusim Cukup untuk Biaya Hidup Setahun

Berita Terkait

spot_img
Laily bin Ali, nelayan asal Pulau Kasu, menunjukkan ikan dingkis tangkapannya kepada Yusri, pengepul ikan dingkis saat mampir di kelong Laily, Selasa (17/1). Insert, ikan dingkis yang digoreng. F. Fiska Juanda/Batam Pos

Ikan dingkis selalu menjadi primadona menjelang Imlek. Sebab, ikan ini diminati masyarakat Tionghoa, mulai dari Batam hingga Singapura. Harganya yang tinggi membuat nelayan Belakangpadang bisa bernapas lega. Betapa tidak, semusim dingkis bisa menutupi kebutuhan hidup setahun.

Reporter: FISKA JUANDA


Nama latinnya siganus canaliculatus. Di beberapa daerah dikenal dengan nama berbeda. Di Makassar disebut baronang. Orang di Pulau Seribu memberi nama kea-kea. Nelayan di Jawa Tengah menyebutnya biawas. Di Maluku disebut samadar.

Namun, di Kepri, orang Melayu menyebutnya sebagai ikan dingkis. Ikan ini lemak (nikmat atau enak) dimasak asam pedas, steam atau hanya di goreng kering.

Uniknya, ikan ini hanya bertelur ketika jelang Imlek. Anggota DPRD Kota Batam, Hendra Asman, menyebut, ikan ini datang seolah untuk mengucapkan selamat Imlek.

Tapi percaya atau tidak, ikan dingkis memang hanya bertelur jelang Imlek. Usai Imlek, ikan ini akan pergi lagi dan sulit ditemukan. Kalaupun ada, sulit ditemukan ikan dingkis yang bertelur.

Nah, banyak sedikitnya telur ini menjadi penentu harga dingkis di pasaran. Semakin sedikit yang bertelur, semakin tinggi harganya.

Keberadaan ikan dingkis hanya menjelang Imlek ini juga diamini beberapa nelayan yang ditemui Batam Pos di Belakangpadang. Hal ini diduga menjadi penyebab ikan dingkis paling dicari di Batam, Bintan, atau Tanjungpinang, bahkan hingga ke Singapura.

Baca Juga: Wisata Alam Hutan Mata Kucing Kembali Ramai

Harga sekilo dingkis bisa mencapai 40 hingga 60 dolar Singapura. Sehingga menjadi prospek menjanjikan di kala Imlek.

Tak masuk akal memang. Tapi, ikan dingkis memang jadi primadona jelang Imlek. Beberapa masyarakat Tionghoa menjadikan ikan dingkis sebagai hidangan utama dan istimewa saat makan bersama keluarga.

Namun, tahun ini kualitas dingkis tak sebagus tahun lalu. Telurnya juga tak sebanyak tahun lalu. Biasanya di hari ke-24 kalender penanggalan Tionghoa, ikan dingkis yang menuju ke tepian rata-rata sudah sebesar telapak tangan.

Ikan dingkis yang kurang besar dan telur yang tidak terlalu banyak, menjadi salah satu penyebab harganya tak sebaik tahun lalu. Saat ini, harga ikan dingkis di Singapura di kisaran 12 hingga 15 dolar Singapura per kilogramnya.

Meski begitu, tak mengurangi hasrat masyarakat Batam menjaring dingkis untuk menambah pundi-pundi rupiah. Batam Pos mencoba merekam perjalanan dingkis dari ditangkap hingga diekspor ke luar negeri.

Demi meraup rupiah dari ikan dingkis, dua pekan jelang Imlek nelayan-nelayan Belakangpadang sudah memulai perburuannya. Menyambut dingkis, kayu-kayu kelong diperbaiki. Jaring-jaring mulai dipasang.

Doa selamat dipanjatkan ke Yang Maha Kuasa agar ikan dingkis yang didapat tahun ini berlimpah, dan juga terhindar dari malapetaka.

Baca Juga: Perbaiki Layanan, Baru Bahas Tarif Air

Usai doa selamat, mulailah nelayan turun berjaga di kelong-kelong yang telah dipasang jaring. Sedari senja sampai esoknya berjaga. Sebab musim dingkis juga rentan pencurian ikan.

Panas, hujan, dingin malam dirasakan. Tapi semua itu tak jadi soal, demi si ikan dingkis, makanan primadona saat Imlek.

Tak jarang nelayan sudah berjaga selepas magrib. Lalu, esok harinya memanen ikan dingkis yang terjaring.

Demi memastikan ikan yang ditangkap benar ikan dingkis, terkadang nelayan harus menyelam untuk melihat langsung. Begitu ikan banyak terjaring, barulah dipanen.

Itulah yang dilakukan oleh Suleman, nelayan Pulau Pecung, Belakangpadang. Ia menyelam dengan menggunakan alat selam sederhana.

Sekitar dua menit menyelam. Suleman memberikan tanda jempol ke kawannya yang berada di atas kelong.

Basri yang berada di atas kelong mulai menggerakkan kerekan sederhana yang terbuat dari kayu. Selang tak berapa lama, bubu sepanjang 2,5 meter kali 1 meter naik ke permukaan.

Baca Juga: Sudah Sepekan Cucu Hilang, Nenek Nur Aini Jatuh Sakit

Beberapa ikan mulai terlihat. Salah satunya ikan dengan kulit belang coklat, hitam bercampur silver dengan sisik tajam di sisi kiri dan kanan menggelepar-gelepar. Itulah si molek dingkis. “Ini lah ikan dingkis,” ujar Basri kepada Batam Pos.

Ukuran ikan tersebut seukuran telapak tangan. “Ini cocok dan sesuai untuk dijual ke Singapura,” sambungnya.

Melihat ukuran ikan dingkis itu, semburat senyum terlihat di wajah Suleman. Pertanda tidak sia-sia kerjanya selama ini. Pundi-pundi rupiah tentunya akan segera mengalir ke kantongnya.

Dari kejauhan, Sri Wulan, istri Suleman, menyaksikan proses itu. Kepada Batam Pos, Sri Wulan, mengatakan, menjaring dingkis sangat menguntungkan.

“Saya baru membeli kelong ini beberapa tahun lalu. Tapi, hasilnya setahun, sudah balik modal dari pembelian ini,” kata Sri.

Setiap musim dingkis, bisa mengumpulkan rupiah hingga puluhan juta. Apalagi jika dingkis yang masuk ke dalam kelong ukuran besar dan memiliki telur yang banyak, harganya lebih mahal. “Tentunya pengahasilan juga bertambah,” katanya.

Hasil hari ini, kata Sri, belum maksimal. Tapi, setidaknya dapat meringankan jerih payah ia dan suaminya.

Berdasarkan penanggalan masyarakat Tionghoa, dingkis baru banyak terjaring di hari ke-26 dan ke-27. Menurut penanggalan Masehi, tepatnya di tanggal 19 dan 20 Januari mendatang.

“Itulah saat terbaik menjaring dingkis,” tuturnya.

Biasanya, sebelum tanggal itu. Sri dan suaminya menyelenggarakan doa selamat. Mereka berharap hasil ikan dingkisnya baik dan selamat dari berbagai gangguan.

“Kadang ada ikan lepu, bisa menyengat. Kami minta doa selamat dari hal-hal tidak diinginkan,” ujarnya.

Di tempat yang berbeda, Batam Pos menemui Laily bin Ali, nelayan asal Pulau Kasu. Ia telah berjaga dari Senin (16/1) di kelongnya. Ia baru mau beranjak pulang setelah menjual ikan dingkis tangkapannya ke pengepul.

Baca Juga: Ini Penyebab Antrean Panjang di Beberapa SPBU di Batuaji

Saat ia berangkat, gelombang cukup tinggi. Namun, memang itulah yang diharapkan nelayan. Karena ikan dingkis akan ikut hanyut bersama gelombang hingga sampai ke jaring-jaring milik nelayan.

Ikan dingkis, kata Laily, memiliki sifat yang berbeda dengan ikan lainnya. Ikan dingkis adalah ikan yang senang menyusuri arus pasang.

Saat pasang, ikan tersebut akan merapat ke perairan dangkal. Saat pasang surut, ikan tersebut kembali menuju lautan dalam.

Memasang jaring untuk ikan dingkis juga tidak bisa sembarangan. Harus pintar membaca arus, kata Laily. Jika tidak, tak ada satupun ikan dingkis yang singgah ke jaring.

Di Belakangpadang, ada ribuan kelong ikan dingkis. Setiap kelong itu, sudah memiliki surat atas kepemilikan wilayah perairan tersebut. Semua orang tak bisa serta merta mendirikan jaring, jika tidak memiliki surat tapak.

“Surat itu disahkan pemerintah. Dulunya surat grand,” ujar Laily.

Kelong milik Laily, sudah ada sejak zaman kakeknya dulu. “Saya masih kecik-kecik, sudah ada kelong ini. Atok saye masih aktif mencari ikan ke kelong,” katanya.

Namun, kini usaha kelongnya dilanjutkan Laily. Karena Laily bersaudara tiga orang, dan dia satu-satunya pria, maka, Laily lah yang mengelola kelong tersebut.

“Jika ada laki-laki, maka tiap tahun bergantian mengelola kelong ini. Sebab hasilnya cukup lumayan, bisalah untuk menabung (untuk kebutuhan) satu tahun,” ucapnya.

Laily mengatakan, kelong pusaka itu tidak akan diperjualbelikan. Kelong ini akan diteruskan oleh anak atau keponakannya kelak. Sehingga bisa jadi menjadi tabungan mereka di kala angin musim utara.

Tak jauh dari kelong Laily. Satu kapal pancung sepanjang 7 meter hilir mudik, dari satu kelong ke kelong lainnya. Kapal itu juga mampir ke kelong milik Laily.

Ternyata, kapal itu milik pengepul, Yusri. “Hari ketiga saye, mengumpulkan ikan dingkis,” ucapnya.

Ia mengaku belum banyak mengumpulkan ikan. Sebab, belum memasuki masa puncaknya.

Yusri mengaku sudah belasan tahun menjadi pengepul ikan dingkis. Hasilnya cukup lumayan. Ia meraup untung dari belasan hingga puluhan juta.

“Tahun lalu cukup banyak, harga ikan dingkis bagus. Rp 400 ribu per kilogramnya,” ujar Yusri.

Tapi tahun ini, harga ikan dingkis tidak terlalu tinggi. Namun, menjadi pengepul menjadi kerjaan sampingan Yusri, saat angin utara.

“Jika melihat dari tahun ke tahun, hasil ikan dingkis ini menurun. Tapi, tak taulah sebabnya ape (apa),” tutur Yusri.

Penurunan jumlah ekspor ikan dingkis, juga dirasakan pengepul besar wilayah Belakangpadang, Riyal.

Sampai saat ini, Riyal baru mengirim 20 ton ikan dingkis ke Singapura. Biasanya, bisa melebihi jumlah itu. “Harga dingkis juga hanya 13 hingga 15 dolar (Singapura),” sebutnya.

Namun, Imlek masih seminggu lagi. Riyal mengatakan masih ada rentang waktu sebelum Imlek dimulai. “Rasanya masih bisa mengirimkan lagi (ikan dingkis),” ujar dia.

Baca Juga: Dispensasi Menikah Karena Hamil Duluan Jadi Perhatian Disdik

Pengepul yang berpusat di Pulau Siali ini mendapatkan pasokan ikan dari pulau-pulau sekitar Belakangpadang.

“Orang Singapura itu paham, ikan dingkis Belakangpadang ini yang terbaik. Tak ada kulit dan telurnya enak,” ungkap Riyal.

Perputaran uang yang cukup besar ini, diamini Camat Belakangpadang, Yudi Atmadji. Meskipun tidak memiliki data pasti, Yudi memperkirakan semusim dingkis, ada miliaran rupiah omzet masyarakat Belakangpadang.

“Satu kelong kecil saja, bisa menghasilkan belasan hingga puluhan juta. Apalagi kelong besar,” ujarnya.

Imlek menjadi berkah bagi masyarakat Belakangpadang. Sebab, semakin mendekati Imlek, harga dingkis menjadi fantastis. “Bisa Rp 400 ribu per kilogramnya, pengepulnya di Pulau Siali,” ungkap Yudi.

Biasanya setiap malam, tauke-tauke ikan dingkis berkumpul di Belakangpadang. Sebab, pengiriman dingkis di malam hari. Saat pengiriman itu, sudah ada pihak Imigrasi, Karantina, dan Bea Cukai.

Setelah dokumen pengiriman selesai, ikan dingkis tersebut dikirim ke Singapura, melalui Belakangpadang.

“Benar-benar berkah untuk masyarakat kami. Hasil ikan dingkis ini kadang untuk modal, kebutuhan sehari-hari, menyekolahkan anak. Bahkan jika dapat banyak, mereka bisa umrah dari dingkis ini,” pungkas Yudi. (*)

spot_img

Baca Juga

Update