batampos – Bank Indonesia Wilayah Kepri bersama Komisi ll DPRD Kepri menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Akselerasi Potensi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri 2024 di Kantor BI lantai 3, Jumat (23/2). Dalam rapat yang digelar tertutup disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kepri tertinggi untuk wilayah Sumatra.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Propinsi Kepri, Suryono, mengatakan tahun 2023 ekonomi Kepri berada di angka 5,20 persen. Bahkan pada triwulan pertama 2024 ini, ia memprediksi angka pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat di antara angka 5,20 persen hingga 5,80 persen.
”Untuk tahun 2023, angka pertumbuhan ekonomi Kepri 5,20 persen, tertinggi di wilayah Sumatra. Saya memperkirakan untuk triwulan pertama 2024, angka ekonomi Kepri akan tumbuh di kisaran 5,20 hingga 5,80,” ujar Suryono.
Menurut dia, beberapa hal yang menyebabkan ekonomi Kepri naik, karena banyaknya aktivitas ekonomi di awal tahun. Apalagi, awal tahun adalah masa pemilihan umum, yang dipastikan banyak perputaran uang selama masa tersebut.
Baca Juga: Lanjutkan Estafet Tugas BP Batam, 46 Pejabat Struktural Dilantik
”Melihat event-event di Kepri, mulai bazar, festival, kegiatan-kegiatan rumah tangga, saya menduga potensi ekonomi Kep-ri meningkat di triwulan pertama ini,” sebut Suryono.
Dijelaskannya, beberapa hal yang menyebabkan ekonomi Kepri stabil di antaranya kebutuhan bahan pokok, seperti beras per tahun mencapai 35 ribu ton, sedangkan ketersediaan beras dari Bulog dan asosiasi lebih dari 25 ribu ton. Yang artinya, stok yang ada saat ini melebihi untuk konsumsi setengah tahun di Kepri. Kemudian keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, hingga komunikasi yang efektif.
”Untuk beras memang naik, tapi perlu diketahui, harga beras di Kepri masih lebih murah dibanding daerah lainnya. Begitu juga untuk ketersediaan beras di Kepri, juga sangat mencukupi karena stok banyak di Bulog dan asosiasi,” tegas Suryono.
Baca Juga: Di Batam, Semua Perizinan Terpadu
Di tempat yang sama, Ketua komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, mengatakan, dalam rapat tersebut pihaknya memberi masukan kepada BI tentang kondisi Kepri. Dimana ada sekian persen wilayah Kepri yang masuk kategori miskin, hal itu disimpulkan dari minimnya infrastruktur yang ada di beberapa wilayah kabupaten di Kepri. Pihaknya juga menanyakan bagaimana peran aktif BI terhadap permasalahan tersebut.
”Kami berharap BI terus mendukung pelaku UMKM agar maju dan berkembang. Selain itu, juga terkait kenaikan harga beras di Kepri. Namun ternyata harga beras di Kepri lebih murah dibanding daerah Indonesia lain,” sebut Wahyu .
Menurut dia, dengan adanya rapat tersebut, bisa memberikan dampak positif bagi pengentasan kemiskinan di Kepri. Mengingat, di 7 kabupaten dan kota di Kepri memiliki karakteristik berbeda dalam hal pertumbuhan ekonomi.
“Jadi kami berharap BI Kepri bersama-sama dengan pemerintah daerah, TPID serta DPRD bisa saling bahu-membahu mewujudkan dampak positif itu sendiri,” tegasnya.
Baca Juga: Berisiko, Kemenag Imbau Masyarakat Batam Tak Umrah Backpacker
Sementara , Asmin Patros, Anggota Komisi II DPRD Kepri menyoroti terkait masih belum maksimalnya transaksi keuangan digital di tujuh kabupaten dan kota yang masih belum maksimal. Seperti yang terjadi di Lingga dan Bintan.
Dimana dari tujuh kabupaten dan kota yang ada di Kepri, Lingga masih sangat jauh tertinggal dibandingkan kota-kota lainnya dalam hal transaksi keuangan digital melalui QRIS. Sementara Bintan baru 80 persen. Sedangkan lima kota lainnya sudah 100 persen.
“Kami belum mengetahui secara pasti apa penyebabnya. Apakah karena jaringannya atau apa. Namun, kami menyampaikan apresiasi dan dukungan dari Bank Indonesia Provinsi Kepri khusus di TPID. Yang sudah bekerja maksimal dalam hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya. (*)
Reporter : Yashinta