Selasa, 21 Mei 2024
spot_img

Biaya Bahan Bakar Hidrogen Lebih Murah

Berita Terkait

spot_img
pln hidrogen
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, saat peresmian stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia yang berlokasi di Senayan, Jakarta.

batampos – PT PLN (Persero) berkomitmen mendukung green transportation transformation baik itu electric vehicle (EV) maupun fuel cells. Beberapa bulan yang lalu PLN sudah meresmikan produksi hidrogen yang ada di Muara Tawar, Muara Karang, dan Tanjung Priok.

Kemudian dalam selang waktu sebulan, PLN juga memproduksi hidrogen di 21 pembangkit mereka dengan kapasitas produksi 199 ton per tahun, di mana sudah green hydrogen karena penyediaan listriknya berbasis pada rooftop dan renewable energy certificate.
Demikian disampaikan oleh Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, saat peresmian stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia yang berlokasi di Senayan, Jakarta.

“Kita lihat bahwa perkembangan teknologi transportasi hijau berkembang sangat besar. Salah satunya adalah bagaimana transportasi berbasis pada electric vehicle berkembang sangat besar dan PLN mendukung transformasi green transportation yang berbasis pada EV end-to-end,” katanya, Rabu (21/2).

Berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar hidrogen hijau (green hydrogen) yang dihasilkan dari sisa operasional pembangkit sangat kompetitif jika dibandingkan dengan BBM.

Perbandingannya, per 1 kilometer (km) mobil BBM membutuhkan biaya Rp 1.300. Sedangkan mobil listrik Rp 350-400 per km, dan mobil hidrogen hanya Rp 276 per km.

“Biayanya hanya sekitar Rp 276 saja per km. Coba bandingkan dengan biaya menggunakan BBM Rp 1.300 per km. Ini yang jelas, kalau BBM ada sebagian yang diimpor. Kalau ini (hidrogen) semuanya produk dalam negeri,” kata Darmawan.

Saat ini, lanjutnya, PLN tengah mengembangkan hidrogen hijau dari true renewable energy production dengan membangun hydrogen production di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang. “Ada tambahan sekitar 4,3 ton per tahun. Jadi, totalnya ada 203 ton green hydrogen dari 22 pembangkit kami yang diproduksi oleh PLN,” kata dia lagi.

Dari total produksi tersebut, PLN hanya menggunakan 75 ton untuk kebutuhan operasional pembangkit, sementara sisanya 128 ton hidrogen hijau bisa digunakan untuk sektor transportasi. “Kebutuhan dari PLN untuk pendinginan pembangkit kami hanya 75 ton, artinya ada 128 ton green hydrogen yang bisa digunakan untuk sektor transportasi,” jelas Darmawan.

HRS Senayan nantinya akan semakin strategis, karena di sana juga dibangun charger electric vehicle berbasis hidrogen yang memiliki fungsi sama dengan SPKLU. Selain itu, juga dibangun hydrogen center dan hydrogen gallery room sebagai pusat pelatihan dan pendidikan terkait hidrogen di Indonesia.

Sebelumnya PLN juga telah mendukung ekosistem kendaraan listrik juga sebagai langkah strategis mendukung program transisi energi. “Kami sudah bangun sistem electric vehicle digital services dari home charging, Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Kemudian bagaimana kita melakukan simulasi kebijakannya, kita mendukung operasionalisasinya, kami mendukung,” ujar Darmawan. (*)

 

Sumber: JP Group

spot_img

Update