batampos – Nilai Kerugiaan negara atas dugaan korupsi jasa kontruksi pembangunan gedung BPJS Ketenagakerjaan, Sekupang di Sagulung belum keluar. Karena itu, penyidik Kejari Batam belum berani menetapkan tersangka dalam dugaan korupsi tersebut.
Kepala Kejari Batam I Ketut Kasna Dedi, mengatakan pihaknya juga masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara atas dugaan korupsi jasa pembangunan Kantor BPJS TK di Batam. Perhitungan itu belum selesai dilakukan oleh BPK pusat.
“Nilai perhitungan masih belum ada. BPK juga sampai hari ini masih melakukan pengecekan di Batam,” jelas Kasna Dedi.
Baca Juga:Â 5 Pelaku TPPO Ditangkap Polda Kepri, 12 PMI Ilegal Diselamatkan
Meski begitu, menurutnya proses penyidikan tetap berlanjut untuk melengkapi keterangan saksi yang masih kurang. Untuk nama tersangka sebenarnya sudah dikantonginya.
“Untuk nama tersangka sudah ada, tapi kan untuk menetapkannya perlu nilai kerugian negara. Itu juga menjadi dasar kuat adanya perbuataan melawan hukum,” tegas Kasna.
Menurut dia, penyidik juga ingin penyidikan satu perkara cepat selesai. Apalagi ada beberapa perkara lainnya yang juga masih dalam tahap penyidikan, seperti dugaan korupsi pengadaan Alkes di RSUD Embung Fatimah tahun 2016 .
“Kalau memang bisa cepat kami segerakan,” tegasnya.
Beberapa waktu lalu, Kasna menyebutkan bahwa jaksa menemukan kerugiaan negara sekitar Rp 800 juta atas dugaan korupsi jasa rekontruksi pembangunan gedung BPJS TK di Sagulung. Namun untuk nilai pasti, harus ada perhitungan dari ahli keuangan, dalam hal ini BPK.
Diketahui proyek jasa kontruksi renovasi gedung BPJS Ketenagakerjaan Sekupang di 5 ruko kawasan Sagulung diduga merugikan negara Rp 1 miliar lebih. Untuk tahap awal, penyidik banyak menemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian pada proyek dengan Anggara Rp 9,2 miliar itu.
Baca Juga:Â Polisi akan Periksa Pemilik Apartemen Terkait Server Judi Online di Batam
Lima ruko yang berada di kawasan Sagulung itu dibeli pada tahun 2019 lalu oleh BPJSTK Pusat. Total harga kelima ruko yang sudah siap huni itu yakni Rp 6,9 miliar.
Namun pada tahun 2022 lalu, BPJSTK kemudian menganggarkan Rp 9,2 miliar untuk proyek renovasi ke 5 ruko tersebut menjadi gedung. Hampir seluruh bagian ruko itu dirombak dan dihancurkan untuk dibuat menjadi satu gedung.
Namun sayang, proyek yang dijadwalkan selesai dalam 180 hari kerja itu tak berjalan sesuai rencana. Pekerjaan konstruksi pada saat progres kurang lebih 5 persen dihentikan, hal itu menyebabkan pengerjaan proyek itu terbengkalai sampai saat ini.
Penyidik juga menemukan adanya ketidakprofesionalan perencanaan renovasi ruko tersebut, yang diduga menjadi salah satu penyebab proyek itu tak berjalan sebagaimana mestinya. (*)
Reporter: Yashinta