Minggu, 10 November 2024

Buruh Demo Tolak Tapera, Tuntut Cabut Omnibus Law dan Tolak Upah Murah

Berita Terkait

spot_img
Aliansi yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam saat demo menolak kebijakan pemerintah mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di depan Kantor Walikota Batam, Rabu (12/6). Foto: Aziz Maulana/ Batam Pos

batampos – Aliansi yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam menggelar aksi penolakkan terhadap kebijakan pemerintah mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di depan Kantor Walikota Batam, Rabu (12/6).

Mereka menuntut beberapa poin penting atas kebijakan pemerintah yang dianggap membebani buruh dan rakyat. Para buruh menuntut tolak Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, cabut Omnibus Law, hapus sistem outsourcing, dan tolak upah murah.

Massa aksi membakar semangat dengan yel-yel dan orasi yang menggema di sekitar Kantor Walikota Batam. Aksi ini merupakan bentuk perlawanan buruh terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan mereka.

“Pemotongan 2,5 persen dengan dalih pemerintah untuk Tapera. Harusnya mereka berkaca pada UU 1945 segala kebutuhan termasuk perumahan adalah hak rakyat. Namun saat ini rakyat dipaksa menabung demi kebijakan ini,” tegas orator aliansi buruh di depan kantor Walikota Batam.

Melalui aksi ini mengingatkan kepada pemerintah terkhusus pada presiden RI yang menekan PP Tapera ini. “Jangan salahkan kami para buruh selalu turun ke jalan menyuarakan aspirasi kami. Semua ini yang kami rasakan selalu tertindas,” ungkapnya.

Tak hanya itu banyak peraturan kebijakan pemerintah yang dinilai menyusahkan para buruh termasuk UU Cipta Kerja Omnimbus Law kemudian dikeluarkan lagi tahun ini PP Tapera.

“Di situlah dari kemiskinan rakyat belum lagi di perusahaan Batam dengan sistem outsourcing yang lebih parah lagi pemagangan mengeksploitasi siswa SMK dan mahasiswa ,” ujarnya.

Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kota Batam, Yafet Ramon, menyampaikan penolakan Tapera didasari oleh beberapa alasan kuat.

Pertama, program ini dinilai tidak jelas dan tidak menjamin buruh dan peserta Tapera akan mendapatkan rumah yang layak.

Kedua, iuran Tapera sebesar 3 persen, dengan rincian 2,5 persen dibebankan kepada buruh, dianggap memberatkan di tengah kondisi ekonomi yang sulit saat ini.

Ketiga, Yafet mempertanyakan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan rumah bagi rakyat. Menurutnya, Tapera hanya membebani buruh dan rakyat, sedangkan pemerintah tidak memberikan kontribusi iuran.

“Tapera membebani buruh dan rakyat. Program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan,” tegas Yafet. (*)

Reporter: Aziz Maulana

spot_img

Update