batampos – Kasus perceraian di Kota Batam meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Kelas I Kota Batam, hingga 31 Oktober 2023 ini, jumlah perkara cerai yang masuk ke PA Kota Batam telah mencapai 1.766 perkara.
Angka ini diprediksi akan melebihi jumlah kasus perceraian yang diputus di tahun 2022 lalu yakni 2.046 kasus perceraian dan 2.015 kasus yang diputus sepanjang tahun 2021 lalu. Selain itu, bila melihat rata-rata kasus perceraian yang masuk pada setiap bulannya, mencapai 180 hingga 200 perkara.
”Hampir tiga tahun terakhir, perceraian di Batam cenderung meningkat. Ada banyak yang menjadi penyebabnya,” ungkap Humas Pengadilan Agama Kota Batam, Azizon, Senin (27/11).
Dikatakan Azizon, masalah ekonomi menjadi faktor penyebab perceraian tertinggi pada 2023, yakni mencapai 60 persen. Selain itu, ada juga karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus; kekerasan dalam rumah tangga; wanita idaman lain (WIL) sehingga ditinggal pergi oleh suami hingga poligami sekitar 40 persen.
”Hampir mayoritas itu (perceraian) karena adanya masalah ekonomi, sehingga menye-babkan pertengkaran terus menerus sehingga salah satu pihak mengajukan perceraian,” tuturnya.
Sementara itu, berdasarkan data PA Batam, kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Angkanya mencapai 1.336 kasus atau 65 persen perceraian terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan.
Sisanya, yakni sebanyak 480 kasus atau 35 persen perceraian terjadi karena cerai talak, yakni perkara yang permohonannya diajukan oleh pihak suami yang telah diputus oleh Pengadilan.
”Trennya sejak beberapa tahun ini juga didominasi cerai gugat atau gugatannya diajukan oleh pihak istri,” ungkap Azizon.
Azizon melanjutkan, adapun usia perkawinan mereka rata-rata 3 hingga 10 tahun atau memiliki 1-3 anak. Sedangkan rentang usia yang menikah, mulai dari 25 tahun hingga 40 tahun.
Yulia, 29, salah satu warga yang mengajukan perceraian di Pengadilan Agama Kota Batam mengaku, mantap menggugat cerai suaminya yang sudah 2 tahun hidup bersamanya. Yulia melayangkan gugatannya ke Pengadilan Agama lantaran sudah tidak kuat dengan kelakuan sang suami yang disebutnya temperamen dan sering main tangan.
”Hampir tiap marah saya dipukuli,” ujarnya.
Ia menceritakan, kisah pahit ini dialami sejak kontrak kerja sang suami tak lagi diperpanjang. Akibatnya, suami menjadi pengangguran dan tempramental. Masalah ekonomi muncul dan hampir setiap kali terjadi cekcok karena masalah ekonomi.
”Padahal sejak dia enggak kerja, saya inisiatif nyari kerja. Namun tetap saja dapat KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga),” kenang Yulia. (*)
Reporter : Rengga Yuliandra