Minggu, 24 November 2024

Dampak Negatif Perppu Cipta Kerja; UMK Bisa Berubah Kapan Saja

Berita Terkait

spot_img
Ilustrasi. Pekerja di Kota Batam. Foto: Dalil Harahap/Batam Pos

batampos – Keputusan Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022, masih menuai kontroversi. Di mata pengusaha, penerbitan Perppu tersebut mendesak karena Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang belum dapat dijalankan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, mengatakan, tentunya ada sisi positif dan negatif dari Perppu yang diterbitkan oleh pemerintah tersebut.


Dari sisi positifnya, mayoritas pasal-pasal yang terdapat dalam Perppu itu hampir sama dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan sebelumnya. Sehingga, semangat diterbitkannya Perppu ini, untuk mendorong investasi dan mempermudah pengusaha, pelaku usaha, dan pelaku UMKM untuk berusaha di Indonesia.

“Dengan begitu, akan tercipta lapangan pekerjaan yang luas di Indonesia dengan adanya Perppu Cipta Kerja itu,” katanya.

Baca Juga: Sinyal Kenaikan Tarif Air SPAM Batam

Ia melanjutkan, Perppu Cipta Kerja ini dilihat juga sebagai jawaban atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional. MK menyatakan UU ini dianggap cacat secara formal dan cacat prosedur.

Sehingga, MK memberikan waktu selama dua tahun untuk dilakukan perbaikan dan pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja sebagai gantinya.

“Perppu ini yang menjadi jawabannya. Tidak diperbaiki, tapi Perppu-nya dan pasalnya hampir sama dengan Cipta Kerja,” katanya.

Sementara itu, dampak negatif dari Perppu ini, kata Rafki, hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh MK. Perppu ini tidak melewati masukan dari masyarakat atau public hearing. Perppu ini dalam perjalanannya langsung dirilis begitu saja oleh pemerintah.

“Yang kita khawatirkan dari Perppu ini, untuk upah minimum itu bisa diubah pada waktu tertentu dan keadaan tertentu oleh pemerintah,” katanya.

Baca Juga: Iperindo Kepri: Galangan Kapal Batam Kekurangan Tenaga Welding

Sehingga, hal ini dikhawatirkan juga akan menimbulkan ketidakpastian bagi pengusaha dalam menentukan upah minimum itu.

“Ini salah satu negatifnya dari Perppu ini. Begitu juga terkait masalah outsourcing,” lanjutnya.

Perppu Cipta Kerja menyebut, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya (outsourcing). Namun, pemerintah juga melakukan pembatasan untuk outsourcing ini.

“Seharusnya ini menjadi ajang untuk tenaga ahli pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan dengan cara outsourcing ini, tetapi ternyata pemerintah berusaha membatasi lagi untuk alih daya ini atau outsourcing ini,” jelasnya.

Soal Perppu ini yang akan diubah menjadi UU, Rafki menyebutkan hal itu sudah hampir pasti. Sebab, Perppu ini nantinya akan diserahkan ke DPR RI dan kemudian diubah menjadi UU. Sehingga, setelah diubah menjadi UU, maka pasal-pasal di dalam Perppu itu tidak bisa dilakukan perubahan lagi.

“Kalau DPR oke (setuju) jadi dia UU. Tidak bisa lagi diganggu pasal-pasalnya,” ujarnya.

Baca Juga: Imigrasi Batam Tunda Keberangkatan 2.780 PMI Non Prosedural

Yang bisa diberi masukan adalah aturan turunannya saja. Seperti Peraturan Pemerintah di bawahnya, Peraturan Menteri.

“Tapi kalau sudah menjadi UU maka tidak bisa lagi. Jadi nanti Apindo sendiri cukup aktif memberikan masukan untuk aturan turunan ini, PP-nya dan aturan di bawahnya lagi,” tuturnya.

Mengenai kewenangan besar gubernur dalam menetapkan upah yang diatur di Perppu ini, Rafki mengatakan, hal ini tentunya sudah menjadi kewenangan gubernur sejak sebelumnya. Ia tidak mempermasalahkan, jika gubernur diberikan kewenangan dalam menetapkan upah minimum.

Namun, yang akan menjadi permasalahan, ada aturan yang menyatakan pemerintah bisa merumuskan sendiri formulasi upah minimum dalam keadaan tertentu.

“Kalau begini, formulasi yang dimaksud tidak memberikan kepastian,” ujarnya.

Hal ini ditandai seperti penentuan upah di 2023. Dimana untuk penentuan upah sudah tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Namun, dalam perjalanannya, diterbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

“Ini melahirkan ketidakpastian bagi pelaku usaha dalam menghitung ongkos produksinya dan merencanakan bisnisnya ke depan. Jadi ini kurang baik bagi dunia usaha,” ungkapnya.

Baca Juga: BKSDA: Ada 4 Kejadian Interaksi Buaya Dengan Manusia di Batam

Ia menambahkan, mengenai FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK) tidak ada banyak perubahan dalam Perpu yang baru saja diterbitkan oleh pemrintah. Aturan FTZ BBK hampir sama dengan sebelumnya di UU Cipta Kerja.

“Jadi, saya pikir tidak ada perubahan yang signifikan, hanya itu yang kita soroti. Masalah penetapan formulasi upah minimum dan masalah alih daya,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Jadi Rajagukguk menyatakan, sisi positif dari Perppu Cipta Kerja ini, memberikan dampak dalam penyerapan tenaga kerja yang seluas-luasnya. Di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi di tengah ancaman krisis global.

“Sedangkan negatifnya, dunia usaha masih sulit untuk memahami kebijakan pemerintah yang diambil,” katanya.

Mengenai jangka waktu enam bulan untuk pengesahan Perppu ini, apakah diterima atau ditolak, maka yang perlu diakomodir adalah perlunya PP pelaksanaan UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 dan PP pelaksanaan Perpu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja agar terjadi keselarasan.

Baca Juga: Ikut Balap Liar, Seorang Remaja di Batam Tewas di Tempat

Begitu juga dengan Peraturan Pemerintah (PP) 36 tahun 2021 dalam menentukan upah dan Perpu Cipta Kerja harus dilakukan keselarasan.

“Kaitan dengan KPBPB-BBK, perlu segera di ganti PP 41 tahun 2021 jo PP 62 tahun 2019 dengan PP baru. Pelaksanaan dari Perpu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut supaya implementatif dan selaras dengan Perpu 2 tahun 2022,” imbuhnya.

BBK Butuh Aturan Turunan Perppu no 2 Tahun 2022

Sementara itu, pakar hukum dan akademisi Batam, Ampuan Situmeang, mengatakan, kawasan ekonomi khusus (KEK) maupun FTZ (free trade zone) di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), membutuhkan sebuah aturan turunan dari Perppu no 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

“Aturan turunan itu dapat membuat kawasan ekonomi di BBK menjadi lebih atraktif dan dinamis,” ujarnya.

Ampuan juga membenarkan, secara isi, Perppu no 2 tahun 2022 hampir sama dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Tidak ada perubahan mencolok.

Namun, di UU Cipta Kerja, ada aturan turunannya, salah satunya PP 41 yang mengatur kawasan BBK. Tapi, sejak ada putusan dari Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja, sejak saat itu juga, aturan turunannya tidak berlaku.

“Sekarang rasanya waktu yang tepat untuk mendorong lagi membuat aturan yang sama seperti PP 41,” kata Ampuan, Jumat (13/1).

Baca Juga: Vihara di Batam Mulai Bersolek Jelang Tahun Baru Imlek

Ampuan juga mengatakan, selama Perppu no 22 tahun 2022 tentang Cipta Kerja belum berubah menjad undang-undang, maka untuk melahirkan peraturan pemerintah (PP) akan menjadi lebih mudah.

Melihat gelagat pemerintah, Ampuan merasa Perppu no 2 itu akan diubah. Namun, perubahan ini memakan waktu paling cepat enam bulan. Rentang waktu ini, dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, agar dapat mengajukan aturan atau PP yang isinya mirip dengan PP 41 tahun 2021 atau lebih baik dari itu.

Apabila lewat enam bulan atau Perppu itu berubah menjadi undang-undang. Ada potensi akan digugat oleh berbagai pihak.

“PP atau aturan turunan selain membuat BBK lebih dinamis, juga memudahkan investor dan pengusaha dalam mengurus segala bentuk perjanjian dan lain-lainnya,” kata Ampuan.

Akibat tidak bisa diberlakukan PP no 41 tahun 2021, meskipun Dewan Kawasan sudah memiliki struktur, namun, presiden tidak dapat menerbitkan Keppres. Hal ini berkaitan dengan putusan MK no 91/PUU-XVIII/2020. Akibat putusan ini, berbagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja tidak berlaku.

Sehingga, beberapa regulasi dan aturan menjadi stagnan serta tak berposes. Apabila ada aturannya, tentu proses yang dinamis dan atraktif dapat diharapkan.

Akibat tidak keluarnya kepres soal dewan kawasan BBK, sampai saat ini Dewan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun masih berbeda. Meskipun di PP no 41 itu, sudah ada aturan meminta integrasi seluruh wilayah itu.

“Nah, Perpu ini juga berpotensi begitu saat menjadi undang-undang. Maka, masa sebelum ditetapkan DPR RI menjadi UU, dapat diterbitkan PP turunan Perppu untuk mengganti PP 41. Agar dapat segera diimplementasikan. Itulah urgensinya,” tutur Ampuan.

Perpu no 2 tahun 2022 ini diharapkan (Indonesia) mampu menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Selain itu, Perppu ini menurut Ampuan menjadi jawaban atas tuntutan globalisasi ekonomi dan tantangan krisis ke depannya.

“Perpu ini juga diharapkan mampu menyerap tenaga kerja indonesia yang seluas-luasnya,” tutur Ampuan. (*)

 

 

 

Reporter : Eggi Idriansyah/Fiska Juanda

spot_img

Baca Juga

Update