batampos – Bisnis properti masih menjadi sektor yang sangat menjanjikan di Kota Batam. Meski tahun ini properti, khususnya rumah tinggal naik 5 persen, namun bisnis properti di Batam tetap moncer.
”Properti pasti naik (kurang lebih 5 persen, red). Karena ini adalah investasi jangka panjang,” kata ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, usai membuka REI Expo di Grand Batam Mall, Jumat (23/2) sore.
Salah satu bukti bisnis properti terus muncer, ditandai dengan berdirinya banyak properti baru, khususnya perumahan, baik bersubsidi maupun nonsubsidi.
Achyar juga menyebutkan, kenaikan harga properti, khususnya rumah yang bisa mencapai 5 persen terjadi seiring kenaikan target perbankan satu tahun, yakni 2023 lalu sebesar 30 persen.
Ia juga menyebutkan, untuk harga rumah subsidi, saat ini dijual mulai harga Rp 173 juta. Sementara untuk rumah nonsubsidi atau komersil bervariasi. Ia mencontohkan, di REI expo ada properti yang ditawarkan mulai Rp 1 miliar, bahkan ada juga yang mencapai Rp 35 miliar.
”Untuk Batam, di 2024 ini bisnis properti masih akan menggeliat. Hal ini ditandai dengan akan masuknya beberapa nama besar pengembang atau developer ke Batam,” ujar Achyar.
Menurutnya, semakin banyak pebisnis yang ingin menggarap sektor properti di Batam. Apalagi Batam tengah menuju kota Baru. Kota yang penuh dengan infrastruktur dan didukung dengan properti yang bernilai.
”Iya, ada beberapa developer tersebar di Indonesia yang tertarik berinvestasi di Batam. Sekarang mereka lagi cari-cari lahan dulu. Mudah- mudahan masuknya mereka bisa meningkatkan nilai investasi, terutama di bidang properti,” jelasnya.
Kendati demikian, pemenuhan rumah melalui program rumah subsidi tetap menjadi prioritas. Jika selama ini hanya ada 1 juta kuota, informasinya ke depan akan ada 3 juta kuota rumah subsidi yang akan dibangun setiap tahunnya.
”Ini adalah kabar baik. Karena penyediaan rumah atau upaya untuk merumahkan warga Batam semakin meningkat. Sekarang kita lihat saudara kita masih banyak yang belum punya rumah. Ini yang harus didorong, melalui program rumah subsidi khusus bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah),” jelasnya.
Achyar menyebut, setiap tahun Batam hanya mendapat jatah kurang lebih 1.000 unit untuk untuk rumah bagi MBR. Ke depan diharapkan bisa meningkat, agar suplai bisa memenuhi permintaan. Apalagi perbankan juga memberikan dan menawarkan kemudahan bagi warga untuk memiliki rumah.
”Jadi dalam beberapa tahun ke depan, targetnya adalah merumahkan warga yang masih belum punya rumah. Kedua mendorong hadirnya perumahan yang berkualitas tentunya,” ungkap Achyar.
Ia menargetkan, pada pelaksanaan REI Expo ini, transaksi penjualan properti bisa mencapai Rp 90 miliar. Hal ini karena nilai properti yang ditawarkan mulai dari Rp 1 miliar.
”Ruko saja harganya di atas Rp 1 miliar. Apalagi properti lainnya. Karena ada 17 pengembang yang ikut dalam pameran properti ini,” imbuhnya. Achyar menyakinkan, Batam masih menarik bagi investasi. Apalagi ada kemudahan perizinan dan infrastruktur yang sudah dibangun saat ini turut mendongkrak angka investasi properti di Batam.
”Selain letak Kota Batam yang strategis dengan negara tetangga, tentu faktor tersedianya penerbangan langsung dari wilayah Indonesia ke Batam juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan Batam menjadi kota investasi, terutama properti,” tutupnya.
BI Yakin Ekonomi Kepri Tumbuh Triwulan Pertama 2024
Sementara itu, kepala Perwakilan Bank Indonesia Propinsi Kepri, Suryono mengatakan, pada 2023 lalu, ekonomi Kepri tumbuh di angka 5,20 persen. Ia optimisi pada triwulan pertama 2024 ini, pertumbuhan ekonomi Kepri akan kembali meningkat di antara 5,20 persen hingga 5,80 persen.
”Iya, 2023 ekonomi Kepri tumbuh 5,20 persen, tertinggi di Sumatera. Saya memperkirakan triwulan pertama 2024, ekonomi Kepri tumbuh di kisaran 5,20 hingga 5,80,” ujar Suryono.
Menurut dia, beberapa hal yang menyebabkan ekonomi Kepri naik karena banyaknya aktifitas ekonomi di awal tahun. Apalagi, awal tahun adalah masa pemilihan umum yang dipastikan banyak perputaran uang selama masa tersebut.
”Melihat event-event di Kepri, mulai bazar, festival, kegiatan-kegiatan rumah tangga, saya menduga potensi ekonomi Kepri meningkat di triwulan pertama ini,” sebut Suryono.
Dijelaskannya, beberapa hal yang menyebabkan ekonomi Kepri stabil di antaranya kebutuhan bahan pokok, seperti beras pertahun mencapai 35 ribu ton, sedangkan ketersediaan beras dari Bulog dan asosiasi lebih dari 25 ribu ton. Yang artinya, stok yang ada saat ini melebihi untuk konsumsi setengah tahun di Kepri. Kemudian keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, hingga komunikasi yang efektif.
”Untuk beras memang naik, tapi perlu diketahui, harga beras di Kepri masih lebih murah dibanding daerah lainnya. Begitu juga untuk ketersediaan beras di Kepri, juga sangat mencukupi karena stok banyak di Bulog dan asosiasi,” tegas Suryono.
Di tempat yang sama, Ketua komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin mengatakan dalam rapat tersebut pihaknya memberi masukan kepada BI tentang kondisi Kepri. Dimana ada sekian persen wilayah Kepri yang masuk kategori miskin. Hal itu disimpulkan dari minimnya infrastruktur yang ada di beberapa wilayah kabupaten di Kepri. Pihaknya juga menanyakan bagaimana peran aktif BI terhadap permasalahan tersebut.
”Kami berharap BI terus mendukung pelaku UMKM agar maju dan berkembang. Selain itu, juga terkait kenaikkan harga beras di Kepri. Namun ternyata harga beras di Kepri lebih murah dibanding daerah Indonesia lain,” sebut Wahyu .
Menurut dia, dengan adanya rapat tersebut bisa memberikan dampak positif bagi pengentasan kemiskinan di Kepri. Mengingat, di tujuh Kabupaten dan Kota di Kepri memiliki karakteristik berbeda dalam hal pertumbuhan ekonomi.
“Jadi kami berharap BI Kepri bersama-sama dengan Pemerintah Daerah, TPID (tim pengendali inflasi daerah) serta DPRD bisa saling bahu-membahu mewujudkan dampak positif itu sendiri,” tegasnya.
Sementara itu, Asmin Patros, Anggota Komisi II DPRD Kepri menyoroti terkait masih belum maksimalnya transaksi keuangan digital di tujuh Kabupaten dan Kota yang masih belum maksimal. Seperti yang terjadi di Lingga dan Bintan.
Dimana dari tujuh Kabupaten dan Kota yang ada di Kepri, Lingga masih sangat jauh tertinggal dibandingkan kota-kota lainnya dalam hal Transaksi Keuangan Digital melalui QRIS. Sementara Bintan baru 80 persen. Dan lima kota lainnya sudah 100 persen.
“Kami belum mengetahui secara pasti apa penyebabnya. Apakah karena jaringannya atau apa. Namun, kami menyampaikan apresiasi dan dukungan dari Bank Indonesia Provinsi Kepri khusus di TPID. Yang sudah bekerja maksimal dalam hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya. (*)